Langsung ke konten utama

RUMAH PANGGUNG ORANG BUTON

 

Rumah panggung orang Buton dahulu merupakan kontruksi bangunan rumah yang terbuat dari bahan kayu 100% berguna untuk menghindari serangan hewan buas, tahan gempa, dan ramah lingkungan.  Rumah panggung ini dibuat 2 lantai terdiri atas lantai dasar sebagai tempat bersantai dan bekerja, ruangan menjamu para tamu, dan lantai dua disebut (Paa) dalam bahasa Indonesia dinamai Loteng sebagai ruangan puncak sarana beribadah, beristrahat dan menenun bagi kaum wanita. 

Pada bagian bawah lantai dasar atau dalam bahasa Wolio menyebutnya Kapeo yang biasanya dibuatkan tempat lesehan disebut godhe-godhe mempunyai kegunaan sebagai penyimpanan hasil pertanian atau tangkapan ikan, tempat kerja kaum lelaki untuk memperbaiki alat-alat tangkapan ikan, sarana berdiskusi (koja-koja), kandang ternak ayam dan sekarang sudah dijadikan sebagai tempat menenun bagi kaum wanita meskipun dahulu para wanita menenun di lantai 2 agar tidak dilihat langsung oleh para pria yang bukan muhrimnya tetapi perkembangan zaman mengubah tradisi lama yang menempatkan kerja para wanita di dalam rumah (work at home) berubah menjadi bekerja di luar rumah termasuk aktivitas menenun, jika kita jalan-jalan di perkampungan banyak anak-anak yang menjadikan Kapeo sebagai tempat main kelereng, bermain wayang (gambar-gambar), dan kegiatan anak lainnya. Terdapat tangga yang disebut “Oodha” yang mempunyai anak tangga berjumlah ganjil sebagai isyarat kekurangan manusia, ada pula yang menafsirkan ganjil sebagai angka yang disukai oleh Tuhan, konon orang tua dahulu meyakini angka ganjil sebagai angka kekurangan manusia, dan penyempurnanya adalah Allah Swt. Terlepas dari keyakinan tersebut, pada dasarnya rumah orang Buton dibuat dengan ganjil dan genap, ganjil terdapat pada tangga adalah simbol kekurangan bahwa manusia adalah mahluk yang sering khilaf, sedangkan genap terdapat pada lantai rumah sebagai simbol kesempurnaan manusia dan hanya Allah Swt yang bisa menyempurnakan segala ibadah kita selama di dunia.

Lantai 1 dibuat berbilik-bilik dan dijadikan sebagai tempat ruangan menjamu para tamu, dapur, kamar, dan aktivitas santai keluarga. Di lantai ini ada banyak kenangan orang tua yang tidak bisa dilupakan karena disinilah menyimpan memori suka duka keluarga, melahirkan anak, berkumpulnya sanak saudara di saat lebaran, sahur dan buka puasa di bulan Ramadhan, yang kadang tidak dilupakan oleh anak-anak adalah di saat siang hari harus berjalan seperti seorang ninja agar hentakan kaki tidak menimbulkan bunyi-bunyi di lantai bambu (Lante-lante) atau papan kayu (Dhopi), jika berbunyi bisa membangunkan orang tua yang lagi tidur siang, kehatian-hatian melangkahkan kaki diwaktu istrahat adalah wajib. Suhu di ruangan ini cukup stabil karena tidak perlu AC (alternating current) yang konon teknologi ini merusak kelembapan kulit, lantai dari bambu yang berongga menjadikan udara segar dapat lebih leluasa keluar masuk dalam ruangan dan kita rasakan langsung kesegaran udara yang meniup dari bagian bawa rumah, jendela yang tersedia di setiap bilik rumah, serta pintu yang sering terbuka membuat suasana di lantai 1 terasa seperti di awang-awang.


Di lantai 2 adalah tempat menenun, kamar tidur, dan aktivitas peribadatan kepada Allah Swt. Memang sering di siang hari teriknya matahari membuat ruangan lantai 2 menjadi panas, dan pada malam harinya dingin menembus tulang. Di lantai ini kita bisa melihat pemandangan sekitar rumah dengan lebih jauh dan luas, waktu saya kecil dahulu sering tidur di rumah nenek di bagian lantai 2 atau biasa disebut loteng dalam bahasa wolio bernama “Paa”.

