Sejak
bulan Maret 2016 lalu, saya baru mencoba menggeluti media sosial (facebook). Awalnya
menulis dan memposting beberapa kalimat kemudian tulisan tersebut ada yang suka
(like) dan komen pada wall facebook
saya, perasaan itu memberikan stimulus
(rangsangan) untuk mencoba membuat kata-kata sesuai dengan apa yang dialami, dipikirkan dan dirasakan. Merangkai
kalimat demi kalimat dan paragraph demi paragraf hingga mudah dimengerti oleh
pembaca. Saat itulah kulakukan terus menerus sampai sekarang mulai banyak
artikel yang ditulis. Inilah salah satu manfaat yang didapatkan di media sosial,
dengan mudahnya menampilkan tulisan yang terlintas dalam benak, tentunya
ide-ide baik yang bermanfaat untuk diri pribadi penulis maupun para pembaca. Banyak
persepsi para pengguna facebook (facebookers)
yang memanfaatkan media ini untuk dijadikan sebagai sarana sharing (berbagi) pendapat, mengirim gambar/foto, saling mengenal, menyapa
rekan lama, menambah rekan baru, membuka bisnis, berita, kajian, diskusi
bersama dalam group dan masih banyak lagi. Berbagai macam ekspresi muka, gaya
dan tulisan para facebookers untuk mencoba menarik simpati para pembaca hingga
menyukai, berkomentar atau membagi postingannya.
Pada
hari Selasa 27 September 2016 adalah moment pertama membuat blog dan
mempublikasikan karya tulis yang sudah diposting di media facebook saya beberapa
bulan sebelumnya, blog yang saya buat dimaksudkan untuk menulis lebih banyak
lagi tentang fenomena politik, pembangunan, pemerintahan dan segala sesuatu
yang baik demi kemajuan bangsa dan negara. Motivasi membuat blog sebenarnya
berawal dari ketertarikan melihat tulisan-tulisan para pengarang terkenal
dengan tampilan yang tidak membosankan, sejak kuliah sampai menyelesaikan
kuliah di perguruan tinggi belum tercapai impian itu. Bukan karena tidak mau
atau tidak bisa, hanya pendorong eksternal belum kuat menggerakan pikiranku
untuk mengeksekusi ide-ide yang ada di kepala, nanti ada teman yang mengajak
membuat blog karena melihat banyaknya postingan di facebook saya, namanya “Andy
Arya Maulana Wijaya” saat itulah keinginanku telah bulat untuk membuat blog ini.
Alhamdulillah, puji syukur kepala Allah SWT saya bisa mengerjakannya dan
sekarang sudah puluhan artikel yang sudah dipublikasikan. Terima kasih
teman-teman yang sudah like, berkomentar dan mendorong saya untuk tetap
berkarya.
Bagi
saya media sosial merupakan salah satu sarana untuk menulis dan menyampaikan
pesan yang telah dilihat, didengar, dirasakan dan dipikiran untuk dibagikan
kepada para pembaca agar dipahami maksud dari pesan itu. Media sosial bertujuan
untuk memberikan pendidikan, sharing informasi dan kesadaran hidup
bersosialisasi. Oleh karena itu perlulah kata-kata yang mudah dipahami oleh
seluruh kalangan pembaca, ternyata membuat/menyusun kata-kata melalui
lembaran-lembaran putih tidaklah segampang yang dipikirkan, seperti halnya
berkata-kata dengan menggunakan mulut setiap harinya. Menyusun kalimat dengan
benar bukanlah pekerjaan hanya sekedar merasakan dan memikirkan tetapi
dibutuhkan pula keuletan, kesabaran dan cakrawala yang luas untuk menjangkau makna
yang susah, oleh karena itu kemampuan memikirkan secara mendalam tentang
ungkapan yang dirasakan hati dengan penuh khusyu hingga dapat membentuk
struktur kalimat yang tepat sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan.
