(Inspirasi Untuk Kepala Daerah Masa
Depan)
*Darmin (Pengamat Politik)*
Siapa yang tidak kenal dengan sosok yang
satu ini, tokoh inspiratif Indonesia bahkan dunia, politis berjiwa religious,
anak desa berwawasan global, ilmuwan visioner, tokoh penuh cinta dan menjadi
teladan bagi anak bangsa di seluruh penjuru tanah air.
Habibie dengan nama lengkap Prof. Dr. Ing.
H. Bacharuddin Jusuf Habibie, FReng adalah satu-satunya Presiden Republik
Indonesia pertama kali terlahir di Indonesia bagian Timur, Pulau Sulawesi Kota
Pare-Pare, karir politiknya terbilang sukses dan sangat senior di tubuh Partai
Golkar. Beliau menjadi Presiden bukan karena lahir dari Sulawesi tetapi karena leadership
dan kejeniusannya hingga diakui oleh lawan-lawan politiknya sebagai Presiden
yang berani mengambil kebijakan-kebijakan yang terkenal pada masanya diantaranya
menghentikan kenaikan harga barang-barang saat krisis moneter melanda bangsa
Indonesia, memulihkan ketersediaan dan keterjangkauan bahan makanan dan
kebutuhan pokok demi rakyat.
Kita perlu bangga kepada beliau yang
bisa mengangkat daerahnya bukan karena menjatuhkan, suka menghina, memprovokasi,
dendam, dan dengki kepada orang lain. Beliau sangatlah berbeda dengan
orang-orang Sulawesi lainnya, yang telah duduk di singgasana DPR atau Eksekutif
dengan memanfaatkan jabatannya demi keuntungan pribadi maupun golongannya, atau
memakai prinsip aji mumpung “mumpung menjabat, mendapatkan uang, atau fasilitas
negara” maka harus dipakai untuk kepentingan pribadi dan golongannya semata. Sudah
banyak contoh orang Sulawesi yang telah memperburuk citra daerahnya dengan
melakukan korupsi, kolusi, nepotisme dan menggadai masa depan generasi
daerahnya demi memuaskan hasrat politik kekuasaannya.
Menduduki jabatan Presiden bukanlah
persoalan mudah, dari Sabang sampai Merauke mengincar kedudukan tersebut, dan
B.J. Habibie telah memberikan pelajaran kepada kita semua bahwa dimanapun
engkau lahir, saat engkau menjabat maka lepaskan jubah-jubah kedaerahanmu, dan
tumbuhkembangkanlah kesetiaan kepada rakyat secara keseluruhan tanpa mengenal
suku, agama, tua, muda, kaya, miskin, semuanya itu adalah anak-anak bangsa yang
harus dijaga oleh negara demi mewujudkan negara sejahtera (welfare state) dan
negara beradab (civilized state).
Selama membaca biografi atau mempelajari
kebijakannya terkait masalah negara tidak pernah sedikitpun keluar kata-kata
“SARA” dibibirnya, hatinya yang jauh dengan perasaan dengki, sikapnya yang
selalu demokratis, terbuka, dan jujur. Inilah menjadikan dirinya dipercaya oleh
rakyat sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia, oleh karena itu
beliau bukan hanya milik orang Sulawesi, tetapi milik Indonesia bahkan Dunia.
Jiwa humanisme dan spritualisme selalu
melekat pada pribadinya sehingga dalam mengambil keputusan selalu menimbang pada
kepentingan rakyat dan masa depan agama, dalam menjaga marwah / roh kebhinekaan
yang sarat dengan perbedaan suku, agama, bahasa, tradisi dan ribuan perbedaan
lainnya yang telah menjadi jati diri bangsa Indonesia. Bhineka Tunggal Ika, Kita
berbeda tetapi satu jua, (saya disini anda disitu tetaplah saudara tanah air
Indonesia).
Sekarang ini kita akan diperhadapkan
dengan pemilihan kepala daerah sebagai sarana untuk memilih pemimpin yang
amanah, visioner, inovatif, kreatif dan hal-hal lain yang baik untuk
kepentingan rakyat di daerah.
Perdebatan antar calon kepala daerah
serta para pendukung selalu menghiasi perbincangan tentang politik dalam
PILKADA, masing-masing pendukung menjagokan para calon kepala daerah dengan
saling menjatuhkan satu sama lain, yang dipromosikan hanya lahir dimana, agama
apa, suku apa, usia muda, dan lain-lain yang jauh dari harapan perubahan.
Di tengah kondisi seperti inilah, sosok
pemimpin seperti Habibie di atas terkesan hanya dimiliki oleh Habibie sendiri,
tidak ada virus-virus penyebar kebaikan (Habibienisme) yang menjangkiti para
calon pemimpin daerah. Saat kepala daerah memimpin masyarakatnya, malah yang
dikedepannya kepentingan dirinya dan keluarganya. Aji Mumpung tak luput dari
niatannya memimpin daerah “selama menjadi kepala daerah gelombang pengangkatan
pegawai untuk menduduki jabatan tertentu”, kolusi (koncoisme/pertemanan) dan
nepotisme (unsur kekeluargaan) mewarnai kebijakannya untuk menempatkan
orang-orangnya pada posisi strategis.
Para calon kepala daerah yang selalu
disibukan dengan jargon-jargon yang menjanjikan kesejahteraan masyarakat dan
labe-label lainnya hanya menjadi pemanis kampanye, tetapi setelah mereka
menduduki jabatan tersebut, lupalah dengan segala janji karena lagi sibuk
dengan para kontraktor, para pegawai teras dan kunjungan kerja yang tidak lain
hanya untuk menyenangkan dirinya, dan lebih parahnya lagi eksploitasi sumber
daya alam untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya kemakmuran diri dan
golongannya.
Ini bukanlah masalah dia lahir dimana
atau dari keturunan siapa, tetapi semata-mata pada masalah leadership
(kepemimpinan) yang mempunyai komitmen dalam membangun daerah/negara dan
merealisasikan janjinya selama kampanye disuarakan untuk kepentingan rakyat.
Berbicara kepemimpinan yang telah
dicontohkan oleh Habibie, seharusnya dapat mengalir kepada kepala daerah yang harus
mempunyai kemampuan mumpuni dalam membangun daerah, cara berpikir visioner,
inovatif, kreatif, tegas dalam memberantas KKN dan mempunyai komitmen kuat
dalam membangun peradaban manusia yang humanis dan religious.
Terima kasih kepada Bapak Habibie yang
telah memberikan contoh konkrit kepada kami bahwa politik ada untuk kepentingan
umum yaitu rakyat, jabatan bukan untuk diduduki tetapi dipikul sebagai amanah
yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Penulis yakin
bahwa akan ada Habibie-Habibie lain yang akan membangun daerah dan negara demi
kesejahteraan rakyat.
Semoga, kedepan ada kepala daerah berjiwa
Habibie, Amin..!
Komentar
Posting Komentar