Oleh Darmin Hasirun
Ada banyak persepsi publik mengenai kehadiran wabah virus
korona yang sudah beberapa bulan belakangan ini masih menghiasi pemberitaan di
berbagai media. Tentunya persepsi itu terbentuk karena pengetahuan, pengalaman,
pendengaran, penglihatan, cerita masyarakat dan lain sebagainya.
Awalnya masyarakat sangat takut dengan kabar-kabar virus
ini tetapi lambat laun seakan hanya menjadi bahan lelucon dan tidak ada
faedahnya lagi bagi sebagian masyarakat utamanya bagi mereka yang berasumsi
bahwa virus ini hanyalah konspirasi elit.
Pastinya kalian yang membaca judul di atas mulai
terpancing karena terkesan melawan anjuran kesehatan yang perlu mewaspadai
wabah Covid-19 karena semakin banyaknya jumlah korban infeksi corona virus,
berdasarkan data yang dihimpun dari worldometers, Minggu (26/7/2020) jumlah korban terinfeksi corona virus
seluruh dunia sebanyak 16,212,895, korban meninggal sebanyak 648.590 orang, dan
korban sembuh sebanyak 9,919,376 orang. Sedangkan Indonesia mempunyai korban
infeksi sebanyak 97,286 orang, meninggal sebanyak 4,714 orang dan korban yang
sembuh sebanyak 55,354 orang1.
Anehnya dari sekian jumlah korban yang terinfeksi
Covid-19 dalam pemberitaan di berbagai media seakan "jauh panggang dari
api", mereka yang terkena Covid-19 kebanyakan sembuh dengan sendirinya bahkan
tidak merasakan gejala apa-apa alias Orang Tanpa Gejala (OTG), berdasarkan
informasi dari kompas.com menyatakan bahwa hampir 80 persen kasus positif
Covid-19 yang ditemukan sejauh ini berasal dari orang yang tidak memiliki
gejala sama sekali2.
Pemerintah melalui Wakil Menteri Pertahanan RI sejak awal
sudah menyatakan “Perang Melawan Covid-19”3. Artinya bahwa di dalam
perang siapa yang berani melawan musuh dengan didukung strategi yang jitu, maka
merekalah yang menang, sebaliknya siapa yang takut akan berpotensi kalah.
Sebagai masyarakat yang siap berperang melawan Covid-19 harusnya jangan takut
dan jangan pula takabur dengan kondisi yang dialami.
Seiring berjalannya waktu ternyata wabah tidak bisa
dijinakan bahkan semakin banyak orang yang terinfeksi, maka Pemerintah
mengeluarkan lagi narasi “Hidup Berdamai Dengan Covid-19”4,
artinya seluruh elemen bangsa harus tetap produktif meskipun wabah belum
hilang, boleh diartikan juga bahwa kita semua harus bisa tetap bekerja, jangan
takut korona karena orang yang takut virus korona akan berdampak pada lesuhnya
bekerja, frustasi, stress pada akhirnya kita merasakan psikosomatik.
Judul “Jangan Takut Korona” merupakan pemaknaan
narasi yang selama ini diungkapkan oleh pemerintah dengan berdasarkan pada
data-data riset tentang jumlah korban sembuh/orang tanpa gejala dan pengalaman
yang dialami oleh masyarakat.
Jangan takut korona merupakan jalan yang mau tidak mau
harus dilakukan oleh masyarakat agar bisa lebih produktif ditengah ekonomi
Indonesia mengalami pelemahan akibat dampak Covid-195, hal
ini diakibatkan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat takut dengan virus
korona sehingga banyak sektor lumpuh, tidak jalan, dan terseok-seok akibat
pemberitaan yang menyeramkan seputar Covid-19.
Olehnya itu pemberitaan mengenai Covid-19 harus
dihentikan pelan-pelan, publikasi atau rilis diberbagai media tentang jumlah
korban virus korona setiap harinya perlu dihilangkan. Indonesia harus masuk ke New Normal dimana
masyarakat diajak untuk tetap produktif, para pedagang tetap berjualan, kapal
laut, pesawat udara, kendaraan darat harus tetap beroperasi, sekolah dan kampus
tetap berjalan, seminar, workshop, sarasehan, dan lain-lain harus berjalan
normal agar negara bangkit, tidak perlu takut pada korona karena takut tanda
lemahnya iman.
