Demokrasi merupakan sistem politik yang telah terbukti diakui oleh banyak negara di dunia dalam mewujudkan kedaulatan rakyat menuju pada cita-cita kesejahteraan, lahirnya demokrasi berasal dari rahim rakyat sendiri, demos artinya rakyat, dan kratos artinya kekuasaan, maka sering didengar bahwa demokrasi adalah sistem dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyatlah yang membesarkan dan memeliharanya, sebaliknya jika rakyat tidak mampu merawatnya apalagi para penguasa negara dianggap gagal dalam mendidik rakyat dari jahiliah menjadi beradab, inilah awal keruntuhan demokrasi sendiri karena pemegang kedautan yaitu rakyat tidak lagi menggunakan mandat ini untuk menjadikan mereka semakin berakhlak, berbudi pekerja luhur, dan mulia tetapi semakin mendekati pada jurang kesesatan yaitu kebebasan tanpa norma, berbicara tanpa didasari oleh bukti nyata, hinaan, makian, stigmatisasi, dan ujaran kebencian berseliwuran seperti halnya udara yang bebas dihirup tanpa filter, ditambah dengan berita-berita mainstream bukan lagi menjadi rujukan publik bahkan lembaga berita tersebut ikut andil berperan menyebarkan berbagai fitnah yang belum jelas kebenarannya.
Akhirnya demokrasi terbawa dalam ambang batas kewajaran karena kewarasan berpikir publik tidak lagi terawat dengan baik, yang ada hanyalah hoaks yang tidak berpenghujung bagai roda gila yang menggilas siapa saja korban dari fitnah tersebut. Hoaks merupakan berita bohong yang sengaja dibuat oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan tertentu. Bahayanya berita hoaks ini ditelan mentah-mentah oleh publik sehingga menjadi kebenaran kolektif, disinilah posisi kebenaran sejati runtuh akibat dominasi kebohongan terus menerus ditanamkan lewat pikiran publik oleh orang-orang yang pandai bermain memutar balikan fakta. Situasi yang kacau seperti ini disebut dengan Post Truth, didalam kamus Oxford mengartikannya sebagai kondisi dimana fakta tidak terlalu berpengaruh dalam membentuk opini public dibanding emosi dan keyakinan personal.
Post Truth menjadi perbincangan hangat dalam dunia jurnalisme terutama pada bidang politik seiring dengan pertarungan perebutan kekuasaan oleh para elit politik dengan memanfaatkan suara rakyat, berbagai fitnah terus diputar, diupload, dishare dan didiskusikan seakan berita bohong bertransformasi menjadi kebenaran kolektif masyarakat. Bahkan oleh para penguasa negara, daerah sampai tingkat desa mewanti-wanti adanya berita yang terus menyudutkan mereka terkait kinerja pemerintah yang tidak becus dalam mengurus kesejahteraan rakyat, kinerja buruk pemerintah dijadikan pintu masuk dalam menyebarkan informasi buruk (fake news) kepada publik yang kadangkala tidak lagi berupaya cek dan ricek berita, apalagi berita bernuansa sensasi yang terus menghipnotis pikiran masyarakat agar terjebak pada pusaran fitnah tersebut.
Kondisi memburuknya berbagai berita dan konten di media arus utama dan media sosial yang terus menghantam moral masyarakat, hingga menuju pada ambang dekadensi moral adalah ancaman nyata bagi runtuhnya demokrasi yang berganti menjadi democrazy. Demos artinya rakyat, Crazy adalah gila, Democrazy merupakan keadaan sistem yang menempatkan rakyat telah berada dalam kebebasan yang sebebas-bebasnya hingga tidak lagi mengindahkan norma-norma kebaikan dan kebenaran. Lihatlah berbagai media apapun terus menerus menviralkan berita-berita tidak mendidik, hanya menjadi tontonan tanpa dibarengi tuntunan hidup. Sensasi yang mengelitik nalar dan perasaan publik itulah yang berpotensi viral dan ditonton oleh jutaan manusia, bukan berita edukasi yang mendidik dan membawa pada peradaban akhlak mulia.
Disinilah pentingnya peran Government dalam menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, sesungguh-sungguhnya, dan seadil-adilnya, bengkoknya kebijakan pemerintah pada rel kebenaran akan memantik kekacauan tatanan negara, banyak kepura-puraan dari para decision makers yang menjadikan trauma publik berkepanjangan seakan publik merasakan kebencian atas kebohongan manis yang dimainkan saat merebut dan mempertahankan kekuasaannya. Jika government sudah bertindak dengan baik, maka selanjutnya peran media yang memfilter berbagai konten dan berita yang tidak mendidik, terutama yang mengandung pornografi, pornoaksi, kekerasan, penghinaan dan berbagai perilaku buruk yang bertentangan dengan norma-normat agama dan hukum negara patut ditutup, diblokir bahkan diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku secara adil dan proporsional. Lalu ujung dari perjuangan membendung post truth dan hoaks adalah moral publik yang terbentuk dari teladan government dan berita baik dari berbagai media. Jika cara-cara ini tidak diwujudkan segera, maka tunggulah saat kehancuran. Terima kasih. Wassalam.
Penulis: Darmin Hasirun
Assalamu'alaikum, warahmatullahi wabarakatu. Semoga bermanfaat buat semua saudaraku masyarakat Khususnya semua warga negara Indonesia Agar bisa memilih pemimpin yang mampu Menjalankan Amanah Untuk Bangsa Indonesia.. Aamiin
BalasHapusWalaikumsalam Warahmatullahi Wabarakaatuh saudaraku. Aaamiiin Ya Rabbal Alamin. Terima kasih banyak saudaraku.
Hapus