Kepala
desa adalah seseorang yang memimpin suatu desa dalam jangka waktu periode
tertentu. Kepala desa dipilih oleh masyarakat sebagai bagian warisan budaya
masyarakat Indonesia yang sudah diterapkan puluhan tahun lamanya sebelum
Indonesia merdeka. Oleh karena itu pemilihan kepala desa adalah warisan budaya
yang telah melekat dalam kebiasaan masyarakat desa, jabatan kepala desa juga tidak
berafiliasi dengan partai politik tertentu. Kemampuannya dalam mempengaruhi
masyarakatnya terbilang cukup baik karena terangkatnya seseorang pada jabatan
ini berkat dukungan mayoritas masyarakat di desa tersebut. Ketokohannya
dipercaya dapat membawa perubahan desa kearah yang lebih baik sesuai dengan
kepentingan masyarakat karena lahir pemimpin desa murni dari partisipasi
masyarakat desa. Sering kita mendengar bahwa antara kepala desa berbeda lurah,
kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat sedangkan lurah diangkat oleh
kepala daerah. Dilihat dari pengaruhnya pasti lebih tinggi pengaruh ketokohan
kepala desa dibandingkan lurah.
Nilai
penghargaan yang tinggi dari masyarakat kepada kepala desa, ternyata berdampak
pada dinamika politik di daerah, dimana calon-calon kepala daerah sering
melihat, mengincar dan merayu para Kades (Kepala Desa) agar bisa bergabung
dalam gerbong mereka. Posisinya yang masih dihargai oleh masyarakat setempat
baik dalam mengambil keputusan, tindakan maupun tutur katanya selalu didengar
dan diikuti oleh warganya. Tidak perlu ilmu hiptonis untuk mengikuti kehendak
atau kemauan para Kades, cukup dengan kepeduliannya maka masyarakatnya akan
semakin simpatik dan kagum dengan kepemimpinannya.
Melihat
peran Kades dalam kanca politik di daerah yang sangat diperhitungkan untuk
meraih suara terbanyak, maka banyak calon kepala daerah melirik mereka. Anda
bisa membayangkan jikalau calon kepala daerah bisa mempengaruhi 1 (satu) orang Kades
maka hasilnya bisa puluhan bahkan ratusan orang akan berbondong-bondong
mengikuti arahan atau perintah dari Kades tersebut. Tidak perlu kerja keras
mengumpulkan masyarakat atau mendapatkan suara saat hari pemilihan /
pencoblosan, cukup mengambil hati sang pemimpin desa maka secara otomatis
orang-orang loyalisnya akan bergerak mengajak masyarakat untuk mengikuti
pilihan Kades, hal ini disebabkan karena sebagian besar orang-orang yang ada di
desa masih menaruh kepercayaan tinggi terhadap kepemimpinannya.
Fenomena
tertangkapnya Kades yang diduga terlibat secara langsung mengkampanyekan atau
menjadi relawan para calon kepala daerah bukanlah cerita baru, misalnya yang pernah
terjadi di Kabupaten Bengkulu Utara, Bupati (Imron Rosyadi) mencopot Kepala
Desa (Kades) Selubuk, Kecamatan Air Napal, Kades tersebut terlibat langsung
dalam kampanye salah satu pasangan calon (paslon) peserta kepala daerah di
daerah tersebut. Imron Rosyadi mengatakan, Kades tidak dibenarkan mengajak dan
mengumpulkan masyarakat untuk mendukung salah satu pasangan calon peserta
Pilkada di daerah ini. Sebab. Sesuai peraturan, Kades netral dan tidak
dibenarkan menjadi tim sukses dari peserta Pilkada, sementara Kades Selubuk
terbukti terlibat langsung dalam kampanye salah satu pasangan calon peserta
Pilkada di Bengkulu Utara. (Berita Satu.com, 13 Oktober 2016 pukul 10.13 Wita).
Di
Kabupaten Bandung Barat, pihak Panitia Pengawas Kabupaten Pangandaran Imam Ibnu
Hajar, keterlibatan kepala desa Cibenda dalam Pilkada. Imam mengatakan Kepala
Desa tersebut diduga berkampanye untuk pasangan calon Bupati disela kegiatan
keagamaan. Biasanya kepala desa memberikan sambutan, di tengah sambutan beliau
itu ada kampanye ke salah satu calon kepala daerah. Ada bukti rekaman serta
sejumlah saksi, kepala desa tersebut dituding melakukan pelanggaran pemilu. (Tempo.com,
13 Oktober 2016 pukul 10.13 Wita).
Di
Kabupaten Buton Selatan, Panitia Pengawas menangkap Kepala Desa Lapandewa Makmur
yang kedapatan mengajak masyarakat untuk menghadiri kegiatan salah satu
pasangan calon di Baruga Desa Lapandewa Makmur. Keterlibatannya akan diproses
sesuai dengan undang-undang yang berlaku, “Ini melanggar hukum dan kita akan
proses sesuai hukum”. Ungkap Ketua Panwas Busel”. Lanjut dia, keterlibatan
oknum Kades didalam politik praktis telah melampaui batas padahal pihaknya
sudah sering mensosialisasikan aturan tentang Kades dan ASN yang terlibat
politik praktis. (Kepton News. Com. 13 Oktober 2016 pukul 11.17 Wita).
