DEMOKRASI “MASUK ANGIN” DI KABUPATEN BUTON
Setelah
beberapa hari belakangan pasca ditolaknya berkas Pasangan H.Hamim-Farid oleh
pihak KPUD dan menetapkan pasangan Umar-Bakry sebagai pasangan calon tunggal,
gejolak sosial politik di daerah ini telah menunjukan geliat hebat, berbeda
dengan daerah anak kandung hasil pemekaran seperti Kabupaten Buton Tengah dan
Kabupaten Buton Selatan yang melaksanakan pesta demokrasi masih relatif normal.
Wajah
demokrasi di Kabupaten Buton sungguh memprihatinkan, seharusnya daerah ini
sudah mempunyai para calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang siap menggaet
suara masyarakat dengan berbagai suguhan visi misi, program kerja, atau
kampanye-kampanye yang mencerdaskan dan mencerahkan demi kemajuan pembangunan
Kabupaten Buton ke depan, kini perlahan-lahan seakan mulai terancam dan banyak
yang mengecewahkan. Contoh yang bisa kita lihat adalah sebagai berikut:
1.
Umar
Samiun dari pasangan Umar-Bakry terpaksa harus menerima pahitnya keputusan dari
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan yang melilitnya terkait
penyuapan kepada Mantan Hakim Konstitusi Akil Mochtar sebesar 1 miliar rupiah
pada Pilkada Tahun 2011 untuk memuluskan sengketa Pilkada Buton di Mahkamah
Konstitusi.
2.
Panwaslu
Kabupaten Buton membatalkan Surat Keputusan KPU Nomor 43 dan 44 tentang
Penetapan Pasangan Calon Umar-Bakry dan berusaha mengakomodir Pasangan
H.Hamim-Farid sebagai salah satu pasangan calon kepala daerah/wakil kepala
daerah Kabupaten Buton, akibatnya Lisiaon Officer (LO) Pasangan Umar-Bakry melaporkan
pihak Panwaslu ke DKPP dan Pengadilan Negeri Buton atas dugaan pelanggan hukum.
3.
KPUD
Kabupaten Buton menolak berkas Pasangan H.Hamim-Farid karena tidak memenuhi
syarat. Keputusan dari KPUD bukan tanpa sebab karena sebelumnya sudah ada surat
edaran yang ditanda tangani oleh Ketua Bawaslu RI Muhammad terkait permasalahan
kepengurusan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) PKPI. Kepengurusan DPN PKPI yang
dinyatakan sah adalah kepengurusan Isran Noor sebagai Ketua Umum dan Semuel
Samson sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen), SK Kementerian Hukum dan HAM
Republik Indonesia Nomor M.HH-19 AH 11.01 Tahun 2015 tanggal 10 November 2015
Tentang Pengesahan Perubahan DPN PKPI dan Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2016
tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota, akibatnya Lisiaon Officer (LO)
kubu pasangan H.Hamim-Farid melaporkan pihak KPUD kepada DKPP atas dugaan
menyalahi aturan yang berlaku.
Skenario
dugaan saling menjegal satu dengan yang lain, baik yang dilakukan oleh pasangan
H.Hamim-Farid maupun Umar-Bakry melalui intervensi lembaga penyelenggara dan
pengawas Pilkada menjadi perbincangan hangat masyarakat, isu-isu mulai
bermunculan bahwa KPUD telah “Kemasukan Angin” oleh Kubu Umar-Bakry karena
telah menolak berkas pasangan H.Hamim-Farid dan menerima pasangan Umar-Bakry,
begitupula dengan Panwaslu telah “Kemasukan Angin” pula oleh pasangan
H.Hamim-Farid karena telah merekomendasikan menerima berkas pasangan
H.Hamim-Farid dan berusaha menggugurkan pasangan Umar-Bakry dalam Pilkada.
Demokrasi
masuk angin rupanya menjadi perdebatan tidak henti-hentinya dari kedua kubu
yang saling berseberangan saat ada dugaan dari masyarakat kepada lembaga-lembaga
independen yang kekurangan vitamin atau obat anti masuk angin. Tidak sehatnya lembaga
penyelenggara dan pengawas Pilkada pada akhirnya hanya melahirkan demokrasi
sakit-sakitan.
Sepengetahuan
saya, dua lembaga ini (KPUD dan PANWASLU) merupakan lembaga independen yang
tidak boleh bermain politik atau menjadi relawan terselubung dari salah satu
pasangan calon kepala daerah, tetapi fakta berbicara lain bahwa kedua lembaga ini
memberi kesan kurang harmonis atau tidak satu arah tentang aturan pelaksanaan
Pilkada, boleh jadi isu yang ada benar dan boleh jadi pula salah. Terlepas dari
dugaan kecurangan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen ini,
seharusnya Pilkada Kabupaten Buton berjalan sesuai dengan mekanisme peraturan
perundang-undangan, bukan karena pesanan atau keberpihakan kepada salah satu pasangan
calon.
Sangatlah
disayangkan jikalau Kabupaten Buton melahirkan calon-calon yang mempunyai
ambisi kekuasaan besar dengan menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan lawan
politiknya, yang berdampak pada terciptanya pelemahan demokratisasi. Pilkada seharusnya
menjadi ajang untuk bertarung secara sehat, berwibawa, cerdas, dan damai bukan
malah menciptakan kegaduhan politik yang merugikan masa depan masyarakatnya.
Semoga demokrasi di Kabupaten Buton jauh dari “Demokrasi Masuk Angin”,
lembaga-lembaga penyelenggaran dan pengawas Pilkada dapat menyelenggarakan dan
mengawal proses demokrasi yang bermartabat dan berkeadilan sosial bagi seluruh
masyarakat Kabupaten Buton. Amin.
Komentar
Posting Komentar