Inilah
permulaan menjadi penulis dari menemukan ide-ide, menulisnya, membiasakan
setiap hari dan terciptalah budaya menulis (literasi). Budaya literasi telah
memberikan perubahan peradaban manusia dari berbagai bidang, bahkan orang-orang
tersohor di dunia tidak lepas dari kebiasaan menulis salah satunya Stephen Edwin
King, Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Aqil.
Stephen
Edwin King adalah seorang penulis, aktor, produser, dan sutradara. Novel-novel yang
terkenal seperti Carrie, Salem’s Lot, The
Shining, The Stand, Misery, It, dan
The Dark Tower telah terjual lebih dari 350 juta eksemplar di seluruh
dunia. Kemampuannya menulis sejak remaja ternyata mengasah kemampuan nalarnya
lebih tajam dan kata-katanya menghipnotis jutaan pembaca, “ala bisa karena
biasa” inilah ungkapan bagi dia yang terus menerus menggerakan jari tangannya
menaruh tinta hitam di atas kertas putih hingga tinta hitam pekat itu mempunyai
nilai berharga di mata pembaca.
Ibnu
Taimiyyah adalah pemikir dan ulama islam paling terkenal, lahir di Harran,
Turki. Beliau dikenal pula dengan ahli fiqih, hadits, tafsir, ilmu ushul, dan
penghafal Al-Quran (hafidz). Kecerdasannya tidaklah main-main karena banyak
ulama-ulama yang menaruh kekaguman cara berpikir yang tepat dan daya hafal yang
kuat. Tinta, pena dan kertas adalah media sederhana tetapi hasilnya banyak
mempengaruhi para pemikir islam tentang tafsir Al’Quran dan Al-Hadist. Tiap
malam ia menulis tafsir, fiqh, ilmu ushul sambil mengomentari para filusuf.
Sehari semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah
(buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syari’ah. Kepiawainnya
dalam merangkai kata demi kata tidaklah datang begitu saja, butuh kesabaran,
kejernihan pikiran, keuletan, dan cakrawala luas tentang ilmu yang ditulisnya.
Tidaklah heran jikalau kita melihat para pemikir islam dan ilmuwan barat menjadikan
karya tulisnya sebagai obyek penelitian karena banyaknya peminat kitab-kitabnya
seakan tidak tenggelam oleh perkembangan peradaban manusia.
Menurut
Yanuardi Syukur dalam artikelnya berjudul ”Tiga Pilar Budaya Literer” mengungkapkan “Ibnu Aqil
menulis buku sebanyak 800 jilid dan beliau hanya makan roti kering untuk bisa
bertahan hidup. Ibnu Aqil yang kita kenal sebagai ulama pembaharu dari paham
taklid menulis empat judul dalam satu hari dan setiap buku ia selesaikan dalam
satu minggu. Beliau yang juga menjadi
mufti (pemberi fatwa) sejak umur 17 tahun itu pernah mengarang satu buku penuh
dalam satu kali duduk dan buku itu menjadi referensi oleh lebih dari 1000
penulis!
Zaman
ibnu Aqil dan ibnu Taimiyyah menulis pesannya hanya melalui media kertas dan
tinta hitam dan butuh bertahun-tahun agar dapat dibaca oleh ratusan orang,
tetapi zaman sekarang para penulis dengan mudahnya menyampaikan pesan melalui
media sosial, tidak perlu menghabiskan tinta, hanya perlu Laptop/ HP/ Tablet,
atau komputer PC. Media inilah yang mempermudah kita menulis pesan dalam jangka
waktu yang singkat dan ditampilkan (upload)
di facebook milik kita tidaklah butuh waktu lama sudah dibaca ratusan bahkan
ribuan orang yang ada di dunia maya. Dengan adanya media sosial yang telah
berkembang sangat pesat di dunia maya kita mampu meluapkan emosi dan pikiran dalam
bahasa formal atau informal yang dapat dimengerti oleh pembaca, tetapi kadang
media sosial juga hanya dijadikan ajang untuk membuang-buang waktu dengan
percuma bahkan mengirim kata caci maki, saling menghujat, merendahkan dan
hal-hal yang nyata-nyata dilarang oleh agama, norma adat maupun hukum negara,
padahal ada banyak hal yang bisa dilakukan demi kemajuan dan perubahan diri.
