MASYARAKAT DESA DALAM ANCAMAN KORONA
Darmin Hasirun
Akademisi
Pandemi COVID 19
merupakan penyakit yang sudah mewabah di semua kalangan berbagai negara, tidak
mengenal warna kulit, jenis kelamin, golongan darah, agama yang dianut,
sukunya, bangsanya dan negara asalnya. Semua golongan berpotensi tertular dari
orang lain dan menularkan kepada orang lain. Jumlah penderitanya pun meningkat
drastis dalam hitungan minggu sudah menjangkiti ratusan manusia, meskipun
secara global lebih banyak orang yang selamat daripada meninggal, tetapi proses
penyebarannya sungguh sangat cepat, dalam hitungan 3 bulan dari bulan januari
sampai maret 2020 hampir semua negara di dunia melaporkan kasus korona mulai
dari daerah perkotaan sampai pedesaan.
Memang
masyarakat perkotaan jauh lebih banyak mendapatkan serangan virus korona karena
tingkat mobilisasi dan kepadatan masyarakatnya jauh lebih tinggi daripada
masyarakat pedesaan, tetapi sebaliknya fasilitas dan tenaga kesehatan masyarakat
pedesaan jauh lebih tertinggal daripada daerah perkotaan. Hal inilah yang
mengakibatkan kepanikan masyarakat di desa-desa jauh lebih tinggi apalagi adanya
isu-isu lockdown (karantina wilayah)
selama 14 hari tentunya akan sangat berat kalau tidak mendapatkan perhatian dan
intervensi dari pemerintah pusat, daerah maupun desa.
Mendapatkan
fasilitas rumah sakit daerah saja kadangkala butuh perjalanan berkilo-kilo
meter dan berjam-jam, dengan medan yang sulit itupun kalau pihak rumah sakit
daerah siap melayani dengan ketersediaan dokter khusus penanganan virus korona,
tetapi kalau RSUD Kabupaten/Kota tidak siap, maka terpaksa harus dilarikan ke
rumah sakit Provinsi yang membutuhkan waktu sehari sampai berhari-hari
perjalanan. Inilah ilustrasi jikalau virus korona sampai ke desa-desa. Sungguh
pilu nasib masyarakat desa yang belum sepenuhnya “SIAP” fisik maupun psikis,
palingan masyarakat desa hanya bersiap penuh secara batin memasrahkan semuanya
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar terlindungi dari bencana, wabah dan
kekeringan.
Memang ada
banyak cara klasik yang biasa digunakan oleh masyarakat desa yang sudah
dilakukan secara turun temurun misalnya berdoa atau melaksanakan tradisi ritual
tolak balaa yang diyakini dapat mengusir kesialan, marabahaya, wabah penyakit,
kelaparan dan segala bentuk kejahatan lainnya, biasanya ritual ini dilakukan
oleh orang tua adat atau pemangku agama yang mempunyai kemampuan spiritual
dengan doanya yang sangat mustajab.
Obat-obat
tradisional seperti daun kelor, jahe, daun pepaya dan lain-lain menjadi obat
alternatif yang dipercaya dapat menangkal virus korona, padahal tumbuhan ini
belum teruji secara klinis dan ilmiah dari para penderita khusus COVID 19.
Kenapa dipercaya? Karena dapat meningkatkan sistem imun tubuh, anti peradangan,
dan tentunya meningkatkan kesehatan. Selebihnya mengikuti petunjuk himbauan
dari petugas kesehatan dengan tidak melakukan kontak langsung kepada orang lain
(jabat tangan/salaman), sering mencuci tangan dengan sabun antiseptik, berdiam
diri di rumah saja, konsumsi buah dan sayur yang bergizi, serta berolahraga dan
beristrahat yang cukup.
Tidak jarang
saya pendengar orang yang berstatus ODP (Orang Dalam Pengawasan) di desa – desa
karena baru pulang bepergian dari daerah atau negara lain, dikucilkan dan jauhi
dari pergaulan sosial karena masyarakat desa takut dengan teror virus korona, padahal
dia (ODP) belum jelas apakah positif atau negatif korona.
Berbagai upaya
pemerintah untuk menghindarkan warga desa dari wabah virus korona dengan melakukan
langkah-langkah preventif seperti bagi warga desa yang tinggal di daerah
pendemi korona agar menahan diri tidak pulang kampung/desanya, bagi yang sudah
terlanjur pulang kampung agar mengkarantina diri di dalam rumah selama 14 hari
dengan tidak melakukan pergaulan sosial / social distancing untuk memutus mata
rantai penyebaran virus tersebut, membuat bak air dan ledeng sebagai tempat
cuci tangan dan lain-lain.
Semoga wabah
virus ini cepat hilang dan dijauhkan selama-lamanya dari masyarakat desa
sehingga desa dapat bergairah kembali dalam pembangunan dan tentunya masyarakat
desa dapat terkoneksi secara langsung dengan masyarakat perkotaan tanpa perlu
was-was karena masyarakat kota banyak membutuhkan hasil-hasil bumi dari
masyarakat desa.
Komentar
Posting Komentar