Darmin Hasirun
*Dosen Mata Kuliah Kepemimpinan Universitas Muslim Buton*
Banyak orang yang telah menduduki jabatan pimpinan struktural dalam organisasi selalu menyia-nyiakan moment paling berharga, seakan menurut mereka menduduki jabatan pimpinan adalah ajang untuk pamer menunjukan diri lebih hebat daripada orang lain, adakala mereka hanya ingin mengejar keuntungan uang yang didapat dari gaji dan tunjangan setiap bulannya, ataupun fasilitas yang mewah dengan berbagai deretan kendaraan mahal, rumah megah dan lain-lain.
Pada akhirnya mereka terperangkap dalam simbol-simbol menjadi atasan, bukan subtansi atau esensi menjadi pemimpin bagi orang lain. Kewajiban bagi pemimpin dalam memberi contoh yang terbaik bagi perkembangan organisasi, dan mengutamakan kepentingan bawahan daripada pribadinya adalah jalan terbaik bagi pemimpin, karena pemimpin adalah tanggungjawab yang diberikan oleh orang banyak untuk dipikul dan dijaga marwahnya demi kesejahteraan dan kemajuan orang-orang dalam organisasi.
Orang-orang yang memahami bahwa kepemimpinan bukanlah terletak pada jabatan di atas, tetapi kepemimpinan adalah jiwa yang dimiliki orang setiap insan manusia dalam mengatur, menata, dan mencapai tujuan hidup dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki baik ada pada dirinya sendiri maupun diluar dirinya.
Ketika kita mengkonsepsikan “Kepemimpinan adalah jabatan” maka kita sedang memenjarakan pikiran kita pada simbol-simbol yang boleh jadi sesat dan menyesatkan karena di dalam sejarah kehidupan manusia selalu menunjukan bahwa fenomena orang-orang yang berambisi mengejar tahta, jabatan atau kedudukan selalu menghalalkan segala cara agar nafsu keserakahannya tercapai.
Mereka hanya menyempitkan makna kepemimpinan karena kemampuan menalar dan intuisinya tidak terlatih sehingga memperlemah dalam menafsirkan kewajibannya sebagai manusia yang oleh Tuhan menyebutkannya sebagai khalifah atau pemimpin bagi mahkluk-mahkluk lainnya termasuk pemimpin bagi nafsunya sendiri.
Alangkah elok dan bijaknya sebagai manusia yang diberi tanggungjawab oleh Tuhan yang menciptakan keselamatan sejati bagi sesama manusia maupun mahkluk lainnya adalah esensi religi yang tidak bisa dilepaskan oleh manusia sebagai hamba atau abdi Tuhan.
Jika kita kembali pada kepemimpinan dalam organisasi, seharusnya setiap orang baik atasan maupun bawahan wajib mempunyai jiwa kepemimpinan karena masing-masing akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa di hari kemudian.
Orang yang menafsirkan jabatan pimpinan hanya untuk diduduki bukan untuk dipikul akan merasa nyaman dengan kedudukan yang dikuasainya meskipun bawahannya merasa terzholimi atas kepemimpinannya, sebaliknya orang yang memaknai jabatan pimpinan adalah tanggungjawab untuk dipikul, maka dia tidak akan merasa nyaman dengan kemewahan yang didapatkannya apabila orang-orang dibawahnya belum merasakan kenyamanan atas dirinya. Sama halnya menjadi bawahan yang seharusnya mempunyai tanggungjawab dalam menjalankan tugasnya dengan baik, loyal dengan atasan, dan bekerja dengan penuh kesadaran merupakan bagian dari jiwa kepemimpinan yang berguna bagi organisasi.
Komentar
Posting Komentar