Media
sosial hanya sebagai alat, yang bisa digunakan untuk kepentingan hitam atau
putih (dosa atau amal). Saat kita menggunakan media sosial untuk sesuatu yang
hitam, maka kita sedang berada dalam kerugian yang nyata, sebaliknya jikalau
menulis yang mengandung pesan kebaikan maka keuntunganlah yang didapatkannya
baik keuntungan dunia maupun akhirat. Seperti pesan didalam QS. Al’Ashr ayat
1-3, artinya: “Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati untuk kesabaran”.
Makna
kandungan QS. Al’Ashr ayat 1-3 menurut Ibnu Katsir yaitu kata “Masa” adalah
zaman yang didalamnya terdapat perbuatan–perbuatan anak Adam, perbuatan baik
maupun buruk. Ibnu Katsir melanjutkan, Allah SWT bersumpah dengan masa, bahwa
manusia sungguh ada dalam kerugian dan kerusakan. Lantas dari kerugian itu
Allah mengecualikan orang-orang yang beramal sholeh dengan anggota tubuhnya,
yaitu melaksanakan ketaatan dan menjauhi larangan-Nya, serta saling menasehati
untuk selalu sabar menghadapi musibah dan kepastian Allah, dan kezaliman orang
yang menyakiti orang lain yang memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran.
Pesan
Al’Quran di atas sudah ribuan tahun lamanya disampaikan oleh Allah SWT melalui
Nabinya (Muhammad SAW) tetapi kadang umatnya sendiri yang belum memaknai lebih
mendalam dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sayang beribu
sayang, orang-orang yang mengaku dirinya islam rahmatan lilalamin (rahmat untuk semesta alam termasuk manusia) dan
warga Indonesia yang penuh sopan santun dan tata karma yang baik, kini bergeser
pada pola pikir dan pola tindakan kasar, hina, fitnah yang jauh dari
nilai-nilai kebaikan. Semoga yang membaca tulian ini bukanlah termasuk golongan
hitam.
Berbeda
jauh dengan orang-orang golongan putih yang mempunyai pengetahuan, ilmu
keagamaaan, budaya dan norma hukum negara yang selalu menulis pesan-pesan penuh
dengan nilai-nilai Ilahiah, luhur, kebijaksanaan, dan kebenaran yang memberikan
perubahan pada pola pikir (maindset)
dan perilaku bagi para pembaca ke arah kebaikan bersama. Semoga kita termasuk
didalamnya. Amin..!
Media
sosial telah lama menjamur di dunia maya, dengan berbagai macam layanan yang
bisa digunakan untuk menyampaikan ekspresi yang kita alami dan pahami, telah
banyak memberikan perubahan bagi kemajuan peradaban manusia, contoh
sehari-harinya adalah dapat mengikuti informasi/berita terbaru, mengetahui
keadaan sanak saudara di tempat jauh, bisnis online sehingga kita dapat beradaptasi sesuai perkembangan zaman.
Bagi
orang-orang beragama pesan-pesan dalam Alkitabnya untuk kebaikan bersama sering
disuarakan, bagi akademisi pesan kebenaran ilmiah menjadi argumentasi untuk
menyampaikan kebenaran, bagi jurnalis pesan-pesan yang independen, berimbang
dan akurat disampaikan. Inilah yang disebut menyampaikan pesan berdasarkan
keilmuannya. Keilmuan yang baik dan bijak demi kemaslahatan seluruh umat di
dunia.
Komentar
Posting Komentar