Ada pengalaman saya terkait narasi “Jangan Takut Korona”
yaitu saat menunaikan sholat Jum'at di salah satu masjid Kota Baubau, oleh Sang
Khatib menyampaikan pesan dakwa yang mengajak para jamaah termasuk khatib agar
selalu bertaqwa kepada Allah Swt sekaligus mentauhidkan Allah Swt secara murni
dan konsekuen sehingga tidak ada mahluk yang perlu membanggakan segala gelar,
jabatan, harta dan lain-lain.
Para jamaah masjid terlihat padat dan berdempet-dempetan
di teras masjid yang kebanyakan anak muda, bahkan banyak yang tidak lagi
memakai masker, melihat antusias anak muda datang berkumpul memadati di masjid
ditambah dengan semangat khatib dalam menyampaikan dakwa islami membuat hatiku
tersentuh bahwa inilah momen yang ditunggu-tunggu pasca ditetapkan pandemi
Covid-19 yang membuat sepi masjid karena adanya anjuran tidak berkumpul di
keramaian. Tentunya melihat orang-orang yang berkumpul dengan rasa senang
membuat suasana hati gembira merasakan indahnya kebersamaan dalam hidup,
meskipun masyarakat sadar dan tahu status pandemi Covid-19 belum berakhir
bahkan semakin hari semakin banyak orang yang terinfeksi virus corona.
Setelah khatib berkhutbah dilanjutkan dengan sholat
jum'at berjamaah, melihat semakin padatnya jamaah saya kembali berpikir bahwa
kalau jaga jarak dalam jumlah yang banyak begini tidak akan muat masjid, eh
ternyata tidak lama kemudian sang Imam langsung berkata lewat pengeras suara
masjid "jangan takut corona", mari rapatkan barisan, saya yang
pimpinan imam disini", kira-kira seperti itu perintah sang imam mengajak
para makmum untuk meluruskan shaf dan merapatkan barisan.
Para makmum yang berada di shaf depan dengan cepat
merapatkan barisannya masing-masing, sedangkan makmum di bagian tengah dan
belakang masih terlihat kebingungan karena biasanya selama masa pandemi para
jamaah masjid dianjurkan menjaga jarak saat sholat. Oleh karena sudah banyak
jamaah yang ikut ajakan sang imam, langsung semua jamaah meluruskan shaf dan
merapatkan barisan hingga selesai menunaikan sholat Jum'at.
Kondisi ini tentu bukan hanya terjadi di masjid tetapi
hampir di tempat - tempat publik, kini sudah ramai di kunjungi oleh masyarakat,
meskipun banyak yang memakai masker tetapi tidak sedikit pula yang tidak
memakai masker bahkan tidak menjaga jarak, saya duga mereka juga tidak takut
dengan corona.
Sekarang kita bertanya-tanya, kenapa masyarakat semakin
tidak percaya bahaya Covid-19? Saya pikir cara pandang masyarakat itu simpel
yaitu mereka hanya ingin melihat realita yang terjadi, bukan pada pemberitaan
yang bombastis dan menakutkan. Jadi disini bisa menarik kesimpulan bahwa ada
kesenjangan antara informasi dan kenyataan sehingga sebagian publik merasa
seakan dibohongi oleh berita-berita yang ada selama ini.
Terlepas dari segala persepsi publik yang semakin banyak
merasakan tidak takut korona, tetapi protokol kesehatan jasmani dan rohani
harus diterapkan mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, menghindari
maksiat, tetap menjalankan segala anjuran agama, tidak boleh takabur, segala
sektor ekonomi harus ditumbuhkan agar masyarakat bergairah, segala industri
harus tetap berjalan agar tidak semakin banyak pengangguran.
Indonesia pasti Jaya.
Sumber:
1.
https://www.worldometers.info/coronavirus/,
diakses pada tanggal 26 Juli 2020 pukul 15.51 Wita.
2.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/08/090300965/hampir-80-persen-kasus-covid-19-tak-bergejala-ini-fakta-soal-otg?page=all,
diakses pada tanggal 26 Juli 2020 pukul 15.57 Wita.
3.
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200523130219-20-506173/wamenhan-nyatakan-perang-lawan-pandemi-covid-19.
diakses pada tanggal 26 Juli 2020 pukul 16.05 Wita.
4.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/08/06563101/jokowi-sebut-hidup-berdamai-dengan-covid-19-apa-maksudnya,
diakses pada tanggal 26 Juli 2020 pukul 16.14 Wita.
5.
https://www.suara.com/bisnis/2020/06/21/205630/dampak-pandemi-covid-19-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-alami-perlemahan,
diakses pada tanggal 26 Juli 2020 pukul 16.24 Wita.
Komentar
Posting Komentar