KOPERASI DAN KAUM PEREMPUAN DESA DENGAN
ASET LEBIH DARI 1 MILIAR
Darmin Hasirun
Mendengar kata “koperasi”
tentunya bukanlah hal yang baru karena organisasi ini sudah dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia dan dunia internasional, salah satu ciri khasnya adalah pengelolaan
keuangan dilakukan secara kekeluargaan, dan pembentukan wadah ini berangkat
dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat diantaranya sulitnya memenuhi
kebutuhan keuangan, bunga bank yang tinggi, susahnya meminjam uang, dan sederat
masalah yang dialami didalam keluarga. Olehnya itu dibentuklah wadah yang dapat
menghimpun kebersamaan masyarakat dengan pola gotong royong dan bahu membahu
menyelesaikan masalah ekonomi masyarakat. Ibarat mengangkat batu besar semakin
banyak yang memikul, maka semakin ringan dirasakan, inilah prinsip yang diusung
dalam proses pembentukan koperasi.
Hal yang menarik ketika saya
berkunjung di salah satu desa Kabupaten Buton Selatan, tepatnya di Desa
Poogalampa Kecamatan Batauga. Disana ternyata menyimpan satu kekuatan yang
dimiliki oleh masyarakat lokal yaitu kebersamaan yang terhimpun dalam wadah
koperasi. Uniknya pengurus maupun anggota koperasi ini hampir semua adalah
perempuan yang waktu itu para pengurusnya masih gadis sampai sekarang mereka
sudah berkeluarga dan masih menjadi mengurus sebut saja ibu Wa Ode Sabaria yang
menjabat sebagai ketua, ibu Wa Ode Usria sebagai sekretaris dan ibu Wa Ode
Nurlina sebagai bendahara. Saya bertemu langsung kepada ketiga tokoh perempuan
ini untuk mendengarkan cerita tentang pahit manisnya membentuk koperasi. Koperasi
ini sudah bertahan selama 24 tahun sejak tahun 1996 sampai sekarang masih eksis
dengan berbagai tantangan dan kemudahan yang telah dirasakan oleh kaum
perempuan, dan bukan bagian dari Koperasi Unit Desa (KUD) yang dibentuk atas
prakarsa dan dana dari pemerintah, tetapi murni uang hasil swadaya kaum
perempuan.
Pendirian
koperasi awalnya berbentuk arisan kecil-kecilan tahun 1992 yang sering mereka sebut “arisan keluarga” karena
pengurus dan anggotanya adalah satu keluarga, kebiasaan pembentukan arisan bagi
kaum perempuan merupakan aktivitas sampingan yang dijadikan sebagai sarana
siraturahmi, saling bertemu, dan belajar menabung untuk kebutuhan ekonomi
keluarga, kegiatan arisan keluarga ini terus berjalan hingga pada tahun 1994 masuklah LSM Sintesa yang
mengusung program bernamanya BUKP singkatan dari Bina Usaha Kelompok Produktif, dengan adanya program tersebut masyarakat cukup
terbantukan terhadap kegiatan-kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh para
aktivis LSM salah satunya melatih masyarakat dalam proses pembentukan
kelembagaan masyarakat desa dengan memasukan kelompok
arisan keluarga dalam
wadah koperasi menjadi pengurus dan anggotanya. Pada tahun 1996 kelompok arisan
ini secara resmi menjadi koperasi yang diberi nama “Koperasi Mata Mosobu”,
pemberian nama koperasi ini konon diambil dari nama Mata Air di sekitar Desa
Poogalampa yang dianggap sakral dan dijaga kelestariannya oleh masyarakat
setempat.
Tentunya usaha kaum perempuan desa tidak hanya sampai disini, mereka
bukan sekedar membentuk wadah koperasi tetapi mereka harus menjalankan roda
organisasi yang pastinya merasakan pahit getirnya proses menuju organisasi yang
mapan, mereka harus berhadapan dengan berbagai permasalahan diantaranya kurangnya
minat masyarakat untuk bergabung dalam koperasi karena masih minimnya pemahaman
tentang pentingnya membentuk koperasi, dan para kaum perempuan susah mencari
uang karena hanya mengandalkan hasil panen di kebun, hal inilah yang dirasakan
oleh pengurus dalam usaha mengumpulkan uang masyarakat seakan beban psikologi
begitu berat dirasakan dengan berbagai isu berkembang di desa yang tidak enak
didengarkan oleh para pengurus. Setelah berjalan beberapa tahun kemudian
masyarakat mulai menaruh kepercayaan kepada koperasi ini dan semakin banyak
yang berminat menjadi anggota.
