Langsung ke konten utama

ASPEK KEBIJAKAN SISTEM AKREDITASI PERGURUAN TINGGI DAN PROGRAM STUDI

Darmin Hasirun
Akreditasi adalah hasil penilaian tingkat kelayakan suatu organisasi khususnya perguruan tinggi dalam hal kesiapan menyelenggarakan tugas organisasi yang kredibel, dan akuntabel sehingga publik dapat mengetahui status organisasi tersebut. Kata "Akreditasi" seakan menjadi senjata pamungkas bagi organisasi untuk dipromosikan kepada publik bahwa lembaga tersebut layak mendapatkan atensi dari masyarakat dan memenuhi syarat dalam hal pelayanan publik yang memadai, olehnya itu banyak organisasi berlomba-lomba ingin mendapatkan predikat akreditasi terpercaya / unggul agar semakin banyak yang berminat masuk di organisasi tersebut, tetapi pengakreditasi organisasi bukanlah jalan satu-satunya yang menentukan kesuksesan seseorang dalam dunia karir karena berhasil dan tidak seseorang dalam pekerjaannya akan kembali kepada kemampuannya dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya secara profesional, jujur, dan bertanggungjawab.

 Memasuki tahun 2020 merupakan momentum baru bagi dunia kampus dalam mengubah paradigma masyarakat tentang syarat kampus yang layak dan tidak layak khususnya bagi Perguruan Tinggi dan Program Studi baru yang ingin menggaet calon mahasiswa/mahasiswa atau meluluskan mahasiswa/mahasiswinya tidak perlu merasa ragu jika perguruan tinggi tersebut masih terdaftar secara resmi, dengan berlakunya Permendikbud RI No. 5 Tahun 2020 Tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi telah memberikan arah baru kebijakan dalam sistem penilaian akreditasi perguruan tinggi, utamanya bagi perguruan tinggi dan program studi yang baru dibuka yang secara otomatis meningkat statusnya dari nama “akreditasi minimal” menjadi “baik”.

Hal ini tercantum pada Permendikbud RI No. 5 Tahun 2020 pasal 3 ayat 2 berbunyi “Peringkat Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi terdiri atas: a. Baik; b). Baik Sekali; dan c. Unggul. Sedangkan pemberian nama “akreditasi minimal” tidak lagi tercantum dalam aturan ini. Hal berbeda ketika diberlakukannya Permenristedikti No 32 Tahun 2016 Tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi yang tercantum dalam Pasal 4 ayat 1 berbunyi Program Studi dan Perguruan Tinggi baru mendapatkan akreditasi minimum pada saat memperoleh izin dari Menteri”. Tetapi peraturan Permenristedikti No 32 Tahun 2016 tidak lagi berlaku setelah diberlakukannya Permendikbud RI No. 5 Tahun 2020 Tentang Akreditasi Program Studi Dan Perguruan Tinggi.

Pencantuman hasil penilaian untuk kelayanan program studi dan perguruan tinggi juga terdapat pada Peraturan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor 1 Tahun 2020 tentang Mekanisme Akreditasi Untuk Akreditasi Yang Dilakukan Oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, pada pasal 1 ayat 8 berbunyi “Peringkat Akreditasi atau perinkat Terakreditasi adalah hasil Akreditasi yang dilakukan oleh BAN-PT yang terdiri atas:
a.       A, B, dan C, untuk Akreditas yang dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi 7 Standar; dan
b.      Unggul, Baik Sekali, dan Baik untuk Akreditasi yang dilakukan dengan IAPS 4.0 dan IAPT 3.0.

Bagi Program Studi baru diberlakukan Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2020 menyatakan: “Program Studi yang telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) mendapatkan akreditasi dengan peringkat Baik pada saat memperoleh izin penyelenggaraan dari Menteri. Artinya program studi yang baru mendapatkan izin penyelenggaran secara otomatis masuk dalam kategori Baik atau C sehingga stimagmatisasi pemberian nama Akreditasi Minimal tidak berlaku lagi.

