TAFSIR DAN ASBABUN NUZUL AL-QUR’AN SURAT AL MAIDAH
AYAT 51
(Pro dan Kontra Ulama Kontemporer)
Al
Qur’an merupakan kalam Illahi yang berisikan tentang ajaran beragama bagi kaum
muslim/muslimat, kitab pegangan hidup dan jalan hidup umat islam yang digunakan
sampai akhir zaman. Didalam kitab ini mempunyai susunan kata atau kalimat yang
begitu indah lebih indah dari puisi atau sastra buatan manusia, bahkan lantaran
indah dan sempurnahnya untaian kalimat didalam manusia dan jin pun tidak bisa
membuat kalimat serupa yang sebanding dengan Al Qur’an. Kitab yang terjaga
keontentikannya atau keasliannya karena langsung diawasi oleh Allah SWT dan
akan terpelihara hingga hari kiamat nanti.
Beberapa
minggu belakangan ini rakyat Indonesia dikejutkannya kejadian yang
memperlihatkan perbedaan pendapat para ulama terkait isi Al Qur’an khususnya
pada surat AL Maidah ayat 51, sebenarnya berbedaan penafsiran Al Qur’an telah
lama terjadi pasca meninggalnya Nabi Muhammad SAW yang dialami oleh para
sahabat Rasulullah SAW, dan berlanjut pada para ulama hingga terbagi menjadi
beberapa mazhab diantara mazhab Hanafi, maliki, syafi’I dan hanbali. Perbedaan
pendapat para ulama merupakan hal yang biasa dalam dunia Islam, dan mereka
telah terbukti rukun dan damai meskipun berbeda pendapat satu dengan lainnya.
Perbedaan
pandangan penafsiran isi Qur’an sampai sekarang masih sering terjadi salah
satunya Qur’an surat Al Maidah ayat 51 berbunyi:
Ada
dua tafsir yang telah beredar di tengah-tengah masyarakat, yaitu pada Kitab Al
Qur’an “Tarjamah Tafsiriyah” yang diterjemahkan oleh Al-Ustadz Muhammad Thalib
Penerbit Mahad An-Nabawy Edisi II, Rabi’ul Awwal 1433 H / Februari 2012 M,
Yogyakarta, mengartikannya sebagai berikut:
“Wahai
kaum mukmin, janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai
pemimpin-pemimpin kalian. Mereka itu menjadi pemimpin bagi sesame mereka. Siapa
saja diantara kalian yang menjadikan mereka sebagai pemimpin, dia termasuk
golongan kafir. Allah tidak akan memberi petunjuk kepada kaum Yahudi dan Nasrani
yang berbuat zhalim”.
Sedangkan
dalam Kitab Al Qur’an Tafsir Ibnu Katsir jilid 3 yang disusun oleh DR. Abdullah
Bin Muhammad dan bin Abdurahman Bin Ishaq Al-Sheikh, penerbit Pustaka Imam
Asy-Syafi’I. Cetakan I, Tahun 1414 H/1994 M, mengartikan sebagai berikut:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan
Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi
sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim”.
Allah
Tabaka wa Ta’ala melarang hamba-hamba-Nya yang beriman mengangkat orang-orang
Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin mereka, karena mereka itu adalah
musuh-musuh Islam dan musuh para pemeluknya, semoga Allah membinasakan mereka.
Selanjutnya Allah Ta’ala memberitahuikan bahwa sebagian mereka adalah pemimpin
bagi sebagian lainnya. Dan setelah itu Allah mengancam, dan menjanjikan siksaan
bagi orang yang mengerjakan hal tersebut. Alla berfirman yang artinya “Barang
siapa diantara kamu mengambil mereka sebagai pemimpin, maka sesungguhnya orang
itu termasuk golongan mereka.” Ibnu Abi Hatim mengatakan dari ‘Iyadh, “Bawah
Umat pernah menyuruh Abu Musa Al-Asyari untuk melaporkan kepadanya pemasukan
dan pengeluaran yang dicatat” pada selembar kulit yang telah disama. Pada waktu
itu, Abu Musa Al-Asy’ari mempunyai seorang sekretaris yang beragama Nasrani,
kemudian sekretarisnya itu menghadap “Umat untuk memberikan laporan, maka Umar
sangat kagum serapa berujar, ia benar-benar orang yang diteliti. Apakah engkau
bisa membacakan untuk masjid, satu surat yang baru kami lakukan terima dari
Syam. Maka Abu Musa Al-Asu’ari mengatakan bahwa dia tidak bisa. Mata Umat
bertanya: “Apakah ia junub? Ia menjawab tidak, tetapi ia seorang Nasrani. Maka
Umar pun menghardikku dan memukul pahamu, lalu berkata: Keluarkanlah orang itu.
