Ini adalah kisah anak muda bernama Arif Lataami, S.Pd.,M.Pd, yang pertama kali menginjakan kakinya di Pulau Yoi tempat dia bekerja. Arif adalah salah satu Dosen Universitas Muslim Buton Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi yang telah lulus menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Halmahera Tengah tahun 2020, berkat perjuangannya akhirnya harapan menjadi ASN tercapai meskipun harus merasakan pahit manisnya melakukan perjalanan dari Kota Baubau sampai di Pulau Yoi.
Berawal saat dia menaiki Kapal Pelni dari Kota Baubau menuju Kota Ternate yang menempuh perjalanan kurang lebih selama 2 hari, setibanya Ternate diapun harus meneruskan perjalanan ke Sofifi memakai Kapal Speed Boat selama 30 menit. Dari Sofifi harus melangkahkan kaki lagi naik Mobil Avanza menuju ke Kecamatan Weda (Ibukota Kabupaten Halmahera Tengah) selama 3 jam ya lumayanlah harus merogoh uang saku sebesar Rp.120.000, dari Weda diapun melanjutkan perjalanannya naik Kapal Ferry selama 12 jam menuju Pulau Gebe yang harus ditempuh dari jam 1 malam sampai jam 1 siang. Setibanya di Pulau Gebe harus mencari ojek lagi di Desa Sanafi, untunglah dia mendapatkan ojek yang bayarannya bikin kaget yaitu Rp.150.000, apapun dilakukan meski biaya perjalanan yang cukup tinggi demi sampai ke tempat tujuan. Disana dia harus menunggu kapal yang menyeberang ke Pulau Yoi, syukurlah tidak lama dia mendapatkan tumpangan kapal jenis bodi batang menuju Pulau Yoi selama 1 jam, dia juga mengeluarkan uang lagi untuk membayar sewa jasa pengangkutan sebesar Rp.50.000 meskipun ini dianggap hanyalah uang kerelaan.
Pulau Yoi dianggap obyek wisata primadona oleh masyarakat Kabupaten Halmahera Tengah karena mempunyai pantai dengan pasir nan putih dan sangat bersih, panorama pantai dan laut yang indah, serta pemandangan hutan yang masih dijaga kelestariannya oleh masyarakat setempat.
Kesan pertama yang dirasakannya adalah bingung, takut bercampur rasa penasaran karena dia adalah pendatang baru dan pertama kali menginjakan kaki di pulau kecil nan cantik ini, walau harus melewati kerasnya ombak dan jauhnya perjalanan tetapi rasa lelah terobati setelah tiba di tempat tujuan dan disambut riang warga setempat. Di Pulau Yoi, dia tidak dapatkan signal handphone maupun internetan seperti halnya kehidupan di kota-kota, hanya alam yang terbentang luas serta warga setempat yang dijadikan teman bermain setiap harinya.
Di Pulau Yoi dia disambut hangat oleh warga setempat karena dianggap guru baru yang akan mengajar anak-anak kampungnya, profesi guru dianggap terhormat bagi warga setempat, diapun suguhkan makan yang sudah disiapkan oleh warga. Warga disana sangatlah ramah dengan para pendatang bahkan mereka sudah menganggap sebagai bagian dari keluarga. Disana juga dia disambut oleh Kepala Sekolah tempat di mengajar.
Di SMP Negeri 22
Halmahera Tengah hanya ada 7 orang guru yang terdiri dari 3 orang guru honor
dan 4 orang berstatus PNS, termasuk kepala sekolah dan suaminya (operator
sekolah) yang berstatus PNS tetapi dalam waktu dekat mereka akan berencana pindah
tempat kerja, maka kalau mereka pindah, mau tidak mau Ariflah yang menggantikan
posisi mereka mengajar ataupun mengerjakan hal-hal lainnya di sekolah.
Anak-anak sekolah setiap hari membantu kedua orang tua di kebun, ataupun pergi memancing di laut karena di Pulau Yoi mempunyai hutan yang cukup lebat dengan hasil hutan yang bisa memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari serta tangkapan ikan yang bisa dikonsumsi setiap hari.
Kesan angker yang dirasakannya berawal dari cerita-cerita warga setempat, dan nyata dirasakannya saat melakukan perjalanan di tempat wisata yang disebut Hol. Dia dan warga setempat harus berjalan kaki selama kurang lebih 1 jam untuk sampai di Hol. Di tengah jalan Arif hanya melewati tanpa mengucapkan permisi kepada penghuin rumah kecil yang dianggap keramat oleh warga setempat, seharusnya dia mengucapkan ‘Hoo’ sebagai simbol penghormatan kepada roh di rumah kecil itu, tetapi dia tidak tahu dan tidak sempat mengucapkannya, saking angkernya rumah kecil itu, oleh warga setempat sering membawa sesajen untuk penunggu rumah kecil (roh), bahkan kadang pula dijadikan sebagai tempat menimbah ilmu spritual. Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan, maka tibalah rombongan dia Hol yang merupakan tempat peristrahatan dan pelindung para nelayan dari ombak keras.
Kejadian aneh dirasakannya saat pulang rumah, tiba-tiba ada seekor kucing hitam berlari keluar rumah yang ternyata kucing tersebut baru saja merusakan plafon rumah tempat Arif tinggal hingga memakan makanan yang ada di dalam, mengencingi beras bahkan berak di dalam rumah, oleh karena tingkah laku kucing yang aneh itulah dia teringat dengan cerita warga bahwa yang tidak permisi ketika melewati rumah kecil itu akan diganggu oleh mahluk halus.
Setelah beberapa hari tinggal dan bersosialisasi di kampung ini, diapun mendapatkan teman yang cukup banyak salah satunya mantri (petugas kesehatan) yang sering menemaninya jika dia berjalan-jalan, tetapi mantri ini mempunyai sikap yang agak aneh, pernah dia berbicara dengan roh halus di sekitar kampung yang membuat Arif merasa takut. Tetapi mantri tersebut menenangkan Arif bahwa dia berbicara kepada roh-roh di kampung bahwa teman disampingnya (Arif) adalah guru baru yang mengajar di Pulau Yoi dan merupakan keluarga juga. Atas penjelasan itu Arifpun merasa lega. Kemampuan menembus dimensi lain ternyata didapatkan dari perjalanan spritual yang dialaminya saat diculik oleh mahluk halus dan dimasukan di dalam gua batu besar, dan di dalam gua itu dia disuruh makan nasi kuning tetapi dia tidak mau akhirnya dikembalikan di alam dunia. Entahnya, benar atau tidak cerita ini yang jelas, pak mantri itu bercerita dengan serius kepada Arif.
Kadang orang-orang pendatang baru merasakan kurang nyaman karena susahnya menjalin komunikasi dengan sanak saudaranya, tetapi bagi Arif menganggap hal tersebut sudah menjadi tanggungjawab dalam menjalankan tugas di pulau terpencil dan harus dijalani dengan santai seperti di pantai.
Bersambung...!
Komentar
Posting Komentar