Beberapa hari belakangan ini terus tersiar kontroversi Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI melalui sidang paripurna, alhasil ternyata hasrat memberlakukan aturan baru ini tidak berjalan mulus, diduga dikarenakan ada unsur pemaksaan tanpa melakukan konsultasi publik secara komprehensif dan massif. Kebijakan apapun selama berlawan dengan hati nurani rakyat tentunya secara otomatis akan terjadi perlawanan seperti halnya kondisi UU Cipta Kerja yang dilahirkan secara paksa tanpa melalui komunikasi yang tepat.
Debat dan demontrasi dari kalangan masyarakat dan elit bangsa tidak terbendung lagi. Banyak orang yang menyalahkan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat yang notabene bertugas menyampaikan aspirasi rakyatnya agar teralisasi, tetapi nasib rakyat memang tidaklah semanis janji saat kampanye calon anggota dewan dulu, rakyat sering mendapatkan realitas yang jauh dari iming-iming politik para wakil rakyat setelah duduk di senayan.
Di balik gelombang penolakan UU Cipta Kerja ternyata Pemerintah masih mempunyai tugas berat dengan munculnya gelombang pengangguran meningkat per Februari 2020 yang mencapai 6,88 juta orang. Jumlah ini naik 0,06 juta atau 60 ribu orang dibandingkan Februari 2019 secara year on year (yoy)1. Ditambah dengan gelombang kemiskinan yang terus membengkak pada Maret 2020 ada sebesar 26,42 juta orang miskin, meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019 dan meningkat 1,28 juta orang terhadap Maret 20192.
Memang aneh bin ajaib, undang-undang yang nyata-nyata dirasakan dampaknya oleh rakyat dipaksakan oleh para anggota DPR RI, sementara aturan yang diberlakukan kepada anggota legislatif ternyata lebih mencari keuntungan mereka sendiri agar mendapatkan perlakuan yang spesial di mata negara. Oh padahal sebelum mereka menduduki jabatan tinggi negara, para anggota DPR RI yang terhormat harus bersusah payah meminta suara (dukungan) rakyat. Tiba mereka menduduki jabatan empuk, rakyatnya dilupakan dan dijadikan seakan “mengemis” belas kasihan dari para anggota legislatif. Memang sih tidak semuanya, tetapi negara hanya mengenal suara mayoritas dibandingkan suara minoritas dalam pemberlakuan kebijakan. Suara rakyat seolah bukan menentukan keputusan di dalam parlemen, yang ada hanya suara orang-orang berdasi yang duduk di kursi dewan. Rakyat teriak-teriak jangan diberlakukan eh malah ngotot ingin mengesahkannya, maka jadilah konflik elit dan massa.
Ada 6,88 juta penduduk Indonesia yang masih terluntah-luntah susah mencari kerja demi sesuap nasi dan semua ini akan tuntas dengan mencari solusi kebijakan yang pro rakyat bukan para cukong, asing, aseng, pemegang saham, ataupun para pemilik perusahaan.
Saya merasakan dengan diberlakukannya UU Cipta Kerja, tidak ada marwah dan semangat untuk menuntaskan masalah pengangguran yang dimana lebih dari 6 juta penduduk bersusah payah mencari kerja, yang ada hanyalah melahirkan konflik secara vertikal antara kelompok massa dan elit. Massa menginginkan aturan yang betul-betul berpihak kepada rakyat Indonesia yaitu membuka lapangan kerja, kemudahan membuka usaha, menaikan upah minimum, dan meningkatkan kesejahteraan para buruh. Disisi lain para elit berupaya memaksakan aturan yang jelas-jelas ditolak oleh massa (rakyat) sehingga rakyat merasakan adanya ketidakadilan para penguasa terhadap rakyatnya. Hal inilah yang sangat bertolak belakang dengan amanah dalam Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kearifan para anggota DPR RI maupun Pemerintah sangatlah ditunggu-tunggu dalam menyikapi reaksi publik, dan upaya merespon aspirasi publik dapat dilakukan dengan baik apabila para elit membangun komunikasi yang sehat dengan rakyatnya. Lagipula tidak ada aturan negara yang abadi, semuanya akan berubah disesuaikan dengan kebutuhan rakyat dan perubahan zaman dengan berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan aturan agama yang dipegang teguh dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sumber:
1. https://tirto.id/bps-catat-pengangguran-per-februari-2020-capai-688-juta-orang-fkAU.
2. https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/07/15/1744/persentase-penduduk-miskin-maret-2020-naik-menjadi-9-78-persen.html
Komentar
Posting Komentar