Selanjutnya Umar membaca artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu) (sahabat
karib).
Firman
Allah SWT “Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit di dalam
hatinya”. Yaitu berupa keraguan dan kemunafikan. Mereka dengan cepat
mengangangkat orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin (sahabat karib).
Firman
Allah SWT “Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit di dalam
hatinya”. Yaitu berupa keraguan dan kemunafikan. Mereka dengan cepat mengangkat
orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin (kerabat), dan mencintai
mereka, baik secara lahir maupun batin. “Seraya berkata: “Kamu takut akan
mendapatkan bencana”. Mereka melakukan hal itu, yaitu dalam kecintaan dan
loyalitas mereka adalah karena mereka takut akan terjadinya kemenangan kaum
kafir atas kaum muslimin, jika hal ini terjadi, maka mereka mendapatkan perlindungan
dari Yahudi dan Nashrani, maka hal itu bermanfaat bagi mereka. Mengenal hal
tersebut Allah SWT berfirman “Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan
(kepada Rasul-Nya). As-Suddi mengatakan: Yaitu Fathu Makkah (pembebasan Kota
Makkah). Sedangkan ulama lainnya menafsirkan: “Yaitu ketetapan dan keputusan”.
“Atau suatu keputusan dari sisinya”. As-Suddi berkata: “Yaitu berupa
pemberlakuan jizyah terhadap orang-orang Yahudi dan Nasrani. “Maka karena itu,
mereka: Yakni orang-orang munafik yang mengangkat orang-orang Yahudi dan
Nasrani sebagai pemimpin.
“Terhadap
apa yang mereka rahasiakan dalam diri merek”. Yaitu atas pengangkatan
orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. “Menyesal” yaitu atas tindakan
mereka, dimana mereka tidak mendapatkan sesuatu pun dari mereka (orang-orang
Yahudi dan Nasrani), bahkan mereka pun tidak memperoleh perlindungan, justru mereka
malah mendapatkan keburukan dari mereka. Maka rahasia mereka pun terungkap dan
Allah pun memperlihatkan urusan mereka di dunia kepada orang-orang mukminin
setelah sebelumnya urusan itu mereka rahasiakan, dimana tidak ada seorang pun
yang mengetahui keadaan mereka sebenarnya. Tatkala rahasia mereka terbongkar,
orang-orang mukmin pun melihat secara jelas jati diri mereka yang sesungguhnya,
maka mereka pun merasa heran, bagaimana mereka memperlihatkan bahwa mereka
orang-orang yang beriman, bahkan bersumpah untuk itu. Maka tampaklah dengan
jelas kebohongan dan kemunafikan mereka. Oleh karena itu Allah Ta’ala
berfiirman:
“dan
orang-orang yang beriman akan mengatakan: Inikah orang-orang yang bersumpah
sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?
Hapuslah semua amal perbuatan mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang
merugi”.
Para
ahli tafsir berbeda pendapat mengenai sebab turunnya ketiga ayat tersebut di
atas. As-Suddi menyebutkan, “Bahwa ayat-ayat itu turun berkenaan dengan dua
orang yang salah satunya berkata kepada yang lainnya yaitu setelah terjadinya
perang Uhud: Adapun aku, sesungguhnya aku akan pergi kepada orang Yahudi dan
berlindung kepadanya, serta memeluk agama Yahudi bersamanya, mudah-mudahan dia
akan bermanfaat bagiku jika terjadi sesuatu.
Komentar
Posting Komentar