Awalnya koperasi ini hanya memberi pinjaman
kepada anggotanya sebesar Rp,1.500.000, bagi mereka
uang sebesar ini pada zaman sebelum krisis moneter melanda bangsa Indonesia dirasakan
besar dan tentunya dapat memenuhi berbagai kebutuhan rumah tangganya, dengan
adanya wadahnya koperasi mereka mulai belajar meminjam dan mengembalikan uang
tepat waktu, berkat kedisiplinan para anggota mengembalikan keuangan tersebut
akhirnya uang Rp.1.500.000 tersebut dapat dikembalikan tepat waktu.
Pembentukan koperasi ini
dilatarbelakangi oleh nasib kaum perempuan yang hanya berkebun, dan mengurus rumah tangga sementara beban keuangan untuk
kebutuhan biaya pendidikan, makan sehari-hari dan kebutuhan lain-lainnya
semakin meningkat. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Koperasi, ibu Wa Ode
Sabaria yang mengatakan:
“Jadi memang sasarannya sampai hari
ini perempuan yang kami
prioritaskan, tujuan pertama kami melakukan itu kembali ke diri saya pada saat itu, saya sebenarnya
mau ingin melanjutkan pendidikan tetapi pinjaman dan mencari uang itu susah, meminjamkan tidak ada, jadi memang sasaran pertama dengan adanya kelompok ini yaitu misi dari diri saya itu bagaimana mengumpulkan uang supaya
masyarakat yang meminjam untuk
melanjutkan pendidikan anak-anaknya mereka tidak terbengkalai dan tidak perlu kemana-mana. Alhamdulillah selama berjalan berapa tahun cita-cita itu terkabul, cukuplah kami yang generasi pada saat itu tidak
mendapatkan pinjaman atau susah mendapatkan pinjaman, di bank saja tidak bisa
kecuali kita pegawai kantoran tapi kalau masyarakat kecil susah, memang
meletakan dasar koperasi berat karena kondisi ekonomi mayarakat kurang bagus, dan jangkauan daerah kita masih terisoliasi pada masa itu”
(20/5/2020).
Pernyataan di atas memberikan
makna bahwa kaum perempuan mempunyai peran penting dalam menopang ekonomi dan
pendidikan keluarga karena mereka mempunyai harapan untuk diperlakukan sama
dengan kaum pria dalam konteks sosial yaitu memenuhi kebutuhan diri maupun keluarganya.
Berkat semangat kaum perempuan inilah koperasi ini telah memiliki aset sekitar
1,5 miliar dan memberi banyak manfaat bagi para anggotanya utamanya mengatasi
masalah keuangan tanpa merengek meminjam uang di bank-bank yang pada akhirnya
mereka dikejar-kejar oleh para rentainer hanya karena menutupi pembayaran setiap
bulannya dengan bunga yang cukup memberatkan bagi mereka, kini koperasi ini
telah membuka unit usaha baru dengan mengajak ibu-ibu menginvestasikan uangnya
untuk kebutuhan sekolah anak-anaknya di masa depan, dan usaha ini sangat
membantu kaum perempuan untuk membiayai sekolah anak-anaknya hingga masuk ke
perguruan tinggi.
Kita juga patut mengambil
pelajaran terhadap semangat kaum perempuan yang selama ini masih termarjinalkan
oleh cara berpikir yang sempit dalam memandang peran perempuan bahwa mereka
lemah dan tidak banyak melakukan sesuatu yang bermanfaat, ternyata lewat
koperasi inilah mereka ingin membuktikan bahwa kekuatan perempuan bukan
terletak pada ototnya tetapi hatinya yang sabar salah satunya sabar dalam
mengelola keuangan, waktu 24 tahun bukanlah masa yang singkat karena tidak
sedikit koperasi yang dibentuk oleh pemerintah desa maupun masyarakat harus
berjalan di tempat ataupun gulung tikar karena proses pengelolaan keuangan yang
salah.
Koperasi ini baru memperoleh
status berbadan hukum pada tanggal 29 Februari 2008,
bagi mereka bahwa proses manajemen yang kaku tidaklah berlaku karena yang lebih
dikedepankan adalah rasa saling mempercayai satu dengan yang lain, disinilah
kekuatan para pengurus dalam menjaga kepercayaan yang sudah 24 tahun dengan
aset lebih dari Rp.1 miliar.
Komentar
Posting Komentar