(Studi Pada Desa Lampanairi Kecamatan Batauga
Kabupaten Buton Selatan)
Darmin Hasirun
Dosen Program
Studi Peternakan Fakultas Pertanian dan Peternakan
Universitas
Muslim Buton
Email: darmin.hasirun@gmail.com
Abstrak: Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) didirikan untuk
mengoptimalkan pemanfaatkan potensi-potensi desa yang dapat menunjang
perekonomian masyarakat, dengan adanya lembaga ini akan memotivasi warga desa
untuk lebih terlibat langsung mengembangkan usaha-usaha pertanian, peternakan
maupun keterampilan lainnya sehingga masyarakat dapat membangun desanya tanpa
berbondong-bondong ke daerah perkotaan karena di desa kurang memberikan peluang
pekerjaan yang lebih baik dibanding daerah kota. Hal inilah yang menjadi tugas
bagi pengurus BUMDes untuk menjawab berbagai persoalan yang dihadapi oleh
masyarakat desa. Desa Lampanairi merupakan salah satu desa yang mempunyai banyak
potensi yang belum dimanfaatkan secara maksimal seperti kondisi lahan pertanian
masih banyak yang kosong dan dibiarkan tanpa digarap oleh pemiliknya,
peternakan yang dikelola oleh masyarakat desa belum banyak berproduksi untuk
dijual ke pasar-pasar lokal, daerah maupun di luar daerah, potensi keindahan
pantai di sepanjang pesisir desa masih sepi pengunjung, kegiatan budaya desa
hanya dijadikan rutinitas tanpa dikemas secara aktraktif untuk menarik minat
para wisatawan, banyaknya para pemuda yang memilih berangkat merantau ke daerah
lain daripada bertahan di desanya karena kurangnya potensi desa yang bisa
dimanfaatkan.
Kata
kunci: Optimalisasi, Badan Usaha
Milik Desa, Potensi Desa.
Abstract : The Village Owned Enterprise was established to optimize the utilization of
village potentials that can support the community's economy, with this
institution will motivate villagers to be more directly involved in developing
agricultural, livestock and other skills businesses so that the community can
build their villages without flocking to urban areas because in villages there
are less job opportunities than urban areas. This is the duty of the management
to answer various problems faced by the village community. Lampanairi Village
is one village that has a lot of potential that has not been utilized optimally
such as the condition of agricultural land which is still largely empty and
left unused by its owner, farms managed by the village community have not
produced much to sell to local markets, regions and in outside the area, the
potential of the beauty of the beach along the coast of the village is still
empty of visitors, village cultural activities are only used as a routine
without being packaged attractively to attract tourists, many young people who
choose to leave to migrate to other areas rather than survive in their villages
because of the lack of village potential that can be used.
Keywords: Optimization, Village-Owned Enterprises, Village Potential.
Keywords: Optimization, Village-Owned Enterprises, Village Potential.
1. PENDAHULUAN
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat desa melalui dukungan pemerintah yang bertugas menyusun perencanaan,
melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi kegiatan pemberdayaan masyarakat desa dengan
memanfaatkan potensi desa secara efektif dan efisien.
BUMDes terlahir dari kebijakan pemerintah pusat melalui Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 Tentang Desa yang mengamanatkan kepada pemerintah desa bersama
dengan masyarakat agar membentuk BUMDes karena mempunyai peran yang sangat
penting dalam mewujudkan desa mandiri dengan meningkatkan peranserta masyarakat
desa dalam proses pembangunan.
BUMDes merupakan
instrument pemberdayaan ekonomi lokal dengan berbagai
ragam jenis usaha sesuai dengan potensi yang
dimiliki desanya. Pengembangan potensi ini memiliki
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga
desa melalui pengembangan usaha ekonomi.
Disamping itu, keberadaan BUMDes juga membawa dampak terhadap peningkatan sumber pendapatan
asli desa (PADes) yang memungkinkan desa untuk
mampu melakukan sebuah pembangunan dan juga untuk
peningkatan kesejahteraan secara lebih optimal. (Adawiyah,2018:1).
Salah satu contoh BUM Desa yang berhasil memanfaatkan
potensi desa adalah BUM Desa Sukamanah, Kecamatan
Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, telah memiliki aset milyaran rupiah dengan tiga unit
layanan usaha (penyediaan sarana air bersih, simpan pinjam bagi usaha pedagang kecil dan pengelolaan pasar Desa), dan BUM Desa “Maju Makmur”, Desa Minggirsari, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, berkolaborasi dengan pemerintah daerah
setempat dan berhasil menjalankan usaha distribusi pupuk dan nasabah kredit sebanyak 173 orang dengan
omset ratusan juta rupiah, serta nasabah tabungan 61 orang dengan omset mencapai 81 juta rupiah. (Saputra, 2015:20-21).
Berdasarkan pengamatan sementara penelitian terlihat bahwa pemanfaatan
potensi desa pada Desa Lampanairi belum maksimal, hal ini dilihat dari kondisi
lahan pertanian masih banyak yang kosong dan dibiarkan tanpa digarap oleh
pemiliknya, peternakan yang dikelola oleh masyarakat desa belum banyak
berproduksi untuk dijual ke pasar-pasar lokal, daerah maupun di luar daerah,
potensi keindahan pantai di sepanjang pesisir desa masih sepi pengunjung,
kegiatan budaya desa hanya dijadikan rutinitas tanpa dikemas secara aktraktif untuk
menarik minat para wisatawan, banyaknya para pemuda yang memilih berangkat
merantau ke daerah lain daripada bertahan di desanya karena kurangnya potensi
desa yang bisa dimanfaatkan, hal ini diduga disebabkan oleh belum optimalnya
kerja Badan Usaha Milik Desa seperti kurangnya pemahaman pengurus dalam
mengidentifikasi potensi desa, pemetaan potensi dan skala prioritas program, kurangnya
kegiatan pendampingan secara kelembagaan kepada pengurus tentang cara mengelola
keuangan lembaga dengan efektif dan efisien sehingga usaha yang dibuat oleh
BUMDes masih jalan ditempat bahkan mengalami kerugian, belum berdirinya kantor
BUMDes yang dijadikan sebagai sarana
untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi setiap program kerja
pengurus, serta masih kurangnya jumlah pengurus.
