Melahirkan seorang bayi merupakan anugerah terindah dan paling dinanti-nantikan dalam mahligai rumah tangga, kehadiran sang bayi sering diabadikan sebagai momen bersejarah dalam hidup pasangan sejoli karena tidaklah gampang melahirkan bayi yang membutuhkan proses sekitar 9 bulan dalam kandungan dengan segala tantangan dan rintangan yang dihadapi.
Hal berbeda dengan momen kelahiran bayi gemuk seberat 5 kg yang dilahirkan tengah malam jam 12, disaat orang-orang tertidur lelap, tiba-tiba terdengar bunyi keras seperti suara meja yang diketuk dengan palu hingga para tetangga terbangun melihat dan mendengarkan desas-desus bahwa telah lahir seorang bayi gemuk.
Saking gemuknya sang bayi itu, oleh orang tuanya diberi nama Omnibus Law, nama yang cukup asing di telinga warga sekitar hingga mereka bertanya-tanya, apa makna dibalik nama itu? Ternyata orang tuanya memberi nama karena ukurannya yang besar melebihi ukuran bayi lainnya.
Keesokan harinya, hampir semua warga di kota itu dipenuhi oleh orang-orang yang penasaran dengan sang bayi hingga banyak orang berdesak-desakan untuk masuk di rumah orang tua bayi gemuk itu.
Tidak lama kemudian tersiar kabar bahwa ada penolakan warga terhadap kehadiran bayi karena menurut kepercayaan warga setempat, itu adalah pertanda malapetaka alias celaka. Ada yang mengatakan bahwa berita bohong alias hoaks dan ada pula yang mempercayai kebenarannya. Mendengarkan berita hoaks dan benar menimbulkan pro dan kontra, perdebatan tidak terelakan bahkan menimbulkan pertengkaran di tengah-tengah warga. Padahal si bayi gemuk hanya terbaring riang gembira di kamarnya.
Warga yang sudah terlanjut basah mendengarkan dan mempercayai mitos celaka itu menjadi rusuh karena mereka menginginkan agar si bayi tidak boleh ada di desa mereka, sementara kedua orang tuanya bersikeras tidak akan meninggalkan kampung sampai si bayi menjadi dewasa nantinya. Warga sekampung menjadi gaduh karena lahirnya anak bayi gemuk yang tidak berdosa, sementara para pemuda kampung yang meyakini mitos itu terus menyiarkan bahwa ada tanda tidak baik hingga orang tuanya dipaksa hengkang dari kampung dan sang bayi tidak boleh hidup di kampung mereka. Akhirnya para petugas keamanan turun tangan menangani masalah ini agar menciptakan kondisi aman dan damai dari segala masalah yang dihadapi oleh warga desa.
Perlahan-lahan para petugas mencari tahu siapa dalang dibalik pertengkaran antar warga, ternyata ada tokoh intelektual yang menggerakan mereka tetapi dibalik para tokoh itu ada pula pihak yang memanfaatkan situasi konflik yaitu orang-orang di luar kampung mereka agar warga kampung terus termakan hasutan dan fitnah sehingga konflik dan ketidakdamaian desa tidak lagi terkendali, akhirnya desa itu mulai ditakuti oleh orang-orang di kampung lain dan mereka mengurung niatnya agar tidak diperbolehkan berkunjung ke desa si bayi gemuk itu.
Semakin lama kondisi desa semakin tidak menentu dan warga desa terbelah hanya karena cara pandang yang berbeda satu dengan yang lainnya, dan pada akhirnya desa itu mulai sepi dan tidak terurus lagi karena konflik yang tidak bisa dibendung.
Saudara-saudaraku yang budiman, kisah di atas adalah ilustrasi kondisi Negara Indonesia yang sekarang lagi dihantam oleh berbagai isu pemicu lahirnya konflik di dalam negeri kita dan pemecah belah persatuan umat, padahal jika ditelaah baik-baik, bahwa para tokoh harusnya duduk bersama menyatuhkan persepsi untuk menjadi garda terdepan menjaga keutuhan NKRI.
Teringat sekali dengan gerakan revolusi besar-besaran yang berhasil menjatuhkan Presiden Soeharto dari kursi Presiden RI tahun 1998, sekaligus menandakan beralihnya rezim orde baru dengan gaya otoritarian menjadi masa reformasi yang penuh dengan nuansa demokrasi, revolusi yang banyak memakan korban anak-anak bangsa di tengah perjuangannya melawan rezim tangan besi, tetapi kenyataannya saat kita memasuki masa reformasi yang konon banyak melahirkan perubahan signifikan dalam segala aspek kehidupan bangsa, ternyata banyak juga melahirkan para koruptor, penipu rakyat, mafia proyek, dan para penjahat kera putih lainnya.
Saudaraku-saudaraku yang budiman, ketika bangsa ini timbul konflik dimana-mana, yang kena imbasnya adalah rakyat juga, dan rakyat hanya dijadikan sirkus para elit, sedangkan para pemain sirkus sibuk dengan strategi merebut kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan. Padahal semua ini hanyalah permainan pikiran dan retorika para dagelan politik, rakyatlah yang menjadi korban atas semua kerusuhan yang ada.
Mari ciptakan rasa damai karena tidak ada sistem yang menjamin kedamaian selain kembali lagi kepada sikap rakyatnya yang cinta damai,
Menjernihkan pikiran dari segala fitnah akhir zaman adalah tugas semua elemen bangsa.
Pihak yang menolak silahkan berjuang dengan jalur yang sehat,
Pihak yang menerima silahkan mempertahankan prinsip dan kepercayaannya.
Tetapi ingat..! lagi-lagi kita semua harus bisa menjaga keutuhan NKRI dari segala ancaman di dalam maupun luar negeri karena Indonesia adalah Negara Pancasila dengan semboyan bhineka tunggal ika artinya boleh berbeda pandangan tetapi satu jua. Hanya dengan menyatuhkan barisan semua umat, kita akan bisa menciptakan negeri yang aman dan sentosa.
Komentar
Posting Komentar