Tak kuasa berlinang air mata menyaksikan kepergian
nenek tercinta yang sejak kecilku menggendongku, memperlakukanku dengan baik,
bermain bersamaku.
Saya teringat sekali saat kecilku dulu sering main di
rumah nenek, di lotenglah tempat tidurku setiap malam saat bermalam di rumah
nenek. Di loteng juga dulu tempat tenun nenek. Hal yang
sangat saya senangi dari kecilku adalah tuli-tuli buatan nenek, enak sekali, tetapi
nenek sudah tua rentah, tidak ada lagi daya untuk bertahan di dapur jelajah
dulu.
Entahlah setiap saya mengurai kata ini, air mataku
terus berlinang.. bukan karena tidak rela tetapi teringat sekali saat kecilku
dulu, yang memanggil dengan panggilan kasih sayang dari nenek, tempat saya
bermain saat rumah nenek masih terawat dan anak-anak nenek lagi berkumpul bersama-sama
di rumah duka ini.
Saya yang telah besar dan sudah berkeluarga, kadang lupa
berkunjung di rumah nenek. Kadang kalau saya ke rumah nenek sering tanya
keadaan saya, keluarga, saudara-saudara saya dan kedua orang tua saya, mungkin
nenek ingin memastikan kondisi kami baik-baik.
Memang rumah nenek banyak yang berubah karena tempat mandi
saya dulu yang dibuat dari susunan batu kini sudah tidak ada lagi..padahal
itulah kenangan saya kecil saat mau mandi.
Saya teringat sekali setiap beli tuli-tulinya nenek
selalu dilebihkan supaya saya senang. Saya banyak belajar arti ikhlas
sesungguhnya dari nenek saya yang memberi dengan kesenangan hatinya kepada
cucu-cucunya.
Kadang nenek disalahkan dalam situasi tertentu tetapi
saya lebih memilih diam karena kesalahan nenek adalah kesalahan saya juga, saya
lebih memilih menjaga bicara agar nenek tidak sakit hati.
Mungkin inilah kehidupan, ada datang dan pulang, ada
hidup dan mati, saya pun mengikhlaskan kepergiaan nenek di pangkuan Illahi
Rabbi, menghadap ke kasih sayang Allah Swt.
Pemain Rebana Senior Katu Wolio
Telah Wafat
Kepingan cerita ini berisi perjalanan hidup nenek saya
yang cukup panjang dengan lika liku kehidupan yang penuh dengan warna warni.
Nenek saya bernama Wa Sira adalah salah seorang yang menjaga ajaran leluhur
Buton melalui shalawat Nabi Muhammad Saw yang dinyanyikan dalam Katu Wolio.
Lahir sekitar tahun 1942 dan wafat pada hari Selasa, tanggal 15 Juni 2020 pukul
10.30 WITA yang sudah berumur 78 tahun, usia ini masih perkiraan karena orang
tua zaman dulu banyak yang tidak mengingat lagi waktu kelahirannya.
Keseharian dia sebenarnya jualan tuli-tuli sejak saya
kecil dulu dan yang sering beli adalah para tetangga dan anak cucunya, profesi
lainnya setiap memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw dan acara-acara islam
lainnya selalu diundang untuk melantunkan shalawat Nabi Saw kadang 1 hari sampai
3 hari berturut, dia dan rekan-rekannya bershalawat dari pagi sampai pagi
harinya lagi.
Di antara group shalawat mereka, hanya dia yang paling
senior, profesi yang dijalani sebagai penyanyi syair shalawat Nabi Muhammad Saw
dalam katu wolio telah lakoninya sudah lama, hingga di usianya yang lebih dari
setengah abad.
Dia bersama teman-teman groupnya pernah diutus ke
Jakarta sebanyak 2 kali mewakili daerahnya untuk memperkenalkan shalawat nabi
versi Buton yang pertama kali diaktifkan pada masa kepemimpinan Walikota Baubau
Bapak Dr.H. MZ. Amirul Tamim, dan sekali di Yogyakarta dalam rangka pernikahan
keluarga. Lewat group shalawat inilah dia bisa menginjakan kakinya pertama kali
di Tanah Jawa, dan mendapatkan undangan dari semua kalangan untuk melantunkan syair
shalawat Nabi dalam kitab Barzanji.
Lantunan shalawat yang dialunkan selalu dimainkan
dengan irama lambat dan mendayu-dayu yang membuat suasana ruangan menjadi
tenang, hikmat dan sakral sehingga seakan kita ingin tertidur ketika
mendengarkannya.
Di usianya yang tidak muda lagi dia masih semangat
bepergian dengan berjalan kaki, bahkan setiap mendirikan sholat Idul Fitri dan
Idul Adha selalu memilih berjalan kaki dari rumahnya di Bone-Bone ke Masjid
Keraton, padahal jaraknya terbilang sangat jauh untuk usianya yang sudah tua
rentah, bahkan banyak anak cucunya yang sudah memiliki motor ataupun mobil,
tetapi ia lebih senang berjalan kaki dan tidak mau merepotkan orang lain,
kadang badannya sudah terasa lemah selama di perjalanan pulang dari Masjid Keraton,
ia tak mampu lagi meneruskan perjalanannya hingga dia sering didapatkan dalam
perjalanan pulang oleh keluarga ataupun orang lain yang mengenalnya untuk
diajak naik kendaraannya. Tradisi orang tua dulu melaksanakan sholat hari raya
idul fitri dan idul adha di Masjid Keraton masih dirawatnya sampai di usia yang
sudah tua.
Dia pun masih menjaga sholat wajib 5 kali dalam sehari
dan tidak pernah lepas bahkan shalat sunnah Tarawih dan Witir di Bulan Ramadhan
tidak pernah abai, lebih-lebih ngaji Al Quran yang selalu dibacanya setiap
saat. Ia yang sering terlihat riang dan gembira apalagi saat bertemu
cucu-cucunya, pasti senyumannya terlihat dengan tulus, orangnya yang selalu
semangat dalam beribadah, saking semangatnya dia sering datang lebih duluan
agar mendapatkan shaf pertama.
Kini ia sudah tiada, meninggalkan anak-anak,
cucu-cucu, cicitnya dan buyutnya yang tidak sedikit, jasa-jasanya selama
membesarkan anaknya dan kasih sayang kepada keluarga besar patutlah mendapatkan
cinta dari Illahi Rabbi, terlepas dari segala khilaf dan salah sebagai manusia
biasa patutlah kita memaafkannya dan membuangnya jauh-jauh dari dalam hati.
Semoga dirinya dalam naungan kasih sayang Allah Swt. Aamiin Ya Rabbal Alamin.
Komentar
Posting Komentar