Begitu banyaknya potensi desa yang belum dilirik oleh masyarakat maupun
pemerintah desa, bahkan ada pula yang sudah mengetahui potensi desanya tetapi
bingung cara memanfaatkannya sehingga potensi tersebut terbelangkalai tanpa
mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, misalnya potensi sumber daya alam
yang ada di Desa Lampanairi antara lain: lahan peternakan ayam, kambing, sapi
dan lain-lain, lahan perkebunan yang cukup luas dimanfaatkan untuk budidaya
tanaman sayur-sayuran maupun buah-buahan, potensi laut yang dijadikan sebagai
sarana obyek wisata bernama Pantai Jodoh serta potensi situs-situs budaya yang
bernilai seni dan sejarah seperti sumur peninggalan Jepang dan Sungai Kaki Naue
yang konon dijadikan sebagai tempat pemandian para tentara Jepang, Batu Wa
Mbaani yang berbentuk seperti manusia, serta situs desa lainnya yang
berhubungan erat dengan sejarah Kesultanan Buton dan pembentukan desa
Lampanairi.
Beberapa potensi tersebut terasa sulit digarap oleh kelompok masyarakat
yang tergabung dalam Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) karena masih kurangnya
pemahaman masyarakat dalam pengembangan dan pemanfaatan potensi desa secara
maksimal, kurangnya pola pendampingan dari pemerintah Kabupaten Buton Selatan
menambah deretan masalah yang dihadapi oleh BUMDes, pengelolaan anggaran yang belum
dilakukan secara professional, transparan dan akuntabel sehingga pemanfaatan
anggaran kurang dialokasikan pada program kerja yang prioritas dan produktif.
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut di atas, maka peneliti tertarik
pengambil judul tentang “Optimalisasi Badan Usaha Milik Desa Dalam Memanfaatkan
Potensi Desa (Studi Pada Desa Lampanairi Kecamatan Batauga Kabupaten Buton
Selatan).
II. METODE
PENELITIAN
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif (Moleong, 2010:138), dengan beberapa
pertimbangan yakni; menyesuaikan
metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda.
Metode ini
menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan.
Metode ini lebih
peka dan menyesuaikan diri bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi
oleh Badan Usaha Milik Desa dalam memanfaatkan potensi Desa Lampanairi sedangkan desain penelitiannya adalah
desain deskriptif
untuk menggambarkan
atau menganalisis hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat
kesimpulan yang lebih luas (Sugiyono,2011:21). Lokasi
penelitian ini
berada di
Desa Lampanairi Kecamatan
Batauga Kabupaten Buton Selatan dan
jadwal
penelitian yang dilaksanakan selama 3 bulan.
Menurut Lofland dalam Moleong
(2010:112)
bahwa untuk mengumpulkan berbagai data,
keterangan dan informasi digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
(1).Wawancara (interview) dilakukan secara individu
atau kelompok untuk mendapatkan informasi yang otentik, dalam penelitian ini
wawancara digunakan untuk mengungkap data tentang optimalisasi badan usaha milik desa dalam memanfaatkan
potensi desa di Desa
Lampanairi Kecamatan Batauga
Kabupaten Buton Selatan. Wawancara dilakukan berdasarkan pedoman wawancara
berupa instrumen yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan kepada informan
penelitian. (2).Pengamatan
(observasi) dengan melakukan pengamatan
langsung terhadap obyek penelitian. (3).Dokumentasi adalah mencari data mengenai
hal/variabel berupa catatan, transkrip, notulen rapat dan sebagainya (Arikunto,2010:188). Dalam penelitian ini
metode dokumentasi digunakan untuk mengungkap hal-hal yang berhubungan dengan
kegiatan pihak pemerintah Desa
Lampanairi terkait optimalisasi BUM Desa dalam
memanfaatkan potensi desa.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Lampanairi merupakan salah satu desa dari
5 desa di Kecamatan Batauga yang
terletak di daerah pesisir, jarak tempuh yang dilalui dari Kota Baubau
ke Desa Lampanairi sepanjang +28 Km dengan lama perjalanan 44 menit,
sedangkan dari Ibukota Kecamatan Batauga ke Desa Lampanairi hanya berjarak +
8,2 Km dengan lama perjalanan 14 menit. Wilayah
Desa Lampanairi terdiri atas 4 dusun yaitu Dusun Kakenauwe I, Dusun
Kakenauwe II, Dusun Kakenauwe III dan Dusun Langkaurusa.
Pusat Pemerintahan Desa Lampanairi
terletak di Dusun Kakenauwe II, dengan dibentuknya Desa Lampanairi, maka luas
wilayah Desa Bola berkurang seluas wilayah Desa Lampanairi. Desa Lampanairi
Kecamatan Batauga mempunyai batas-batas sebagai berikut:
a.
Sebelah
Utara berbatasan dengan Desa Hutan/ Tanah Negara;
b.
Sebelah
Timur berbatasan dengan Desa Bola;
c.
Sebelah
Selatan berbatasan dengan Laut Flores;
d.
Sebelah
Barat berbatasan dengan Kelurahan Majapahit.
Berdasarkan hasil pendataan oleh pihak Desa Lampanairi Kecamatan Batauga
Kabupaten Buton Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara terkait jumlah penduduk,
berjumlah 853 jiwa yang terbagi berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan
perempuan sebagai berikut : Laki-laki dengan jumlah 402 jiwa dan perempuan berjumlah
451 jiwa, dan jumlah Kepala Keluarga (KK) yang ada di Desa Lampanairi sebanyak
232 KK.
Badan Usaha Milik Desa yang ada di Desa Lampanairi sudah terbentuk sejak
tahun 2017 tetapi lembaga ini belum berjalan maksimal dalam memanfaatkan
potensi-potensi yang dimiliki oleh Desa Lampanairi, padahal secara geografis, maupun
sosiologis, desa ini mempunyai beberapa potensi yang bisa dikembangkan untuk
membantu meningkatkan perekonomian masyarakat desa.