 

Rumah orang Buton secara umum dibagi atas 2 jenis yaitu Malige dan Bhanua. Apabila melihat pada bagian atap yang dihiasi dengan patung naga dan buah nenas berarti disebut rumah adat kerajaan biasa juga dinamai Malige yang berlantai genap sebanyak 4 tingkat. Kata Malige diperkirakan diambil dari bahasa melayu “Mahligai” artinya rumah para raja, sultan, permaisuri atau rumah kerajaan, sedangkan rumah masyarakat awam disebut Bhanua, olehnya itu apabila melihat rumah orang Buton tanpa ornamen - ornamen naga dan nenas berarti rumahnya warga / rakyat. Di zaman sekarang jarang kita menemukan rumah orang Buton yang beratap nipah karena daya tahan atap terhadap hujan dan badai lebih rapuh, meskipun pada saat musim panas rumah yang menggunakan atap nipah lebih sejuk dibandingkan dengan atap seng.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROFIL DARMIN HASIRUN

  CURRICULUM VITAE     CURRICULUM VITAE   Nama Lengkap   Darmin Hasirun, S.Sos., M.Si . Tempat Tanggal Lahir   Bone-Bone, 10 Juli 1985 Jenis Kelamin   Laki-Laki (L) Pekerjaan   Dosen Agama   Islam Alamat   Lorong Hatibi, Kelurahan Tanganapada, Kecamatan Murhum Kota Baubau , Provinsi Sulawesi Tenggara . Hobi   Membaca, Meneliti, Menulis, Mengajar, Traveling dan dan Diskusi Alamat Email (Pribadi)           darmin.hasirun@gmail.com Kontak Person   0852 1370 8268   Riwayat Pendidikan dan Karya Ilmiah Jenjang Pendidikan Nama Institusi / Program Studi Tahu...

HANYA HITUNGAN JAM KAWASAN ELIT LOS ANGELES RATA DENGAN TANAH

Berita mengejutkan datang dari negeri Paman Sam Amerika Serikat tepatnya di kawasan elit Los Angeles Distrik Pacific Palisades, Negara Bagian California dilanda kebakaran sangat besar dan sulit dipadamkan (Selasa pagi, 7 Januari 2025). Angin Santa Ana yang sangat kuat dengan kecepatan hingga 129 km/jam terus menggila mendorong api melahap setiap bangunan dan sarana yang dilewatinya, ditambah kekeringan yang berkepanjangan serta rumah-rumah elit yang sebagian besar terbuat dari bahan kayu yang mudah terbakar menjadikan kebakaran kian menyebar dengan sangat cepat, bahkan para petugas kebakaran tidak mampu mengatasinya. Kebakaran hebat ini mengakibatkan Los Angeles rata dengan tanah, lebih dari 10.000 bangunan perumahan, fasilitas bisnis dan sarana lainnya bah hilang ditelan bumi. Dilansir di website Kompas.com dengan judul berita “Kebakaran Los Angeles Jadi Bencana Termahal di AS, Kerugian Sudah Mencapai Rp.2.121 Triliun” (11/01/2025), bahkan pada situs berita Sindonews.com menulis tajuk...

FIPH MENYELENGGARAKAN TALKSHOW “PEMBATASAN DISTRIBUSI BBM BERSUBSIDI, SIAPA YANG DIUNTUNGKAN?”

  Maraknya aksi penimbunan BBM, monopoli pembeliannya, permainan harga BBM bersubsidi, antrian panjang hingga berdampak pada konsumsi BBM bersubsidi tidak tepat sasaran. Kondisi seperti ini menimbulkan banyak keluhan masyarakat terhadap manajemen pendistribusian BBM bersubsidi. Disisi lain BBM bersubsidi yang seharusnya dirasakan langsung masyarakat miskin dengan   harga yang terjangkau tetapi fakta di lapangan menunjukan sebaliknya yaitu BBM bersubsidi malah dimonopoli oleh para pengecer dengan menggunakan kendaraan yang telah dimodifikasi agar dapat menampung BBM dalam jumlah besar. Para pengecer ini yang notabene tidak mempunyai izin usaha resmi terkait penjualan BBM bersubsidi terkesan kurang diawasi oleh pihak Pertamina maupun Kepolisian. Hal ini diduga ada permainan antara pihak SPBU dan para pengecer yang ingin meraih keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan kebutuhan masyarakat lain. Alhasil banyak Pertalite dalam bentuk botolan dijual bebas sepanjang jalan den...