Mewabahnya corona virus disease 2019 di berbagai belahan dunia bukan hanya mengakibatkan krisis kesehatan tetapi melahirkan economic crisis yang mengguncang semua negara, utamanya negara-negara maju yang mengalami kelumpuhan ekonomi akibat melemahnya perputaran uang. Jurang krisis ekonomi global mengancam semua negara tanpa terkecuali, hal ini dapat dibuktikan dengan rontoknya ekonomi dunia tahun 2020 hingga mencapai minus 7,6%1.
Menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi global mengakibatkan banyak negara mengalami resesi ekonomi. Menurut laman situs Wikipedia menyatakan bahwa “resesi atau kemerosotan adalah kondisi ketika Produk Domestik Bruto (GDP) menurun atau ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Resesi dapat mengakibatkan penurunan secara simultan pada seluruh aktivitas ekonomi seperti lapangan kerja, investasi, dan keuntungan perusahaan”2.
Kondisi resesi ekonomi akibat terpaan wabah Covid-19 berimbas pula pada situasi stagflasi yaitu merosotnya pertumbuhan ekonomi, banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), dan dirumahkannya para karyawan sehingga tingkat pengangguran meroket tajam. Hal inilah yang menjadikan depresi sosial karena ancaman dikeluarkan dari perusahaan, tidak mendapatkan pendapatan, melonjaknya angka kemiskinan, meningkatnya utang, bahkan dapat menumbuhkan tingkat kejahatan.
Menurut Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) Employment Outlook 2020, tingkat pengangguran di negara anggota OECD melonjak dari 5,2% pada Februari menjadi 8,4% pada Mei 2020. Tingkat pengangguran di atas 8% ini menjadi yang tertinggi dalam satu dekade terakhir ini3.
Di Negara Jerman mengalami resesi yang cukup tajam menurut Kantor Statistik Federal Jerman melaporkan, pertumbuhan ekonomi Jerman minus 10,1 persen pada kuartal II-2020. Melanjutkan pelemahan ekonomi dari kuartal sebelumnya yang tercatat minus 2 persen. Sama halnya dengan Negara Amerika Serikat yang terlihat jauh lebih anjlok pertumbuhan ekonominya dibandingkan dengan Jerman, olehnya itu AS resmi masuk jurang resesi setelah pertumbuhan ekonomi AS dilaporkan minus 32,9 persen pada kuartal II-2020, Pada kuartal sebelumnya AS sudah mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang minus 5 persen. Begitu pula Negara Korea Selatan menyusur minus 3,3 persen pada kuartal II-2020, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang terkontraksi 1,3 persen4.
Pukulan telak wabah Covid-19 ternyata mampu melumpuhkan ekonomi negara-negara super power yang dikenal merajai perekonomian dunia, tentunya ini bukan hanya menurunkan pertumbuhan ekonomi (resesi) tetapi masyarakat dunia akan mengalami depresi akibat melemahnya perputaran uang.
Begitupula di Indonesia, berdasarkan penyataan dari Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto “di Indonesia sendiri, selama pandemi ini yang tercatat di Kementerian Ketenagakerjaan adalah 1,8 juta orang terverifikasi di-PHK dan menambah angka pengangguran. Sementara yang belum terverifikasi 1,2 juta dan ini menambah dari pada tingkat pengangguran tahun lalu yang besarnya sekitar 7 juta orang”5.
Kebijakan bekerja di rumah (work from home), Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB), dan social/physical distancing ternyata memberikan dampak terhadap semangat publik dalam melakukan kegiatan ekonomi, akibat pembatasan tersebut semua sektor termasuk bidang ekonomi mengalami kelesuhan dan kurang produktif, jika pandemi Covid-19 dan kebijakan lockdown atau PSBB tetap diberlakukan, maka ekonomi dunia termasuk Indonesia akan terus mengalami resesi bahkan boleh jadi mengarah pada tahapan depresi ekonomi yaitu penurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi dalam jangka waktu lama, alhasil imbasnya semakin banyak jumlah pengangguran, dan pastinya akan melahirkan depresi sosial berupa ketakutan, kegelisahan, konflik, dan lesuhnya psikologi masyarakat.
Penulis mengamati seharusnya Negara Indonesia tidak latah mengalami resesi ekonomi karena potensi sumber daya alam yang sangat melimpah di dalam negara mulai dari laut, darat bahkan udaranya sangat banyak menyimpan kekayaan yang tidak ada pada negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Korea Selatan dan lain-lain.
Hantu resesi ekonomi harusnya dibuang jauh-jauh di dalam jiwa rakyat Indonesia karena hanya rakyatlah yang paling menentukan maju dan mundurnya negara nan indah dan kaya raya ini, keyakinan untuk bangkit dan berjalan di tengah badai wabah tentunya dapat menjauhkan perasaan depresi sosial akibat ancaman resesi global.
Tugas para pemimpin negara sekarang adalah merangsang produktivitas rakyat Indonesia yang berjumlah ratusan juta jiwa agar lebih mencintai produk dalam negeri, menambah dana rangsangan bagi para petani, nelayan, peternak, pelaku usaha kecil, dan menengah agar semakin berusaha menghasilkan produktivitas setiap bulannya, mengurangi bahkan menghentikan impor barang-barang sembilan bahan pokok karena penulis meyakini ekonomi negara akan bertahan dan bangkit jika ada upaya kerjasama/gotong royong semua pihak dalam mendongkrak perekonomian negara. Menghentikan prinsip menyelamatkan diri masing-masing justru akan berimbas pada kelumpuhan ekonomi, sebaliknya kerjasama semua pihak justru akan menopang sendi-sendi ekonomi negara yang menjadikan Indonesia tetap jaya meski di berada tengah badai wabah pandemic Covid-19.
Jaya Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. https://m.liputan6.com/bisnis/read/4316814/covid-19-bikin-ekonomi-dunia-rontok-hingga-minus-76-persen-di-2020 diakses hari Jum'at 2020. Diakses 8 Agustus pukul 08.00 Wita.
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Resesi. Diakses tanggal 8 Agustus pukul 11.47 Wita.
3. https://news.ddtc.co.id/oecd-tingkat-pengangguran-2020-lebih-parah-ketimbang-krisis-2008-22178. Diakses tanggal 8 Agustus pukul 11.54 Wita.
4. https://money.kompas.com/read/2020/08/02/131100126/daftar-5-negara-yang-masuk-jurang-resesi?page=all. Diakses tanggal 8 Agustus pukul 12.25 Wita.
5. https://www.merdeka.com/uang/akibat-covid-19-tingkat-pengangguran-dan-kemiskinan-global-meningkat-tajam.html. Diakses tanggal 8 Agustus pukul 11.57 Wita
Komentar
Posting Komentar