Secara geografis desa ini mempunyai keindahan pantai bernama pantai
jodoh, pantai ini sering dikunjungi oleh para wisatawan baik lokal, domestik
maupun nasional pada saat liburan kerja, kondisi ini bisa dijadikan ajang untuk
mempromosikan desa ke tingkat nasional dengan memaksimalkan penyediaan sarana
dan prasarana pantai yang bisa dijadikan sebagai alat komersialisasi artinya
pemanfaatan fasilitas tersebut harus dibayar oleh para pengunjung pantai dalam
berupa retribusi yang akan dibagi secara adil antara Pemerintah Desa dan
pemilik lahan, disamping itu terlihat pula kedatangan sekumpulan hewan laut (Penyu)
di sepanjang pantai desa setiap tahunnya pada saat bulan purnama, penyu-penyu
ini datang untuk bertelur di pesisir pantai yang tentunya menjadi pemandangan
menarik untuk dilestarikan bahkan dibudidayakan oleh masyarakat agar tetap
menjaga habitat penyu yang semakin rusak akibat perbuatan manusia ataupun
kondisi alam, rencana pemerintah desa dengan membuat penangkaran penyu-penyu
agar dijadikan sebagai edukasi bagi masyarakat tentang pentingnya melestarikan
penyu-penyu tersebut, disamping itu para wisatawan dapat melihat secara langsung
aktivitas penyu. Keberadaan hewan Penyu ini dirasakan oleh Pemerintah Desa
sebagai fenomena yang unik karena dari beberapa desa/kelurahan yang ada di
Kecamatan Batauga maupun Kabupaten Buton Selatan semakin jarang terlihat
aktivitas Penyu datang bertelur di tepian pantai disebabkan ancaman dari
tindakan oknum warga yang selalu mengambil telur penyu untuk diperjualbelikan,
ataupun aktivitas penambangan pasir yang mengakibatkan penyu-penyu tersebut
harus mencari habitat yang lebih aman dan nyaman untuk kelangsungan
kehidupannya.
Secara sosiologis masyarakat di Desa Lampanairi mempunyai tradisi Ritual
Pedhawua artinya ritual yang
ditujukan untuk mempersembahkan atau memberikan hasil panen warga di tepian
laut. Kegiatan ini dilakukan setiap peralihan musim barat maupun musim timur,
ritual dipimpin langsung oleh para tetua adat. Di dalam acara ini, makanan
persembahan diberikan di setiap empat sudut mata angin yang dipercaya oleh
masyarakat setempat sebagai sarana untuk menolak bala sekaligus sebagai ungkapan
rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkah dan rezeki yang diberikan
selama proses peralihan musim, selama ritual ini warga setempat tidak boleh
melakukan aktivitas selama 7 hari dan puncak ritual Pedhawua ini oleh para tetua adat melakukan prediksi / ramalan
berdasarkan fenomena alam terhadap hasil panen warga yang dialami kedepannya di
desa tersebut. Ritual ini dianggap sebagai potensi sosiologis yang sebenarnya
BUMDes dapat menjadikannya sebagai ajang promosi budaya lokal (local wisdom) kepada para wisatawan agar
memperkenalkan sejumlah tradisi peninggalan nenek moyang warga Desa Lampanairi
sehingga bukan hanya wisata pantai saja yang dapat dinikmati oleh para
pengunjung tetapi wisata budaya dapat menjadi pernak-pernik paket budaya yang
terintegrasi secara langsung dengan kegiatan pemasaran hasil bumi dari warga
setempat yang dikemas dalam kegiatan UMKM warga agar menawarkan produk-produk
hasil panen warga kepada para pendatang yang menikmati liburan di desa
tersebut.
Gambar 1.
Berdasarkan gambar skema ini terlihat bahwa adanya
rencana pemanfaatan potensi desa yang ada di pesisir pantai seperti Situs Batu
Licin, Situs Batu Wa Mbaani, Situs Tempat Singgah Daeng Para Pati serta
penangkaran penyu-penyu yang dibuat secara terintegrasi saling terhubung agar
dapat mempermudah para wisatawan agar lebih menikmati keindahan alam di pesisir
pantai dan penanaman nilai-nilai konsep wisata edukasi tentang pentingnya
pelestarian hewan penyu bagi keseimbangan ekosistem di laut, ditambah pula dengan
desain reklamasi pada bagian pinggir pantai yang ditanami oleh pohon-pohon
serta lapak dagangan bagi para pelaku UMKM untuk menjual hasil panen dan segala
keperluan bagi para pendatang yang menikmati tempat wisata, pembuatan
gazebo-gazebo layang yang ada di atas permukaan laut, desain ini dibuat agar
pantai terlihat indah dan menarik minat para wisatawan. Dengan adanya Wisata
Bahari akan dapat menambah pendapatan bagi BUMDes untuk memasarkan hasil-hasil
bumi yang dikelola oleh warga setempat.
Pemanfaatan potensi bahari untuk dijadikan sebagai obyek wisata Desa
Lampanairi, seperti halnya yang dilakukan oleh Desa Ponggok. Pelaku usaha
pariwisata di Desa Ponggok membuat suatu objek dan atraksi wisata baru yang
berisi pesan edukatif, kreatif, serta atraktif dengan mengambil konsep alam.
Salah satu sektor yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat desa adalah
pariwisata, yang dikemudian hari berkembang menjadi wisata minat khusus, yakni
desa wisata. Melalui pengembangan desa wisata ini diharapkan bisa menjadi upaya
untuk memberdayakan masyarakat setempat untuk lebih maju dan mandiri. Desa
Ponggok telah berusaha memanfaatkan potensi-potensi yang mereka miliki dengan
menjadikan desa mereka menjadi desa wisata dengan menonjolkan keindahan alam
yang mereka miliki. Dalam pengelolaan desa wisata tentunya masyarakat diberi
andil untuk ikutserta dalam upaya pengembangannya. Dengan adanya keikutsertaan
masyarakat secara langsung dalam pengembangan desa wisata, maka bisa juga dimanfaatkan
untuk usaha pemberdayaan masyarakat setempat (Eko Nur Fatmawati, 2015 dalam
Arafat, 2018:4).
Keberadaan potensi pantai yang dimiliki oleh Desa Lampanairi tidak kalah
menariknya dengan desa-desa yang lainnya karena desa ini sudah cukup banyak
menyimpan berbagai keindahan alam pantainya seperti Pantai Jodoh yang belum
digarap maksimal oleh BUMDes bekerjasama dengan pemilik lahan pantai tersebut,
serta rencana pembangunan wisata bahari menghadirkan nuansa kreatif dan
inovatif bagi pemanfaatkan potensi desa yang bernilai ekonomi dan dapat
menguatkan kelembagaan BUMDes yang selama ini belum mendapatkan perhatian penuh
dari pemerintah desa.
