Di subuh hari nan dingin dengan suara bising kendaraan yang lagi sibuk membawa buah dan sayur hasil kebun untuk para pedagang di pasar
tradisional Wameo Kota Baubau, mereka seakan berburu dengan waktu karena
terlambat sedikit, maka barang di atas mobil akan direbut oleh orang lain, bagi pedagang "time is money" waktu adalah uang, semakin disiplin semakin cepat dapat rezeki, semakin terlambat, maka rezeki akan di patok ayam.
Pandangan mata yang masih
sayup-sayup melihat aksi para pedagang yang lagi menyiapkan barang dagangnya di
sepanjang tepian jalan di bawah tenda bulat berwarna warni dengan satu tiang penyangga, ada pedagang yang membuat rumah-rumah kecil untuk
menggelar barang dagangannya bahkan ada pula yang tidak
punya atap sama sekali hanya mengharapkan keteduhan di bawah rindangnya pohon besar, disitulah
tempat berteduh mereka dari
teriknya matahari saat mentari semakin panas.
Di Pasar Wameo inilah masyarakat
Kota Baubau dan sekitarnya melakukan transaksi perdagangan dengan berbagai barang
yang didatangkan dari
desa-desa di luar Kota Baubau, ada yang menjual pisang, ubi, tomat, bayam,
kangkung, cabe, kacang panjang, kol, jagung, pepaya, kelapa, bawang dan masih
banyak lagi.
Pasar yang menjadi legenda bagi
masyarakat Buton karena umurnya sudah puluhan tahun masih tetap eksis bertahan dengan ciri khas barang-barang
tradisional, buah dan sayur yang masih segar
dan sehat.
Para
pedagang disini selalu terbuka dengan harga barang dagangannya, tidak ada
keuntungan besar yang mereka dapatkan setiap barang yang dijualnya, untungnya
tipis karena ada banyak pedagang yang harus menjual murah agar dagangannya
cepat laris manis. Mereka hanya mengharapkan keuntungan dari semua hasil
penjualan yang bisa menutupi biaya kehidupan sehari-hari.
Hidup ini
keras, maka orang lemah akan dikalahkan oleh alam, dan orang kuat akan
menaklukan alam, seperti inilah kiasan para pedagang tradisional, subuh
bertarung dengan rasa kantuk, siangnya bertahan dengan terik matahari, dan
berhadapan dengan calon pembeli dengan berbagai pertanyaan yang kadangkala
ujung-ujungnya hanya sekedar wawancara tanpa membeli satupun barang dagangannya.
Mencari
rupiah di tengah pandemi Covid-19 selalu menghantui mereka, kadang ditemukan sebagian
dari para pedagang tidak lagi peduli dengan himbauan pemerintah agar menerapkan
protokol kesehatan di dalam pasar karena bagi sebagian pedagang merasa ribet
dan membuat stress jika harus memakai masker berjam-jam apalagi harus menerapkan cuci tangan dengan sabun karena selalu memegang uang kertas dan barang dagangan dari orang lain. “Ah lepas aja dech,
bikin sesak napas saja masker ini”, kira-kira seperti itulah ucapan mereka yang
ingin berjuang mencari rupiah demi mendapatkan biaya pendidikan anak-anak,
kebutuhan makan sehari-hari, beban listrik dan masih banyak lagi beban yang harus
dikeluarkan demi kelangsungan rumah tangganya.
Semoga para pedagang selalu diberi kesehatan dan keselamatan dalam mencari rupiah karena salah satu pilar ekonomi negara yang kuat adalah bangkitnya para pedagang kecil di pasar-pasar tradisional.
Semoga para pedagang selalu diberi kesehatan dan keselamatan dalam mencari rupiah karena salah satu pilar ekonomi negara yang kuat adalah bangkitnya para pedagang kecil di pasar-pasar tradisional.
Komentar
Posting Komentar