Darmin Hasirun
Pertemuan antara
Megawati dan Prabowo Subianto beberapa kali pasca putusan sidang Mahkamah
Konstitusi RI atas sengketa hasil PEMILU telah membuka lembaran baru atas kondisi
politik tanah air, bukan hal aneh dalam pertemuan antar elit politik membahas
kondisi bangsa karena sudah menjadi budaya yang tidak bisa dipisahkan dalam
dunia politik Indonesia. Secara etika tentu pertemuan tersebut adalah keharusan
untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa di dalam bingkai NKRI karena
menjadi keharusan bagi elit partai untuk mewujudkan cita- cita negara yang
damai dan bermartabat.
Pertemuan kedua terjadi
saat Kongres
ke-V Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dilaksanakan di Hotel Grand Inna Bali Beach, pada Kamis tanggal 8 Agustus 2019. Pertemuan inilah yang cukup banyak memberikan kisi-kisi jawaban atas
ramalan politik “bagi-bagi kursi menteri” yang akan ditujukan kepada partai
pengusung PASLON Jokowi dan Ma’ruf Amin, ada pula guyonan Mba Megawati tentang Duet
Sahabat dalam kanca politik kekuasaan di tahun 2024, tentu kedatangan Prabowo
pada kegiatan kongres PDIP adalah bentuk dukungan politik terhadap partai
penguasa, boleh pula diartikan bahwa Partai Gerindra akan merapat di dalam Kubu
Pemenang PEMILU 2019. Tetapi lagi-lagi dugaan-dugaan ini selalu dibantah oleh
elit-elit Partai Gerindra bahwa partainya belum menentukan sikap. Memang secara
kelembagaan belum ada keputusan resmi yang dikeluarkan oleh Partai Gerindra
tetapi secara psikologi politik ada indikasi bahwa Prabowo akan merapat dalam
kubu pemerintahan, tentu semua itu bukan tanpa tujuan karena didalam politik “tidak
ada makan siang gratis”. Semua itu pasti ada transaksasi politik “siapa dapat
apa, dimana, kapan dan bagaimana?”. Bisa jadi sederet pertemuan tersebut
menyimpan pesan bahwa kekuatan (poros) baru akan muncul dengan memunculkan
poros lainnya yang menciptakan pro kontra.
Pemandangan yang sangat menarik saat pertemuan Megawati
dan Prabowo tersebut seakan membuka memori lama 10 tahun yang lalu mengenai
koalisi / duet bersama saat pemilihan Presiden RI tahun 2009, dimana Paslon
Megawati dan Prabowo bersama-sama menjadi pasangan yang sangat diperhitungkan
untuk mengalahkan Paslon SBY dan Boediono. Meskipun nasib baik belum berpihak
kepada Megawati dan Prabowo, tetapi kedekatan dan persahabatan mereka masih
melekat kuat.
Ada banyak
asumsi /isu yang ditujukan kepada kedua tokoh besar ini, salah satunya adalah
masalah kursi jabatan, mencari aman, dan mendapatkan dukungan saat PEMILU 2024
nanti, tetapi semua isu tersebut boleh jadi benar atau salah total karena sikap
politik Prabowo yang sudah dikenal Negarawan diharapkan jauh dari tujuan sesaat
saja, selain dari menjaga NKRI agar tetap aman, maju dan sejahtera kedepannya,
juga menurunkan tensi politik yang sudah berada di puncak ketegangan dan perang
urat syaraf. Tentu hipotesis yang ditujukan kepada mereka sangatlah dini untuk disimpulkan
bahwa ada tujuan sesaat yang ingin mereka dapatkan atau mewujudkan visi
kejayaan Indonesia.
Beredar kabar
burung bahwa Prabowo Subianto yang digadang-gadang berada di barisan oposisi sudah mulai
diragukan setelah adegan pertemuan dengan pihak-pihak kubu Jokowi & Ma’ruf
Amin, boleh jadi opisisi yang digaungkan adalah oposisi pepesan kosong yang bersifat
semu tanpa tujuan yang jelas karena banyak pihak yang tidak suka dengan Jokowi
dan PDIP merasa dikhianati oleh sikap Prabowo yang melunak kepada pihak lawan. Tetapi
bukan namanya “Politik” kalau tidak ada istilah “dalam perebutan kekuasaan,
tidak ada kawan dan lawan yang abadi karena yang abadi adalah kepentingan”.
Tentu kata “kepentingan” disini bukanlah kepentingan pribadi atau golongan
tetapi kepentingan bangsa dan negara karena siapapun yang berkhianat dan
berencana merusak tatanan sistem ketatanegaraan adalah menjadi musuh bersama
sedangkan siapapun yang ingin mewujudkan tujuan negara, maka dialah kawan dalam
politik.
Sikap
kepemimpinan politik Prabowo yang nasionalis telah mengubah peta kekuatan politik
begitu cepat sehingga dapat mengubur polarisasi yang selama ini cukup tajam
dipertontonkan di hadapan publik, tidak ada lagi kubu 01 dan kubu 02 karena
yang ada hanyalah sila ke-3 persatuan Indonesia.
Tidak dapat
dipungkiri manuver politik kedua tokoh besar di atas telah membuka tabir
kemenangan sejati rakyat Indonesia yaitu Persatuan atas dasar kedamaian negara,
penulis berharap perjumpaan mereka bukanlah bermotif bagi-bagi jabatan menteri
atau rencana pembagian proyek nasional, tetapi semata-mata demi kepentingan
negara karena seorang negarawan meletakan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi dan golongannya.
Komentar
Posting Komentar