Sumber mata air yang sering dikonsumsi oleh warga setempat, baik untuk
mencuci pakaian, air minum, bahan dasar pembuatan bangunan rumah, dan
lain-lain. Di Desa Lampanairi mempunyai beberapa sumber mata air yang selalu
mengalir setiap harinya, hal inilah yang dimanfaatkan oleh warga desa setempat
bahkan warga desa/kelurahan lainnya seperti Desa Bola dan Kelurahan Majapahit juga
mengambil sumber mata air yang berada di kawasan Desa Lampanairi karena debit
airnya cukup memadai dalam menyuplai kebutuhan masyarakat di tiga
desa/kelurahan, olehnya itu secara geografis desa ini cukup strategis karena
telah berhasil memasok kebutuhan air warga di dua desa lainnya yang
berdampingan, tetapi berdasarkan hasil observasi peneliti di lapangan kondisi
mata air sudah cukup memprihatinkan karena kurang pedulinya masyarakat terhadap
mata air tersebut akibat banyaknya penebangan dan pembakaran hutan yang
berakibat pasokan debit air semakin hari semakin berkurang, padahal hutan
adalah sebagai sarana penyangga dan penyuplai kebutuhan air harusnya dapat
dilestarikan karena fungsi hutan salah satunya sebagai penampung air yang
dibutuhkan oleh manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan. Disamping itu tidak
adanya kegiatan pengontrolan secara ketat dan tindakan tegas dari pemerintah
daerah Kabupaten Buton Selatan maupun dari Pemerintah Desa terhadap oknum yang
sengaja melakukan pengrusakan hutan disekitar mata air tersebut. Hal inilah
yang memperburuk kondisi mata air di Desa Lampanairi.
Upaya yang dilakukan oleh Kepala Desa Lampanairi, La Ode Syarifuddin
(baru menjabat 1 bulan semenjak penelitian ini berlangsung) melakukan
perombakan karyawan BUMDES lama karena dianggap tidak berhasil melaksanakan
tugas di bidang Unit Usaha Depot Air Minum, hal ini dilakukan agar terjadi
kepengurusan baru dengan sistem manajemen pengelolaan BUMDes yang lebih
inovatif dan kreatif dalam usaha Depot Air Minum sehingga air yang selama ini
digunakan oleh warga desa dapat dimaksimalkan penggunaannya serta menjaga agar tidak
semakin banyak oknum yang melakukan penebangan hutan secara sengaja yang dapat
memperburuk kondisi mata air (hasil wawancara 15 November 2019). Pembentukan
BUMDes yang bergerak di usaha air minum merupakan langkah yang cukup strategis
untuk menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Desa yaitu rendahnya
kegiatan kewirausahaan masyarakat yang memanfaatkan potensi – potensi desa, dan
penggundulan kawasan hutan yang tidak jauh dengan sumber mata air karena dengan
adanya badan usaha tersebut akan dapat merencanakan dan melaksanakan segala
amanah yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, seperti yang
diungkapkan oleh La Ode Syarifuddin mengatakan bahwa disini ada banyak mata air
yang digunakan oleh desa-desa lainnya, mereka hanya izin dari Pemerintah Desa
Lampanairi untuk memasang pipa air yang disalurkan ke rumah-rumah warga, hal
ini kami pikir bisa menjadi potensi yang dapat dikembangkan meskipun sekarang
ini cukup banyak penebangan pohon-pohon yang dapat mengancam kondisi mata air
semakin berkurang debit airnya. (hasil wawancara 14 November 2019).
Potensi lainnya yang selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh
BUMDes adalah lahan pertanian dan peternakan, dimana warga bukan hanya
bergantung pada hasil tangkapan ikan yang didapatkan setiap harinya tetapi juga
hasil panen dan ternak menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangganya. Tidak maksimalnya pemanfaatan lahan sehingga masyarakat desa
merasakan kecilnya peluang pendapatan yang ada di desanya, hal ini
mengakibatkan banyak para pemuda lebih memilih merantau di keluar daerah
seperti ke Daerah Bangka Belitung, Kalimantan, Ambon, Papua dan lain-lain untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya yang susah didapatkan di kampung halamannya. Hal
inilah yang seharusnya menjadi tugas BUMDes dalam menjawab permasalahan yang
dihadapi oleh warga desa.
Olehnya itu perlunya pemetaan potensi desa yang dimiliki oleh Desa
Lampanairi dalam upaya pengembangannya melalui lembaga BUM Desa seperti yang diungkapkan oleh Medlik dalam (Arnis Rochma Harani dkk, 2017:5), menyatakan bahwa ada empat aspek (4A) yang harus diperhatikan dalam penawaran
pariwisata.Aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut: a) Attraction (daya tarik); Daerah tujuan
wisata (selanjutnya disebut DTW) untuk menarik wisatawan pasti memiliki daya tarik, baik
daya tarik berupa alam maupun masyarakat dan budayanya. Semua ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam serta flora dan fauna,
seperti : pemandangan alam, panorama indah, hutan rimba dengan tumbuhan hutan tropis, serta
binatang-binatang langka. Selain itu, karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni
budaya, wisata agro (pertanian), wisata tirta (air), wisata petualangan, taman rekreasi, dan
tempat hiburan juga merupakan daya tarik wisata. b)Accesability (aksesibilitas) dimaksudkan agar
wisatawan domestik dan mancanegara dapat dengan mudah dalam pencapaian tujuan ke tempat wisata meliputi :Jaringan Jalan, Moda
Transportasi dan Pendukung Transportasi (tempat parkir, penerangan jalan, signage dll). c) Amenities (fasilitas) adalah salah
satu syarat daerah tujuan wisata agar wisatawan dapat dengan kerasan tinggal lebih lama di
daerah wisata. Akomodasi terdiri atas fasilitas penginapan, fasilitas tempat, makan/restoran,
fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas pelayanan keuangan, fasilitas, perbelanjaan). Utilitas terdiri atas penyediaan air bersih, jaringan listrik, sistem drainase, sistem
pengolahan limbah dan sanitasi, telekomunikasi, persampahan). d)Ancillary (kelembagaan); Adanya lembaga
pariwisata wisatawan akan semakin sering mengunjungi dan mencari DTW apabila di daerah tersebut
wisatawan dapat merasakan keamanan, (protection of tourism) dan terlindungi.
Di
Jepang kita mengenal dengan program One Village One Commodity (OVOC).
OVOC merupakan program dengan memadukan konsep kawasan komoditas unggulan, yang
pertama kali dikembangkan di Provinsi Oita Jepang, dengan menggerakan program
satu desa satu komoditas, dan sukses mengangkat
harkat desa miskin Oyama karena adanya hasil pertanian unggulan meskipun dengan
skala kecil. (Tambunan, et. al., 2003 dalam Harmiati dan Zulhakim, 2017:18-19).