Kemudian timbul pertanyaan selanjutnya, lembaga mana yang berwewenang untuk memberikan penilaian peringkat program studi dan pergutuan tinggi? Jawabannya ada pada Permendikbud RI No. 5 Tahun 2020 Pasal 4 ayat 1” Akreditasi untuk Program Studi dilaksanakan oleh LAM dan ayat 2 “Akreditasi untuk Perguruan Tinggi dilaksanakan oleh BAN-PT. Kemudian dilanjutkan pada ayat 3 berbunyi “Dalam hal LAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, maka Akreditasi untuk Program Studi diberikan oleh BAN-PT.

Terdengar pula isu lain bahwa aturan Permendikbud RI No. 5 Tahun 2020 tidak berlaku bagi perguruan tinggi lama sebelum diberlakukannya aturan ini. Tentu hal ini tidaklah benar karena tidak ada satupun pasal yang menegaskan bahwa aturan ini hanya berlaku bagi perguruan tinggi baru, artinya aturan tersebut berlaku bagi perguruan tinggi baru maupun perguruan tinggi lama dengan mengikuti persyaratan yang telah ditetapkan, seperti yang tercantum pada Permendikbud RI No. 7 Tahun 2020 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, Dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta pada pasal 11 ayat 1 berbunyi “Pendirian PTS harus memenuhi syarat minimum akreditasi Program Studi dan perguruan tinggi sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Bahkan ada isu yang berseliwuran seputar diberlakukan Permendikbud RI No. 5 Tahun 2020 dan Permendikbud RI No. 7 Tahun 2020 bahwa ada kesalahan dalam pengetikan dan ketidaktelitian dalam perumusan kebijakan ini seperti yang tercantum dalam tulisan Shidarta yang ditulis pada tanggal 2 Februari 20201, di dalam tulisan beliau menjelaskan “Ada banyak isu berseliweran di seputar isi peraturan-peraturan menteri tersebut, yang sebagian dipicu oleh ketidaktelitian perumusan dan/atau kesalahan pengetikan”. Tentunya hal ini terlalu dini kita katakan bahwa ada kesalahan dalam pengetikan dan ketidaktelitian karena suatu kebijakan harus melalui proses pembahasan yang cukup panjang sebelum diberlakukannya, dan sejak diberlakukannya aturan tersebut sampai hari penulisan artikel ini tidak ada klarifikasi dari pihak Pemerintah yang menyatakan bahwa ada kesalahan pengetikan atau tidak teliti.

  Lagi pula pemberian peringkat Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi terdiri atas: a. Baik; b). Baik Sekali; dan c. Unggul, bukanlah serta merta diberikan kepada perguruan tinggi atau program studi baru karena harus dapat mengikuti beberapa persyaratan yang ketat diantara penyiapan tenaga dosen, jumlah mahasiswa, penyediaan sarana dan prasarana, kurikulum, penelitian, pengabdian kepada masyarakat dan lain-lain tentunya harus dilakukan evaluasi secara berkala dan berkelanjutan agar dapat  menilai perkembangan perguruan tinggi dan program studi tersebut.

Selain ketiga peringkat tersebut di atas, juga disebutkan ada perguruan tinggi yang “tidak terakreditasi” seperti yang terdapat dalam Permendikbud RI No. 7 Tahun 2020 bahwa Pencabutan izin PTS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dilakukan dengan alasan: PTS dinyatakan tidak terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, artinya ketika perguruan tinggi tersebut telah mendapatkan akreditasi dari BAN-PT, maka secara otomatis pemberian peringkat baik, baik sekali dan unggul disematkan kepada perguruan tinggi dan program studi tersebut, terkecuali ada pelanggaran yang dilakukan oleh perguruan tinggi, seperti halnya yang tercantum dalam Permendikbud RI No. 7 Tahun 2020 Pasal 79 berbunyi “Dugaan pelanggaran perguruan tinggi dan/atau Badan Penyelenggara dapat berasal dari: a. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi dan/atau Lembaga Akreditasi Mandiri; b. hasil pemantauan dan evaluasi LLDIKTI; c. hasil pemantauan dan evaluasi Kementerian; d. hasil pemeriksaan aparat pengawas internal pemerintah; e. hasil pemeriksaan aparat pengawas eksternal pemerintah; f. laporan/pengaduan masyarakat secara lisan/tulisan; dan/atau g. pemberitaan melalui media masa.

