Darmin Hasirun
Akademisi Universitas Muslim Buton
Pandemi Covid-19 belum berakhir, semua pihak masih bekerja keras untuk menuntaskan masalah virus ini dengan berbagai cara, salah satunya gencarnya implementasi program Vaksinasi Covid-19 secara nasional tetapi sampai hari ini belum menunjukan hasil yang memuaskan, sementara terlihat disisi lain ekonomi masyarakat kecil masih terkatung-katung akibat dampak badai pandemi Covid-19.
Memang secara makro ekonomi, Indonesia masih terbilang cukup aman dalam hal pertumbuhan ekonomi nasional, berdasarkan pernyataan dari Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani ‘ekonomi Indonesia relatif masih moderat kontraksi ekonomi di 2020, minus 2,07%. Dibandingkan dengan negara G20 dan Asia Tenggara kita relatif cukup moderat kontraksi ekonominya. Artinya, kita mampu tangani Covid-19 dan mampu kurangi dampak Covid-19 dalam perekonimian, jadi dampaknya tidak sedasyat dan sedalam negara lain, sebagai contoh, Singapura mengalami kontraksi ekonomi minus 5,8%, Filipina minus 9,5%. Lalu, negara maju seperti Amerika Serikat minus 3,5%, Jerman minus 5%, Rusia minus 3,1%, Perancis minus 8,4% dan Italia minus 8,8%’.(dikutip di kompas.com, 13/3/2021).
Bila dilihat dari data yang dipaparkan oleh Menteri Keuangan RI di atas, tentunya Negara Indonesia perlu berbangga tetapi urusan ekonomi negara bukan hanya pada aspek makro ekonomi saja dengan melakukan analisis pertumbuhan ekonomi secara nasional atau melakukan perbandingan pertumbuhan ekonomi antar negara-negara di dunia karena boleh jadi pertumbuhan ekonomi hanya didominasi oleh para konglomerat sedangkan rakyat jelata yang setiap harinya banting tulang mengejar rupiah di pasar-pasar, pinggir-pinggir jalan, dan tempat-tempat keramaian lainnya, mereka yang menjual sayur, buah-buahan, penjual roti, pedagang gorengan, para petani, peternak, nelayan, para pedagang warungan di kampung-kampung / desa-desa, dan sederat usaha-usaha kecil menengah rakyat, mereka boleh jadi luput dari pantauan pemerintah, apalagi dengan adanya pembatasan ruang gerak masyarakat kecil untuk mengurangi tingkat penularan virus yang berdampak mencekik keuangan masyarakat kecil.
Berdasarkan berita resmi statistik No.16/02/Tn.XXIV, 15 Februari 2021, terlihat data jumlah masyarakat miskin masih meroket bahkan September 2020 mengalami peningkatan yang cukup tajam sebesar 10,19%, hal ini menunjukan bahwa rakyat Indonesia banyak terjebak pada jeratan kemiskinan, olehnya itu segenap jajaran Pemerintah Pusat, daerah sampai desa/kelurahan harus bergotong royong menekan melonjaknya angka kemiskinan dengan memberikan ruang yang besar dan bantuan secara berkala kepada masyarakat dalam membuka Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Hal ini sesuai dengan asumsi Pemerintah yang mengakui bahwa UMKM menjadi garda terdepan dalam menopang perekonomian nasional yang mampu menyerap lapangan pekerjaan, inovasi dalam bisnis, bahkan di tengah perusahaan-perusahaan besar mengalami PHK besar-besaran karena tidak mampu membiaya gaji dan tunjangan karyawannya, tetapi para pelaku UMKM berhasil bertahan di tengah terjangan ‘badai corona’.
Melepaskan kepentingan ego para penguasa di atas penderitaan rakyat kecil perlu dikubur habis-habis seperti tindakan korupsi dana sosial, merampok bantuan penanganan pandemi, nepotisme di lingkup pemerintah, bahkan kolusi yang hanya menguntungkan para kontraktor dan oknum-oknum pemerintah.
Olehnya itu, kejahatan birokrasi perlu dihentikan dengan memberikan hukuman seberat-beratnya demi menghentikan virus kemiskinan rakyat, dan pemerintah harus dapat membangkitkan lagi ekonomi rakyat kecil dalam merangsang pendapatan mereka patutlah menjadi skala prioritas program Pemerintah karena usaha masyarakat kecil sangat menentukan kemajuan negara Indonesia.
Komentar
Posting Komentar