Hal inilah yang lagi digarap oleh Pemerintah Desa Lampanairi melalui
BUMDes dengan memanfaatkan hasil pertanian masyarakat untuk dijadikan sebagai
komiditas utama masyarakat desa sekaligus menambah pendapatan masyarakat dan
BUMDes, salah satu contohnya akan ada rencana program pembuatan tepung terigu
dengan bahan mentahnya diambil dari ubi lokal dan pengadaan alat-alat untuk
pengolahan dari bahan mentah menjadi barang jadi yang siap dipasarkan ke luar
Desa Lampanairi. Melihat potensi yang ada kebanyakan masyarakat juga bercocok
tanam pada tanaman ubi sehingga bisa membuka peluang usaha baru yang belum
pernah dilirik oleh desa-desa lain dalam memanfaatkan potensi tersebut.
Pemberian kesempatan kepada pengurus BUMDes kedepannya adalah salah satu
upaya mengurangi tingkat pengangguran karena akan ada pemberdayaan para petani,
pelibatan warga dalam pengolahan hasil pertanian menjadi tepung terigu, tenaga
penjualan produk yang bertugas menyebarkan produk tersebut ke pasar-pasar yang
membutuhkan tepung terigu, bukan hanya sekedar berpengaruh pada penyerapan
tenaga kerja lokal tetapi dapat menciptakan tenaga wirausaha baru yang
memanfaatkan tegung terigu buatan desa tersebut. Hal inilah yang masih
direncanakan oleh Kepala Desa Lampanairi untuk direalisasikan sebagai bagian
dari solusi menjawab berbagai permasalahan warga desa.
Masuknya program dana desa yang telah masuk sejak tahun 2015 sampai
sekarang, sudah terlihat adanya perubahan pola pikir serta kondisi masyarakat desa
ke arah yang lebih baik seperti pemanfaatan potensi mata air untuk dijadikan
usaha, meskipun hal ini belum cukup menjawab beberapa permasalahan yang
dihadapi oleh masyarakat desa. Pembentukan BUMDes Kembang Jaya dengan unit
usaha bernama Depot Air Minum Mata Wandoke diharapkan dapat memaksimalkan
pemanfaatan potensi alam tersebut, sebagaimana dalam amanah UU No. 6 Tahun 2014
Tentang Desa pada pasal 89 berbunyi hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk:
a. pengembangan usaha; dan b. Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa,
dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial,
dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa.
Peraturan di atas telah memberikan arah baru bagi warga dan pemerintah
desa untuk mengembangkan usaha rakyat yang berbasis pada potensi lokal agar
masyarakat miskin yang ada di desa semakin diberdayakan dalam berbagai
aktivitas pembangunan, tentunya setiap program BUMDes harus dapat menciptakan
keberpihakan kepada warga miskin (pro
poor), dengan mengalokasikan dana desa kepada BUMDes sebesar-besarnya demi
kepentingan warga desa.
Tabel 1.
Daftar Potensi Desa
Lampanairi
No
|
Nama Potensi
|
Kondisi
|
Keterangan
|
1
|
Sumber Mata
Air
|
Baik
|
Dikelola Oleh
BUMDes
|
2
|
Pantai Jodoh
|
Baik
|
Dikelola Oleh
Pribadi
|
3
|
Lahan
Pertanian (Ubi Kayu dan Sayur-Sayuran)
|
Baik
|
Dikelola Oleh
Pribadi (Hasil Panen Masih Minim)
|
4
|
Peternakan
(Sapi, Kambing dan Ayam)
|
Baik
|
Dikelola Oleh
Pribadi (Produksi Masih Minim)
|
5
|
Hewan-Hewan
Penyu
|
Terancam Punah
|
Hewan Laut
Yang Sudah Jarang Ditemui Di Wilayah BUSEL
|
6
|
Batu Wa Mbaani
|
Baik
|
Tidak Dikelola
(Legenda Masyarakat Desa Lampanairi, Batu mirip Manusia)
|
7
|
Situs Batu
Licin
|
Kurang Terawat
|
Tidak Dikelola
(Legenda Masyarakat Desa Lampanairi)
|
8.
|
Tempat
Singgahnya Daeng Para Pati
|
Kurang Terawat
|
Tidak Dikelola
(Legenda Masyarakat Desa Lampanairi)
|
9.
|
Sumur Peninggalan
Jepang
|
Kurang Terawat
|
Tidak
Dikelola/Kotor
|
10.
|
Sungai Kaki
Naue
|
Kurang Terawat
|
Tidak Dikelola
|
11.
|
Acara Adat Pedhawua
|
Baik
|
Dilaksanakan
Oleh Tetua Adat Bersama Pemerintah dan Masyarakat Desa
|
12
|
Sumber Daya
Manusia
|
Kurang
Diberdayakan
|
Program pemberdayaan
ekonomi masyarakat desa belum sepenuhnya digerakan oleh BUMDes
|
Sumber:
Hasil Observasi, 2019.
Berdasarkan tabel tersebut di atas terlihat bahwa sebagian besar potensi
desa kurang dikelola oleh BUMDes Desa Lampanairi sehingga banyak yang terbengkalai
tanpa mendapatkan sentuhan dana dan program pengembangan potensi desa, misalnya
Sumur Peninggalan Jepang yang terlihat tidak terurus sehingga kotor dan hanya
menjadi cerita rakyat yang ada di desa setempat, padahal situs sejarah ini
dapat menjadi daya tarik para pengunjung (wisatawan) untuk mengetahui sejarah Desa
Lampanairi di masa penjajahan jepang, begitu juga dengan lahan pertanian yang
lebih banyak menghasilkan ubi kayu dan sayur-sayuran, hewan-hewan ternak
seperti sapi, kambing dan ayam, terlihat hanya hanya diurus oleh warga sendiri
tanpa mendapatkan perhatian dari pengurus BUMDes setempat, Pemerintah Desa
Lampanairi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten Buton Selatan seperti pemberian
bantuan/insentif, kurangnya bantuan peralatan, maupun pelatihan kepada para
petani dan peternak, kondisi tersebut tidak memberikan dampak positif bagi
kemajuan pembangunan desa, pengurangan pengangguran dan pengentasan kemiskinan
masyarakat desa.