Sekian dan terima kasih semoga bermanfaat.

Sumber:
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri, Dan Pendirian, Perubahan, Pencabutan Izin Perguruan Tinggi Swasta

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Akreditasi Program Studi Dan Perguruan Tinggi

Peraturan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor 1 Tahun 2020 tentang Mekanisme Akreditasi Untuk Akreditasi Yang Dilakukan Oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi

Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Akreditasi Program Studi Dan Perguruan Tinggi

https://business-law.binus.ac.id/2020/02/07/peringkat-akreditasi-bagi-pendirian-program-studi-baru/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROFIL DARMIN HASIRUN

  CURRICULUM VITAE     CURRICULUM VITAE   Nama Lengkap   Darmin Hasirun, S.Sos., M.Si . Tempat Tanggal Lahir   Bone-Bone, 10 Juli 1985 Jenis Kelamin   Laki-Laki (L) Pekerjaan   Dosen Agama   Islam Alamat   Lorong Hatibi, Kelurahan Tanganapada, Kecamatan Murhum Kota Baubau , Provinsi Sulawesi Tenggara . Hobi   Membaca, Meneliti, Menulis, Mengajar, Traveling dan dan Diskusi Alamat Email (Pribadi)           darmin.hasirun@gmail.com Kontak Person   0852 1370 8268   Riwayat Pendidikan dan Karya Ilmiah Jenjang Pendidikan Nama Institusi / Program Studi Tahu...

HANYA HITUNGAN JAM KAWASAN ELIT LOS ANGELES RATA DENGAN TANAH

Berita mengejutkan datang dari negeri Paman Sam Amerika Serikat tepatnya di kawasan elit Los Angeles Distrik Pacific Palisades, Negara Bagian California dilanda kebakaran sangat besar dan sulit dipadamkan (Selasa pagi, 7 Januari 2025). Angin Santa Ana yang sangat kuat dengan kecepatan hingga 129 km/jam terus menggila mendorong api melahap setiap bangunan dan sarana yang dilewatinya, ditambah kekeringan yang berkepanjangan serta rumah-rumah elit yang sebagian besar terbuat dari bahan kayu yang mudah terbakar menjadikan kebakaran kian menyebar dengan sangat cepat, bahkan para petugas kebakaran tidak mampu mengatasinya. Kebakaran hebat ini mengakibatkan Los Angeles rata dengan tanah, lebih dari 10.000 bangunan perumahan, fasilitas bisnis dan sarana lainnya bah hilang ditelan bumi. Dilansir di website Kompas.com dengan judul berita “Kebakaran Los Angeles Jadi Bencana Termahal di AS, Kerugian Sudah Mencapai Rp.2.121 Triliun” (11/01/2025), bahkan pada situs berita Sindonews.com menulis tajuk...

FIPH MENYELENGGARAKAN TALKSHOW “PEMBATASAN DISTRIBUSI BBM BERSUBSIDI, SIAPA YANG DIUNTUNGKAN?”

  Maraknya aksi penimbunan BBM, monopoli pembeliannya, permainan harga BBM bersubsidi, antrian panjang hingga berdampak pada konsumsi BBM bersubsidi tidak tepat sasaran. Kondisi seperti ini menimbulkan banyak keluhan masyarakat terhadap manajemen pendistribusian BBM bersubsidi. Disisi lain BBM bersubsidi yang seharusnya dirasakan langsung masyarakat miskin dengan   harga yang terjangkau tetapi fakta di lapangan menunjukan sebaliknya yaitu BBM bersubsidi malah dimonopoli oleh para pengecer dengan menggunakan kendaraan yang telah dimodifikasi agar dapat menampung BBM dalam jumlah besar. Para pengecer ini yang notabene tidak mempunyai izin usaha resmi terkait penjualan BBM bersubsidi terkesan kurang diawasi oleh pihak Pertamina maupun Kepolisian. Hal ini diduga ada permainan antara pihak SPBU dan para pengecer yang ingin meraih keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan kebutuhan masyarakat lain. Alhasil banyak Pertalite dalam bentuk botolan dijual bebas sepanjang jalan den...