Cerita ini diambil dari tugas mahasiswa di mata kuliah leadership, mereka diwajibkan menceritakan kisah-kisah inspirasi yang dapat membangkitkan motivasi bagi teman-temannya di dalam kelas, setiap mahasiswa harus tampil di depan dan berdiri layaknya seorang motivator, tetapi ternyata ada satu orang mahasiswi saya yang menceritakan kisahnya dari sejak lulus SMA sampai bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi Universitas Muslim Buton, hal ini diangkat karena ada pesan moril tentang perjuangan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di tengah keterbatasan ekonomi yang dialami oleh orang tuanya.
Berikut ini kisah yang diceritakannya.
Saat lulus SMA
banyak teman-temannya bertanya satu dengan yang lain, kamu mau lanjut di mana setelah lulus sekolah ini? maklumlah kebiasaan siswa/siswi
yang sudah menamatkan dirinya di SMA/sederajat pasti mereka akan berpikir untuk
melanjutkan pendidikan, melihat teman-temannya yang lagi sibuk berlomba-lomba
mendaftarkan diri di kampus pilihannya. Diapun berkata di dalam hati dengan
pesimis “Mungkin saya cukup sampai disini saja, maksudnya hanya sampai ke
jenjang SMA saja”. Ungkapnya sambil menahan air matanya karena sedihnya tidak
ada harapan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, padahal dia baru mulai bercerita tetapi rasa sedih sudah menyelumutinya, saya yang melihat reaksi dia merasa bingung apa yang dipikirkannya?
Beberapa saat kemudian dia melanjutkan lagi ceritanya, di suatu hari dia sempat mengikuti kegiatan sosialisasi dari salah satu kampus tentang penawaran jalur bidik misi bagi siswa yang telah lulus dan mempunyai KIP, tetapi lagi-lagi dia terus mengatakan di dalam hati “mungkin hanya sampai disini saja menumpuh pendidikan karena faktor ekonomi melihat orang tua mulai sakit-sakitan” kali kedua diapun meneteskan air mata dan suasana kelas menjadi hening karena ungkapan perasaan yang membuat kami terbawa oleh emosi kesedihannya.
Sempat dia ingin berangkat ke Kolaka untuk mendaftarkan diri di salah satu perguruan tinggi, tetapi niatan tersebut ternyata menimbulkan keraguan dari saudara dan orang tuanya karena kedua kakaknya sedang menjalani kuliah sementara biaya kuliah dan beban hidup yang berat menjadikan dia harus mengurung niatnya untuk tidak melanjutkan pendidikan lagi.
Orang tuanya pun sempat berkata “kalau mau kuliah nanti tunggu dulu kakak-kakakmu selesai kuliah baru kamu lanjut kuliah”. Hal ini dilakukan karena susahnya membiayai kuliah dan menutup kebutuhan sehari-hari. Harus ada yang perlu bersabar untuk mengurangi beban kedua orang tua, maka diapun memutuskan menganggur selama 2 tahun.
Bagi dia 2 tahun adalah waktu yang cukup lama karena tidak adanya kegiatan untuk mengisi hari-harinya apalagi teman-teman sekolah dahulu telah menginjakan kakinya di perguruan tinggi sementara dia sendiri harus menahan diri di kampung sambil membantu kedua orang tuanya.
Selama di kampung, dia sempat mendaftarkan diri menjadi anggota KPPS meskipun dia masih merasa pesimis dengan kemampuannya, kakaknyalah yang menyemangati dia untuk mencoba tes di KPPS karena boleh jadi nasib baik berpihak kepadanya dan Alhamdulillah hasilnya dia dinyatakan lulus dengan gaji yang lumayan bagus. Selama bekerja di KPPS, gaji yang diterimanya tabung untuk keperluannya apabila dibutuhkan kedepan.
Setelah menjadi anggota KPPS, ada temannya yang kebetulan bekerja di Kota Baubau menawarkan kerja bersama di Kota Baubau, dan diapun senang dengan tawaran tersebut karena menganggur di kampung cukup berat dirasakannya, setelah itu dia meminta izin kedua orang tuanya untuk bekerja di Kota Baubau, tetapi orang tuanya merasa was-was karena bekerja di kota penuh resiko dan macam-macam kejadian yang cukup meresahkan para orang tua, apalagi mereka yang tinggal jauh dengan perkotaan.
Bagi dia “mencoba sesuatu yang baru harus dilakukan selagi bisa dijalani”, prinsip inilah yang mengantarkannya hingga berani mengambil keputusan bekerja pada sesuatu yang baru, ternyata selain penawaran kerja, ada juga info lain yang didapatkan dari temannya bahwa ada kampus baru di Kota Baubau bernama Universitas Muslim Buton dengan biaya SPP yang murah, tanpa biaya pembangunan dan tanpa biaya pendaftaran. Hal inilah yang menguatkan keyakinan dia untuk memutuskan kuliah dari perguruan tinggi karena akan ada pendapatan dari tempat kerjanya yang diperkirakan dapat menutup biaya kuliahnya tanpa bergantung dan memberatkan orang tua.
Awalnya dia meminta izin kepada kedua orangnya dan orang tuanya mengizinkan karena biaya pendidikannya cukup murah, diapun meminta izin juga kepada kakaknya, dan sempat bertanya mengenai status dari kampus baru tersebut, dengan yakin dia berkata bahwa kampus ini resmi, biaya pendidikannya bisa dijangkau, sedangkan mahasiswanya tahun ini adalah angkatan pertama, begitupula dengan akreditasi pastinya akan didapatkannya, ungkapnya dengan penuh keyakinan. Alhasil orang tua dan kakaknya mengizinkan dia melanjutkan kuliahnya, dan berjanji kakaknya akan membantu dia selama kuliah sedangkan orang tuanya berpasrah menyerahkan keputusan tersebut kepada kakaknya.
Di Kota Baubau dia sempat bingung karena kerasnya kehidupan di kota, makanya dia harus menabung dan hemat dengan pengeluaran, kuliah sambil bekerja adalah pilihan yang berat karena harus lelah dan capek menghadapi dua tugas yang sama-sama berat dan penting tetapi pilihan inilah yang dia jalani demi melanjutkan kuliahnya. Sempat terbesik di dalam hatinya bahwa “Tuhan ini Maha Baik, disaat sulit seperti ini, ada-ada saja pertolongan diberikan kepada hambanya”.
Mahasiswi yang ada di cerita ini bernama Zulmiati yang sekarang dia lagi menjalani kuliah di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP UMU Buton semester 5, dan saya kadang berkunjung di tempat kerjanya membeli pulsa internet, dan token listrik karena tergolong cukup murah.
Pengalaman inilah yang dibagikan kepada teman-temannya, orang lain dan generasi selanjutnya bahwa hidup harus butuh perjuangan, keberanian dan pengorbanan agar kita bisa menggapai cita-cita yang diimpikan.
Komentar
Posting Komentar