Potensi yang tidak kalah pentingnya adalah sumber daya manusia yang belum
sepenuhnya dilibatkan dalam upaya peningkatan ekonomi warga, seharusnya dengan
adanya BUMDes dapat menggerakan ekonomi desa melalui berbagai upaya
pendampingan, pemberdayaan dan pengelolaan sumber daya yang ada di desa karena
semua potensi akan sangat ditentukan oleh kemampuan sumber daya masyarakat
untuk mengelolanya. Selama pendirian BUMDes di Desa Lampanairi belum terlihat
perubahan yang signifikan tentang kondisi masyarakat yang lebih memilih bekerja
di luar desa bahkan keluar daerah karena kurangnya pelibatan masyarakat dalam
upaya memenuhi kebutuhan ekonominya.
Penduduk (SDM) hendaknya
tidak hanya dilihat sebagai obyek (penikmat) hasil pembangunan (industrialisasi) tetapi sekaligus
sebagai subyek (pelaku) pembangunan. Kebijakan pembangunan perlu berorientasi
pada pertumbuhan ekonmi, pemerataan dan dapat meniciptakan kesinambungan
pembangunan dengan memanfaatkan potensi sumber daya ekonomi daerah. (Soewartoyo & Soetopo, 2009:4).
BUMDes juga bisa berperan sebagai pihak yang menjadi agen untuk menampung
segala produksi yang dihasilkan dari olahan pertanian maupun peternakan,
misalnya para petani desa hanya bertugas mengelola lahan pertanian atau
peternakannya dengan maksimal, hasilnya akan dibeli oleh BUMDes sebagai agen
yang bertugas untuk dijual kembali hasil produksi pertanian maupun peternakan
warga di pasar-pasar lokal maupun luar daerah dengan harga yang kompetitif,
sehingga para petani/peternak tidak perlu lagi sibuk menjadi hasilnya ke pasar
tetapi cukup fokus melakukan kegiatan pertanian dan peternakan dari proses awal
hingga masa panen.
Hal ini sangat penting dilakukan agar masyarakat mendapatkan manfaat
langsung dari program pemerintah desa, dengan menggunakan keuangan desa untuk
membantu masyarakat dalam meningkatkan pendapatannya, disamping itu pemerintah
desa mendapatkan juga keuntungan dengan hasil pembelian produk para petani
maupun peternak.
Nama BUMDes :
Kembang Jaya
Bergerak di Bidang :
Depot Air Minum Mata Wandoke.
Tabel 2.
Daftar Nama-Nama
Pengurus BUMDes
No
|
Nama
|
Jenis Kelamin
|
Usia
|
Jabatan
|
Pekerjaan Lain Selain Pengurus BUMDes
|
1
|
Darmin
|
Laki-Laki
|
30 Tahun
|
Ketua
|
Pegawai
PERUSDA
|
2
|
Yuliana,
S.Kom.
|
Perempuan
|
25 Tahun
|
Bendahara
|
PTT Kantor BK
& PDM Kab.Buton Selatan
|
Sumber: Kantor Desa
Lampanairi, 2019.
Berdasarkan tabel tersebut di atas, peneliti dapat mengidentifikasi
bahwa pengurus BUMDes Kembang Jaya yang bergerak di bidang Depot Air Minum
belum mencukupi dari segi jumlah karena banyaknya potensi desa yang belum
digarap dengan baik seperti potensi pantai beserta hewan-hewan penyu, situs
budaya, UMKM yang bergerak dalam pemasaran hasil pertanian dan peternakan. Hal
inilah yang menjadi tugas dari pemerintah desa, pengurus BUMDes maupun
masyarakat desa agar saling bahu membahu membangun desa demi kepentingan
masyarakat desa. Idealnya setiap perusahaan mempunyai sekretaris, bendahara
manajer-manajer bidang pemasaran, bidang inovasi dan kreativitas, bidang
keuangan, dan lain-lain. Hal inilah yang menyebabkan sistem manajemen BUMDes
belum berjalan dengan baik, ditambah lagi dengan sistem pembukuan laporan
penggunaan keuangan yang cukup ketat dapat menambah beban 2 (dua) orang
pengurus BUMDes.
Permasalahan tersebut sama halnya yang dialami oleh BUMDes KMS Desa
Sidoasri belum optimal dalam manajemen pengelolaan
usaha sehingga belum bisa memberikan manfaat yang signifikan bagi
anggota, pemerintah desa maupun masyarakat, Untuk para
anggotanya BUMDes KMS Desa Sidoasri belum bisa memberikan
kesejahteraan kepada para anggotanya, dari delapan anggota
resmi, hanya 2 anggota yang mendapatkan gaji dari BUMDes, dan
gaji yang diterima karyawan masih terlalu kecil untuk membantu meningkatkan
taraf ekonomi mereka. Untuk Pemerintah
Desa sendiri BUMDes dirasa belum optimal, BUMDes memang
sudah memberikan tambahan kas bagi desa, namun sedikitnya
jumlah kas yang masuk yang diakibatkan oleh rendahnya omzet
BUMDes. (Kusuma, 2018:73).
Disamping itu kemampuan manajerial seorang ketua BUM Desa sangatlah
menentukan keberhasilan pemanfaatan potensi desa, seperti yang dikatakan oleh
bahwa para manajer sebagai salah satu pihak yang berkepentingan berada pada
garis terdepan dalam mewujudkan perubahaan karena mereka dituntut dan diberi
tanggungjawab oleh berbagai pihak yang berkepentingan lainnya untuk mampu
menjalankan roda organisasi sedemikian rupa sehingga produk yang dihasilkan bagi
organisasi bisnis dapat berupa barang dan jasa dinikmati oleh para pelanggan
yang gaya, perilaku preferensinya selalu berubah. (Anifa, 2011:3-4).
Berdasarkan Permen DPDTT pada pasal 10 berbunyi:
Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari: a. penasihat; b. pelaksana operasional; dan c. pengawas. Jabatan penasehat secara langsung dipegang oleh Kepala
Desa sebagaai ex officio yang berkewajiban memberikan nasihat kepada
Pelaksana Operasional dalam melaksanakan pengelolaan BUM Desa; memberikan saran
dan pendapat mengenai masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan BUM Desa;
dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan pengelolaan BUM Desa. Olehnya itu peran kepala desa dalam penguatan
kelembagaan BUMDes dianggap sangat penting dengan melakukan pembinaan dan
pengendalian segala kegiatan operasional pengurus BUMDes agar searah dengan
program kerja pemerintah desa dan sesuai dengan harapan masyarakat desa yang
telah termuat dalam rencana pembangunan setiap tahunnya.
