Perkenalkan, nama saya Aynun Fajar, biasa dipanggil Fajar, mahasiswa Program Studi Administrasi Pemerintahan Daerah semester I di Universitas Muslim Buton. Selain menempuh pendidikan di kampus, saya juga berprofesi sebagai pedagang di Pasar Ambuau sekaligus aktif sebagai pegiat literasi di desa.
Bersama rekan-rekan, saya mendirikan sebuah komunitas baca bernama “Lentera Ilmu”. Komunitas ini hadir untuk membuka akses literasi yang lebih luas, terutama bagi anak-anak usia dini, remaja, dan pemuda. Selain menjadi sarana membaca, Lentera Ilmu juga berfungsi sebagai ruang diskusi produktif dan wadah untuk mengembangkan ide-ide kreatif serta inovatif bagi generasi muda desa.
Saya berdomisili di Desa Ambuau, Kecamatan Lasalimu Selatan, Kabupaten Buton. Realitas yang saya saksikan adalah semakin banyak anak muda yang meninggalkan kebiasaan membaca, berdiskusi, dan berkarya. Dari kegelisahan inilah, saya bersama rekan-rekan berinisiatif membentuk Lentera Ilmu dengan harapan dapat menumbuhkan kembali semangat belajar, mendorong prestasi, serta melahirkan generasi muda yang berkualitas.
Sebelumnya, saya hanya menamatkan pendidikan di tingkat sekolah menengah atas. Namun, saya merasa pengetahuan dan kerangka berpikir saya masih terbatas. Terlebih, sebagian besar rekan sebaya saya sudah melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Hal ini mendorong saya untuk berkuliah, dan Alhamdulillah, beberapa waktu lalu saya diterima sebagai mahasiswa baru di Universitas Muslim Buton.
Tidak jarang muncul pertanyaan, “Mengapa seorang pedagang kecil dengan latar belakang pendidikan SMA ingin terlibat dalam kegiatan literasi?” Jawabannya sederhana yaitu keresahan. Sebagai generasi muda yang lahir dan tumbuh di tengah masyarakat kaya budaya, saya melihat tradisi, bahasa, tata krama, serta kearifan lokal semakin tergerus. Sementara itu, media sosial kian mendominasi kehidupan anak muda. Banyak yang lebih suka menghabiskan waktu dengan gawai sehingga cenderung malas belajar, kurang bijak dalam bermedia sosial, kesulitan memilah informasi yang benar atau hoaks, bahkan kehilangan daya cipta untuk melahirkan gagasan baru.
Keresahan inilah yang menjadi energi bagi saya dan teman-teman untuk menumbuhkan kembali budaya membaca di kalangan anak-anak maupun pemuda desa. Kami tidak bermaksud melarang penggunaan gadget tetapi berupaya mengurangi ketergantungan terhadapnya dengan mengajak mereka terlibat dalam kegiatan yang lebih produktif, inspiratif, dan bermanfaat bagi masa depan.
Komentar
Posting Komentar