Darmin Hasirun
Hiruk pikuk kehidupan kota telah menciptakan polusi hati yang menjadikan manusia semakin mengejar kekayaan yang tak kunjung habis di dunia ini. Individualisme dan hedonisme yang bersangkar di dalam diri orang kota kadang melupakan makna kebersamaan, dan kekeluargaan dengan sanak saudara, yang ada hanyalah berfantasi dengan teknologi peradaban manusia. Suasana hening memecah keributan dari omong kosong suara riuh manusia perkotaan yang terlalu sibuk mengisi akalnya dengan rasio kebodohan di atas panggung duniawi yang penuh tipuan, senda gurau dan permainan belaka.
Di titik ini mereka sering terjebak dalam persepsi rasa aman dan kejayaan dengan segala kemewahan dunia tetapi hakikatnya tertipu oleh kerapuhan jiwa dan hati sanubari, maka cobalah merenung dan berkontemplasi kehadirat Rabb Pencipta Alam Semesta agar menemukan jadi diri yang sebenarnya, siapakah saya? Karena dengan mengenal diri sejatinya akan menemukan cahaya abadi yang selalu menuntun dalam kegelapan, Rumi pernah berpuisi sebagaimana dikutip dalam buku karangan Dr Haidar Bagir berjudul “Belajar Hidup” mengatakan: “kenali dirimu, alami sendiri, agar kau kenali Tuhanmu”.
Jati diri manusia di dunia ini pada dasarnya diciptakan hanya untuk beribadah kepada Tuhan Maha Kuasa, “Dan tidaklah Aku telah menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk mengabdi kepada-Ku” (Q.S. Adz-Dzariyat:56). Kata ibadah yang dimaksud disini adalah segala tindakan, ucapan, kata hati dan lain-lain dilakukan semata-mata hanya untuk mendapatkan rahmat dan ridho Allah Swt yang sangat sempurna menciptakan segala mahluknya hanya dengan kalam “kun fa yakun”.
Saudaraku seiman dan sekemanusiaan, sekarang tetapkan dalam hati nurani dengan keyakinan dalam menatap masa depanmu yang cerah di bawah naungan kasih sayang Tuhanmu karena dititik inilah engkau harus bisa mengubah diri menjadi manusia sejati yang diciptakan sebagai khalifah di bumi persada, insan paripurna dengan segala manfaat yang dirasakan oleh alam semesta.
Inilah puncak Setelah mendaki puncak berteriaklah dengan sekeras tenaga, keluarkan unek-unek yang menggerogoti hati agar tidak bersemayam di dalamnya, tetapi janganlah engkau sombong atas prestasimu, lihatlah langit yang menjulang tinggi di angkasa ada banyak mahluk yang melewati ketinggian gunung.
Kesombongan adalah baju Sang Penguasa Alam, tidak pantas mahluk memakai baju ini, dan pakailah baju sederhana penuh tambalan dan sobekan sebagai bukti bahwa diri ini hina dihadapan Rabbku.
Puncak keheningan yang membalut raga semakin merasakan betapa kecil diri ini dihadapan-Mu, kutatap langit yang memutih terbentang luas jauh kesana, kutatap di kaki gunung terlihat ada banyak pepohonan tinggi, ribuan rumah dan manusia semua yang kutatap di bawa seakan seperti debu di padang pasir yang setiap saat terhempas oleh kerasnya angin.
Komentar
Posting Komentar