Sedangkan pelaksana operasional mempunyai
tugas mengurus dan mengelola BUM Desa sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga yang berkewajiban: a.
melaksanakan dan mengembangkan BUM Desa agar menjadi lembaga yang melayani
kebutuhan ekonomi dan/atau pelayanan umum masyarakat Desa; b. menggali dan memanfaatkan potensi
usaha ekonomi Desa untuk meningkatkan Pendapatan Asli Desa; dan c. melakukan
kerjasama dengan lembaga-lembaga perekonomian Desa lainnya.
Ketiga kewajiban tersebut di atas, saling berhubungan
dalam upaya menggali dan memanfaatkan potensi desa agar memenuhi kebutuhan
masyarakat serta dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan permasalahan
yang dihadapi dengan menjalin kerjasama antara BUMDes dan lembaga-lembaga
perekonomian lainnya yang dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi pendapatan
BUMDes hal ini diperlukan kreativitas dan inovasi para pengurus BUMDes dalam
merespon segala peluang yang bisa bisa dijadikan sebagai kekuatan bagi BUMDes
untuk bergerak dan melaksanakan tugasnya agar mencapai tujuan yang diharapkan.
Menurut Permen DPDTT
pada pasal 14 menyatakan bahwa persyaratan menjadi Pelaksana
Operasional meliputi: masyarakat Desa yang mempunyai jiwa wirausaha, berdomisili dan menetap di
Desa sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, berkepribadian baik, jujur, adil, cakap, dan perhatian terhadap
usaha ekonomi Desa; dan pendidikan minimal setingkat SMU/Madrasah Aliyah/SMK
atau sederajat.
Aturan tersebut di atas sejalan dengan semangat
pemerintah dalam membentuk desa mandiri yang didapatkan melalui kegiatan kewirausahaan
desa, tentunya pengurus BUMDes harus memahami prinsip-prinsip dalam
berwirausaha, semangat berwirausaha dan adanya keinginan untuk melakukan
perubahan yang lebih melalui kegiatan wirausaha desa, sedangkan aturan tentang
domisili dan menetap yang ditetapkan sekurang-kurangnya 2 tahun masih dianggap
wajar karena pengurus BUMDes diharapkan adalah orang-orang yang sudah memahami
memetakan potensi desa agar bisa dijadikan kegiatan wirausaha masyarakat desa
dan tingkat pendidikan pengurus yang setingkat dengan sekolah menengah umum
juga perlu dilakukan secara standar minimum, artinya semakin tinggi pemahaman
pengurus BUMDes tentang kegiatan wirausaha semakin berpeluang
menumbuhkembangkan BUMDesnya menjadi lembaga wirausaha yang mengambil beberapa
potensi desa agar bisa dikelola secara ekonomis.
Temuan penelitian di lapangan bahwa pengurus BUMDes
belum sesuai dengan harapan yang diamanatkan dalam peraturan meskipun secara
administratif sudah memenuhi syarat seperti tingkat pendidikan pengurus yang
sudah memadai, dan penduduk desa setempat yang sudah menetap lebih dari 2
tahun, sedangkan semangat wirausahanya belum menunjukan perubahan signifikan
untuk membawa desa mencapai kemajuan dalam pembangunan di segala bidang
utamanya bidang yang menjadi fokus diantaranya pertanian, peternakan serta
kegiatan pariwisata yang mengandalkan potensi budaya dan kekayaan alam. Seperti
yang tercantum dalam Permendes, PDTT No 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian,
Pengurusan Dan Pengelolaan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Des pada pasal 3 menyatakan bahwa Pendirian BUM
Desa bertujuan: (1).Meningkatkan
perekonomian Desa; (2).Mengoptimalkan
aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa; (3).Meningkatkan
usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi Desa; (4).Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa
dan/atau dengan pihak ketiga; (5).Menciptakan
peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga; (6).Membuka lapangan kerja; (7).Meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan
pemerataan ekonomi Desa; dan (8).Meningkatkan
pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa.
Berdasarkan
Permen DPDTT di atas dapat diidentifikasi bahwa pendirian BUM Desa salah
satunya adalah meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi
desa untuk menambah pendapatan masyarakat desa serta mewujudkan
kesejahteraannya, maka kehadiran BUMDes merupakan harapan besar bagi masyarakat
desa untuk dapat mengekplorasi sumber daya yang ada di kawasan desa agar
bernilai ekonomis bagi masyarakat, seperti pemanfaatan mata air desa dengan
mendirikan BUMDes Kembang Jaya yang bergerak di bidang Depot Air Minum, agar
dapat memasok kebutuhan air dan mengkomersialisasikan potensi tersebut sehingga
laba atau pendapatan dari hasil penjualan menjadi pendapatan bagi pengurus
BUMDes dan sebagian disetor kepada Pemerintah Desa yang akan masuk sebagai kas
desa atau biasanya disebut PADes (Pendapatan Asli Desa), dengan melakukan
pemungutan retribusi setiap bulannya yang nantinya hasil dari retribusi
tersebut agar dibagi sebagian untuk perusahaan BUMDes dan sebagian lagi untuk
kas desa.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah penguatan kelembagaan Badan Usaha
Milik Desa dalam memanfaatkan potensi Desa Lampanairi Kecamatan Batauga Kabupaten
Buton Selatan belum maksimal hal ini dilihat dari pengurus BUMDes Kembang Jaya
yang bergerak di bidang Depot Air Minum belum mencukupi dari segi jumlah karena
banyaknya potensi desa yang belum digarap dengan baik seperti potensi pantai beserta
hewan-hewan penyu, situs budaya, UMKM yang bergerak dalam pemasaran hasil
pertanian dan peternakan. Hal inilah yang menjadi tugas dari pemerintah desa,
pengurus BUMDes maupun masyarakat desa agar saling bahu membahu membangun desa
demi kepentingan masyarakat desa. Idealnya setiap perusahaan milik desa minimal
mempunyai sekretaris, bendahara manajer-manajer bidang pemasaran, bidang
inovasi dan kreativitas, bidang keuangan, dan lain-lain. Hal inilah yang
menyebabkan sistem manajemen BUMDes belum berjalan dengan baik, ditambah lagi
dengan sistem pembukuan laporan penggunaan keuangan yang cukup ketat dapat
menambah beban 2 orang pengurus BUMDes., pengurus
BUMDes belum sesuai dengan harapan yang diamanatkan dalam peraturan meskipun
secara administratif sudah memenuhi syarat seperti tingkat pendidikan pengurus
yang sudah memadai, dan penduduk desa setempat yang sudah menetap lebih dari 2
tahun, sedangkan semangat wirausahanya belum menunjukan perubahan signifikan
untuk membawa desa mencapai kemajuan dalam pembangunan disegala bidang utamanya
bidang yang menjadi fokus diantaranya pertanian, peternakan serta kegiatan
pariwisata yang mengandalkan potensi budaya dan kekayaan alam.
