Lahirnya dualisme kepemimpinan di Partai Demokrat menimbulkan banyak perdebatan dan asumsi dari berbagai kalangan, ada pihak yang mendukung kepemimpinan Moeldoko dan ada pula yang tetap setia kepada Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Partai yang selama dikenal demokratis dan terbuka, kini harus berhadapan dengan cobaan situasi yang jauh dari prinsip demokrasi.
Pihak yang mendukung Moeldoko nampaknya orang-orang Partai Demokrat yang tidak puas dengan kepemimpinan AHY serta beberapa orang internal partai yang diduga diiming-imingi uang untuk mengikuti Kongres Luar Biasa (KLB) di Deliserdang, Sumatera Utara pada hari Jumat, 4 Maret 2021 1.
Suasana konflik Pantai berlambang Mercy ini mengingatkan saya kepada konflik internal yang dialami oleh beberapa partai politik di tanah air sebut saja dualisme kepemimpinan di Partai Golkar tahun 2014 yang memecah belah pengurus partai menjadi dua kubu berlawanan yaitu Abu Rizal Bakrie sebagai Ketua Umum versi Munas Bali dan Agung Laksono Ketua Umum versi Munas Ancol. Konflik kedua kubu menjadikan Partai Golkar semakin terpuruk di mata masyarakat karena semakin lama dan rumitnya proses penyelesaian sengketa kepengurusan partai. Ternyata dibalik konflik internal Partai Golkar inilah kubu dari Agung Laksono mengambil haluan bersama-sama dengan Pemerintah sedangkan kubu Abu Rizal Bakrie lebih memilih menjadi oposisi. Kecurigaan publik terhadap intervensi dari Pemerintah semakin kuat setelah melihat bersatunya kubu Agung Laksono dalam barisan Pemerintah dan memasukan kader-kader Partai Golkar dalam komposisi kabinet.
Begitu pula dengan konflik internal di Partai Amanah Nasional (PAN) yang melahirkan konflik antara Amien Rais dan Zulkifli Hasan, ceritanya berawal dari persaingan dalam dinamika politik pemilihan umum Partai Amanat Nasional (PAN) perseteruan Amien Rais dengan besannya, Zulkifli (Zulhas), kini justru lebih tampak sebagai konflik bapak-anak. Ini tidak lain karena belakangan Mumtaz Rais lebih menonjol menyampaikan narasi tandingan atas ketidakpuasan kubu Amien Rais terhadap hasil Kongres PAN di Kendari2.
Kubu Zulkifli Hasan nampaknya lebih berpihak kepada Pemerintah, sedangkan kubu Amien Rais cenderung mengkritik habis-habisan atas kebijakan Pemerintah yang menghasilkan dua pandangan yang sangat berbeda. Alhasil Amien Rais terpaksa keluar dan mendirikan Partai baru yang diberi nama Partai Ummat.
Jika kita kembali pada konflik di dalam Partai Demokrat yang menjadikan 'Matahari Kembar' dengan terpilihnya Moeldoko dalam KLB di Deliserdang versus AHY hasil Kongres V di Jakarta, tentunya kita bertanya-tanya. Kenapa Moeldoko berani mencoba merampas jabatan AHY dari kursi Ketua Umum dengan mengikuti KLB ? Keberanian Moeldoko menjatuhkan AHY boleh jadi bukanlah sesuatu yang tidak disengaja atau tanpa perhitungan yang matang, kemungkinan sudah ada skenario yang matang untuk mempersiapkan rencana akbar tersebut, dimana Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP) sudah menghitung-hitung untung dan ruginya mengkudeta AHY.
Setelah KLB menghasilkan Ketua Umum, maka langkah selanjutnya adalah sesegera mungkin melakukan mendaftarkan diri Ketua beserta pengurus lainnya di Kemenkumham RI untuk mendapatkan legalitas secara hukum. Apakah kubu Moeldoko akan direstui oleh Kemenkumham?
Saya kira tidak perlu menjelaskan lebih detail karena pasti para pembaca yang budiman sudah menebak jalan cerita dari drama konflik Partai Demokrat ini.
Mari tunggu episode selanjutnya.
Sumber:
2. https://www.wartaekonomi.co.id/read302289/pan-pecah-dari-konflik-besan-vs-besan-kini-ayah-vs-anak.
Penulis, Darmin Hasirun
Komentar
Posting Komentar