MAKNA KELUARGA
Tidak seorangpun
manusia di dunia ini yang bisa bertahan hidup menyendiri, bahkan seorang Nabi Adam AS juga menginginkan adanya pendamping hidup untuk menemaninya dikala duka, senang,
bekerja, bahkan mengelola alam yang telah Allah SWT ciptakan demi kemaslahatan
manusia.
Begitupula
dengan kita sendiri yang sekarang hidup di era moderen, tidak akan terlepas
dari keluarga, baik lelaki ataupun wanita yang sukses di bidangnya pastinya ada
dukungan keluarga.
Keluarga yang saya maksud dalam tulisan ini ada dua yaitu pertama keluarga kecil yang terdiri
atas ayah, ibu dan anak-anak. Kedua keluarga besar yaitu ayah, ibu, anak, cucu, cicit, kemenakan dan hubungan
kekerabatan yang dekat lainnya.
Dalam kehidupan yang
saya jalani beberapa tahun belakangan ini bersama keluarga di tempat
yang cukup jauh yaitu Pulau Batuatas, meski jauh di mata tetapi terasa dekat di
hati. Kenapa? Karena bentuk kecintaan saya yang besar di
tengah-tengah keluarga tersebut, mungkin yang dirasakan adalah jikalau kamu ada, maka hidup akan berarti, begitupula sebaliknya jikalau tanpamu, maka hidup ini akan kurang terasa nikmat seperti pepatah bagai "sayur tanpa garam".
Memang harus
kita akui bahwa menjaga bahterah keluarga besar cukup sulit dengan berbagai
karakter yang berbeda satu dengan yang lain sehingga bisa jadi menimbulkan
pertengkaran, perbedaan pandangan, sikap sombong, tidak perduli dan masih
banyak lagi, tetapi segala sesuatu yang berat kalau dipikul bersama pastinya
akan terasa ringan, bukan hanya ringan masalahnya untuk diselesaikan tetapi
hati menjadi ringan untuk bersama, ringan bertemu, dan ringan memikul tanggung
jawab sebesar apapun itu. Apakah itu betul? Tentunya 100% betul karena dengan adanya
keluarga, maka hati rasanya tenang dikala sedih melanda, hati terasa senang
dikala bertemu dan hati terasa damai jikalau bertutur kata.
Keluarga besar
bukan hanya jumlahnya yang besar tetapi ada yang mengikat mereka akan
nilai-nilai atau tradisi yang berkembang dalam kelompok tersebut, dan pastinya
akan terasa bangga jikalau ada satu atau dua keluarga besar yang masih terjaga
hubungan baiknya.
Di era yang
penuh tantangan ini bisa menjadi hambatan untuk melestarikan keluarga besar
ini karena kecenderungan untuk mengejar materi, individualisme / memetingkan
diri pribadi, hanya ingin menyelamatkan diri sendiri, bahkan tidak mau
lagi bergabung dengan keluarga dengan alasan sibuk, lagi ada pekerjaan, belum
sempat dan 1001 macam alasan kuno yang dilontarkan untuk membenarkan
tindakannya.
Padahal sikap
tersebutlah yang merupakan kesalahan tidak pernah disadari, untuk meminta maaf
saja susahnya, mau dikoreksi susah menerima pendapat orang lain, mau berkumpul
ingin mengikuti selera sendiri.
Coba anda
bayangkan jikalau keluarga anda masih terjaga dengan baik akan terasa ringan
untuk bertemu, senang untuk bersendau gurau, bahagia membuka memori masa
lampau, damai saat ngobrol, segala kebekuan dan kepenatan karena
kesibukan akan terurai dengan baik dan pastinya akan rontok hilang begitu
saja.
Janganlah kita
hidup pada keluarga yang saling mencela, saling memusuhi, menfitnah, menuduh,
mencela, ghibah (membicarakan yang tidak benar maupun menyalahkan yang benar). Keluarga besar seharusnya sering-sering bertemu (silaturahmi) dikala waktu
senggang, saling mengunjungi antara adik dan kakak, anak dan orang tua sehingga sikap – sikap yang tercela, dan penyakit hati akan terhindar.
Setiap orang
dewasa ataupun yang sudah berkeluarga kebanyakan merindukan masa-masa kecil
dulu, bermain bersama, riang gembira, berkumpul mengerjakan dan menyelesaikan
pekerjaan, nonton bersama, makan bersama, dan rekreasi bersama.
Ada ungkapan bahwa "setiap orang dewasa yang meminpikan masa kecilnya berarti masa sekarang
adalah tidak lebih baik dari masa lalunya" . Hal ini tidak semua benar karena mengingat memori lama adalah bagian dari sifat manusiawi yang cinta dengan nostalgia masa lalu.
Kadang pula kita mendapatkan ada perubahan sikap seseorang setelah dia beranjak dewasa, menikah bahkan mempunyai anak menjadikan diri
semakin sempit cara berpikirnya, egois, mau menang sendiri, sombong,
merendahkan orang dan masih banyak lagi sehingga tidak sedikit anak menjadi
guru yang terbaik buat orang tua atau orang dewasa itu.
Seharusnya
orang tua atau orang dewasalah yang harus memberikan pendidikan, contoh,
teladan yang baik untuk anak-anaknya, bukan dengan merendahkan anak tidak tahu
apa-apa yang dapat berdampak buruk bagi perkembangannya, orang tua yang bijak adalah orang tua yang selalu memberi contoh kepada anaknya terus menerus tanpa lelah, dan mendorong anaknya menjadi orang-orang yang baik dan berprestasi.
Mungkin zaman
semakin berubah jadi cara berpikirnya pun berubah, seharusnya zaman boleh
berubah tetapi moral, nilai baik, etika tidak boleh dan tidak bisa berubah.
Baik tetaplah baik selama-lamanya, buruk tetap buruk selama-lamanya. Baik tidak
akan bercampur dengan buruk, akan terpisah satu sama lain. Siapa yang bisa memberikan petunjuk itu? Hanya Allah SWT yang dapat memberikan petunjuk baik dan buruk! Dan
suatu hari kita akan dimintai pertanggungjawaban akan perbuatan kita.!
Komentar
Posting Komentar