Saran penelitian perlunya upaya optimalisasi BUMDes
Lampanairi dengan cara menambah jumlah pengurus BUMDes agar dapat mengelola
beberapa unit usaha yang berhubungan dengan usaha pengembangan potensi desa, penambahan
bantuan berupa dana bagi operasionalisasi BUMDes agar lebih maksimal dalam
bekerja, pendirian kantor bagi pengurus, dan lebih banyak mengadakan pendidikan
dan pelatihan bagi pengurus seperti pelatihan pengelolaan keuangan, pelatihan
pemetaan potensi desa, dan peningkatan kapasitas pengurus, perlunya
pengembangan dalam memanfaatkan potensi desa yang bernilai ekonomi agar dapat menyerap
tenaga kerja khususnya bagi warga di Desa Lampanairi.
V. UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang dianugrahkan kepada peneliti sehingga jurnal
ini dapat diselesaikan.
Jurnal ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kenaikan pangkat akademik pada Universitas
Muslim Buton. Peneliti menyadari bahwa tidak sedikit kendala yang dialami dalam menyusun
jurnal ini. Namun, berkat pertolongan dan dukungan dari keluarga, kendala tersebut
dapat diatasi. Oleh karena itu, peneliti
mengucapkan terima kasih dan mendedikasikan jurnal ini kepada keluarga
tercinta. Terima kasih kepada kedua orang tua ayahanda Hasirun dan ibunda tercinta Suliha yang tiada henti-hentinya mendoakan dan memberi dukungan, kasih
sayang, cinta dan motivasi bagi peneliti, istri tercinta Hajarwati, S.P.d serta anak-anak saya Nufail Alfatih Darmin dan Zalfa Azzahra Darmin
yang telah memberikan
semangat, canda tawa, perhatian, cinta dan motivasi. Jurnal
ini juga selesai berkat dukungan dari
berbagai pihak, oleh karena itulah, dalam
kesempatan ini peneliti ucapkan terima kasih dan rasa hormat yang
sebesar-besarnya kepada: Bapak Dr. Sumiman Udu, M.Hum
selaku Rektor Universitas Muslim
Buton yang telah memberikan kepercayaan kepada peneliti untuk melakukan penelitian tentang optimalisasi BUMDes dalam memanfaatkan potensi desa pada
Desa Lampanairi Kecamatan Batauga Kabupaten Buton Selatan. La Ode Syarifuddin selaku Kepala Desa Lampanairi beserta jajaran dan
masyarakatnya yang telah memberikan informasi dan data penelitian kepada peneliti sehingga dapat mengumpulkan data-data di lapangan dengan lancar
dan baik. Rekan-rekan dosen UMU Buton
yang telah memberikan bantuan semangat dan dorongan sepenuhnya untuk
menyelesaikan jurnal ini. Buat semua pihak yang telah membantu dan
tidak sempat disebutkan namanya, peneliti ucapkan terima kasih atas doa dan
bantuannya. Semoga segala bantuan dan keikhlasannya mendapat balasan
disisi-Nya. Peneliti menyadari bahwa jurnal
ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan kritik yang konstruktif dari
semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan selanjutnya. Semoga jurnal ini
bermanfaat bagi para pembaca.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Adawiyah, Robiatul.
2018. Strategi
Pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Berbasis Aspek Modal Sosial (Studi pada BUMDes Surya
Sejahtera, Desa Kedungturi, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo). Program Studi
Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga.
Arafat, Muhammad
Yasser. 2018. Badan Usaha Milik Desa dan
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa (Studi Pada BUMDes Tirta Mandiri, Desa
Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten. Fakultas Ilmu Sosial dan
Humaniora. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur
Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta.
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Rineka Cipta. Jakarta.
Harmiati dan Abdul Aziz Zulhakim. 2017. Eksistensi Badan Usaha Milik Desa (BUMDES) Dalam Mengembangkan Usaha Dan Ekonomi Masyarakat
Desa Yang Berdaya Saing Di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Hazairin Bengkulu.
Kusuma, Tedi. 2018. Pembentukan Dan Pengelolaan Bumdes (Badan Usaha Milik Desa)
Karya Mandiri SejatI (Studi Kasus di Desa Sidoasri Kec. Candipuro Kab. Lampung Selatan. Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Soewartoyo & Soetopo, Toni. 2009. Potensi
Sumber Daya Alam Dan Peningkatan Kualitas Sumber
Daya Manusia Di Kawasan Masyarakat Pesisir, Kabupaten Bangka. Pusat Penelitian Kependudukan- Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (PPK-LIPI).
Sugiyono, MPA, 2011. Metode Penelitian Campuran, Edisi Ke-13 CV. Alavabeta, Bandung.
Peraturan
Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
Peraturan
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Pendirian,
Pengurusan Dan Pengelolaan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.
Lain-Lain
Anifa, Kun W. 2011. Strategi Pengembangan Organisasi Prima. Cendekia Yogyakarta. Jurnal
Managemen. Hal 213-234. http://digilib.uin-suka.ac.id/5924/1/BAB%20I%2C%20IV%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf
diakses pada pukul 15.40 WIB tanggal 7 Februari 2020.
Arnis Rochma Harani, Fahmi
Arifan, Hermin Werdiningsih, Resza Riskiyanto. 2017. Pemetaan
Potensi Desa Menuju Desa Wisata Yang Berkarakter (Study kasus : Desa Pesantren Kec Ulujami Kab
Pemalang). Fakultas
Teknik, Universitas Diponegoro. https://media.neliti.com/media/publications/269295-pemetaan-potensi-desa-menuju-desa-wisata-f246163d.pdf
Diakses pada pukul 12.00 WIB tanggal 20 Februari 2020.
Saputra, Anom
Surya. 2015. Badan Usaha Milik Desa:Spirit Usaha Kolektif Desa. Kemendesa
PDTT. http://bondowosokab.jdih.jatimprov.go.id/download/BUKU_BUM_DESA_-_KEMENTERIAN_DESA_PDTT.pdf diakses pada pukul
15.30. tanggal 4 Februari 2020.
Komentar
Posting Komentar