Berdasarkan
beberapa fenomena kasus di atas, upaya untuk membereskan oknum-oknum pelanggar
undang-undang oleh pihak Panwas menjadi komitmen untuk menjaga marwah proses
demokratisasi yang lebih baik pada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
secara serentak. Sanksi yang diberikan mulai dari sanksi ringan berupa teguran
lisan, tertulis sampai sanksi pidana menjadi senjata pihak pengawas untuk
menjerat para Kades yang terlibat langsung menjadi dalam politik praktis.
Menurut
tinjauan penulis, Kades yang terlibat langsung dalam politik praktis pada tahapan
Pilkada telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 pasal 71 ayat (1)
berbunyi: Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara,
anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat
keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu
pasangan calon.
Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 29g berbunyi kepala desa dilarang
“menjadi pengurus partai politik”. Pasal 29j berbunyi kepala desa dilarang
“ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala
daerah; Pasal 30 ayat (1) berbunyi
“Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.
Lain
hukum lain politik, inilah yang digunakan oleh Kades untuk tidak menghentikan
langkahnya mendukung salah satu Paslon Kada, meskipun undang-undang tidak memperbolehkan
kepala desa terlibat langsung dalam Pilkada, tetapi masih banyak yang berani
mencoba melakukan pelanggaran tersebut. Sudut pandang Kades tentang Pilkada
ternyata masih sebatas pada aturan saja yang bisa dilanggar apabila ada
kepentingan politik telah disetujui oleh pihak pasangan calon dan kepala desa
tersebut. Bagaimana tidak, saat kepala desa menjadi incaran para Paslon Kada,
maka disitulah terjadi tawar menawar dan dukungan mendukung. Oleh karena itu Kades
dijadikan sebagai kekuatan politik yang cukup efektif mengumpulkan banyak suara
rakyat hingga menjadi pemenang dalam Pilkada.
Kejadian
tertangkap para Kades dalam Pilkada adalah fenomena “Gunung Es” artinya yang
nampak di permukaan hanyalah sedikit sekali, masih banyak Paslon Kada yang
memanfaatkan jasa Kades untuk memobilisasi massa bahkan membagikan uang kepada
masyarakat tetapi perilaku itu kurang dilaporkan atau lolos dari pengawasan
pihak berwajib. Para Kades yang tertangkap tangan oleh Panwas atau dilaporkan
oleh masyarakat hanya kena apesnya/ hari sialnya saja, tetapi pengamatan
penulis di lapangan pada penyelenggaran Pilkada beberapa tahun lalu, hampir
semua calon kepala daerah mendekati, memanfaatkan, dan bekerjasama dengan Kades
dalam urusan politik Pilkada. Para pemain politik di daerah kerapkali
melibatkan tokoh-tokoh desa salah satunya kepala desa karena merekalah yang
dianggap mampu menggerakan massa di desanya.
Tertangkapnya
para Kades yang telah melanggar hukum/ peraturan perundang-undangan oleh pihak
berwajib seperti halnya kucing dan tikus. Kucing sering mengejar tikus yang
kedapatan sedang berjalan, bagi kucing yang pintar dan lincah maka tikus akan
masuk dalam perangkapnya sebaliknya jikalau tidak pintar dan lincah maka hanya
lelah menunggu saja, atau seperti pengendara bermotor dan polisi lalu lintas,
saat polisi tidak berada di tempat jaga maka dengan seenaknya pengendara
bermotor melaju kencang menerobos lampu merah (tanda berhenti kendaraan) tetapi
saat ada polisi lalu lintas di tempat jaga, maka dia menahan diri untuk tidak
melanggar rambu-rambu lalu lintas. Inilah dua analogi kejadian yang mengisyaratkan
peran Kades dalam Politik. Disatu disisi melanggar hukum tetapi disisi lain
masih berani terlibat dalam politik praktis demi kepentingan tertentu, saat
kedapatan atau dilaporkan oleh masyarakat maka itulah hari buruknya, tetapi
jikalau tidak didapat maka gerakan mobilisasi massa gencar dilakukan demi
memuluskan tujuan Paslon Kada tertentu dalam meraih kekuasaan.
Mengambil
hikmah atau pelajaran dari kejadian di atas, petugas para Kades tidak boleh terlibat
dalam urusan politik Pilkada karena berpotensi terjadinya intimidasi,
pengarahan, atau penggiringan opini masyarakat yang bisa jadi merampas hak
pemilih untuk menentukan pemimpinnya secara jujur, adil, langsung, umum, bebas
dan rahasia. Petugas Panwas harus adil tanpa pandang bulu menindak tegas setiap
orang yang terbukti melakukan pelanggaran undang-undang, para tim sukses Paslon
Kada perlulah evaluasi diri apakah calonnya sendiri melakukan kongkalikong
dengan kepala desa atau tidak? Karena saat musim Pilkada tiba penggunaan jasa
kepala desa sering dilakukan oleh kandidat tertentu untuk memenangkan suara
terbanyak, jangan korbankan daerah dan rakyat desa dengan menerima uang dari
kandidat (money politic) karena akan
merusak sendi-sendi demokrasi dan masa depan daerah tersebut. Trim’s.
Komentar
Posting Komentar