Langsung ke konten utama

Episode ke 2. MENELUSURI JEJAK MISTERI PANTAI WARUMI DI PULAU BATUATAS



Setelah diceritakan penelusuran kami pada episode pertama, selanjutnya kita kembali ke perjalanan. Sesampainya kami di Desa Liwu nampak kesan penduduknya agak sepi, banyak kambing berjejer sedang memakan dedaunan, keindahan alamnya masih sangat natural, tidak ada polusi suara, udara, serasa berada di tempat keteduhan.

Sempat menanyakan keberadaan warganya, kenapa agak sepi? Ternyata kebanyakan warganya merantau di daerah lain untuk mencari nafkah bahkan ada yang sudah berpuluh-puluh tahun menetap di daerah kerjanya, mereka akan pulang pada momen-momen tertentu seperti hari raya idul fitri atau pesta kampung yang diadakan sekali setahun. Desa ini belum terlihat banyak pembangunan infrastruktur perkantoran, perumahan, air bersih, listrik sehingga saat malam tiba masyarakatnya hanya mengandalkan mesin genset atau lampu tradisional/lampu pelita.

Suasana alamnya sejuk, bersih, dan nampak indah sepanjang perjalanan, disana kami melihat banyak rumput ilalang, pohon pisang, dan berbagai tanaman liar yang tumbuh sejauh mata memandang. Letaknya di pegunungan menjadikan desa ini berbeda dengan desa lainnya yang terletak di tepian pantai, suasana pegunungan yang rindang, tidak terlalu panas, dan kadang tertiup angin sepoi-sepoi sehingga perjalanan kami tidak terasa melelahkan meski harus berjalan kaki dari bukit Kathoba Mambulu dan menuruni jalan pengerasan.

Di tengah kampung kami bertemu dengan penduduk setempat dan teman akrab Joko namanya “La Mudi”, kebetulan dia berasal dari Desa Batuatas Timur yang menikah dengan warga Desa Liwu dan menetap disana. Dialah yang secara suka rela dan senang mengantar kami keliling kampung sekaligus menelusuri jejak misteri Pantai Warumi, kami mengawali perjalanan menuju Baruga Liwu yang sudah lama membuatku penasaran. Sekilas perasaan saya tentang desa ini merupakan pengalaman pertama kali melihatnya, rasa penasaranku tentang desa mulai terobati setelah ditemani berlama-lama oleh La Mudi. Dia menunjukan beberapa tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat setempat salah satunya Baruga Liwu yang nantinya kami singgahi.

Setelah beberapa menit kemudian kami tiba di Baruga tersebut, nampak baruga ini dibangun dari kayu yang kokoh, cukup terawat, tidak ada seorang pun terlihat di dalamnya, bangunan yang didirikan di tanah seluas kurang lebih 20 x 20 meter yang dapat menampung puluhan orang, dengan kontruksi bangunan seperti panggung, tidak ada dinding yang menutupinya sehingga dari jauh kamipun bisa melihat suasana di dalam Baruga. Beberapa menit kami melihat bangunan itu, lalu melanjutkan perjalanan menuju pantai tersebut.

Selama dalam perjalanan terlihat tebing-tebing menjulang tinggi dan kuat, di dinding tebing kami diperlihatkan batu berbentuk seperti “Binatang Kadal” yang dipercayai oleh masyarakat mempunyai cerita tersendiri dibalik bentuk itu, dibawah tebing ada jejeran bambu-bambu yang berbaris indah, serasa berada di Negeri Tirai Bambu, udaranya yang sejuk dan rindang, di tempat ini pula kami harus berhadapan dan menaklukan jurang tinggi sambil berpegangan pada bebatuan, maklum belum ada jalan yang dibuat permanen, tangga yang kami turuni dibentuk oleh warga secara alami ukurannya cukup untuk telapak kaki. Beberapa kali menuruni tangga dengan hati yang was-was, kamipun harus berpegangan pada batu atau pohon yang tumbuh disekitar jurang itu.

Di tengah tebing itu, La Mudi menunjukan lagi goa yang dianggap cukup sakral oleh masyarakat setempat, tempatnya persis di bagian jurang, jikalau salah menginjakan kaki bisa berakibat fatal jatuh ke bawah. Goa ini tidak begitu dalam, bisa dilihat ujungnya dari luar, ada pula tetesan air jernih yang terbentuk secara alami, melihat tetesan air ditambah rasa capek akhirnya Joko dan La Mudi meminum air itu dengan menggunakan pipet plastik kecil sedangkan saya hanya sibuk melihat pemandangan disekitar tebing, konon tetesan air ini dahulu dipakai oleh warga setempat sebagai air minum sehari-harinya, dan ada pula yang mempercayai mempunyai kekuatan ghaib bisa menyembuhkan penyakit-penyakit tertentu, disela-sela istrahat kami menyempatkan mengambil gambar gua itu dan berfoto bersama.

Setelah meminum air gua dan beristrahat sejenak, Joko agak berubah pikiran tidak melanjutkan perjalanan karena waktu semakin mendekati malam pukul 17.00 Wita, maka saya bilang sama mereka “kita sudah dipertengahan jalan” nanti menyesal dan terbayang-bayang juga kalau pulang di rumah. Oleh karena itu kita lanjutkan saja perjalanan menuruni tebing. Akhirnya kamipun melanjutkan perjalanan, memang rasa lelah dan haus mulai terasa tetapi rasa penasaran dan motivasi selalu mengalahkan keadaan yang dihadapi.

Saya berpikir sejenak “mungkin ini yang menyebabkan banyak masyarakat tidak tertarik mendatangi pantai ini”, karena harus menuruni tebing yang tingginya ratusan meter dari dasar, melewatinya harus butuh banyak tenaga bahkan menurut informasi dari La Mudi pernah ada korban jatuh di tempat ini tetapi itu jarang terjadi. Akses untuk menuju pantai itu memang terbilang sulit untuk pemula lebih-lebih bagi wanita.

Tebing yang tinggi tidaklah menyurutkan semangat kami menembus batas kemampuan demi mencapai pantai tujuan, teman-teman pembaca bisa bayangkan untuk menuruni tebing ini harus butuh waktu lebih dari 30 menit, waktu yang tidak singkat untuk daerah bebatuan dan terjal. Setelah 30 menit kemudian kami sudah melihat panorama keindahan pantainya yang teduh dan membiru. Ternyata tidak jauh dengan pantai, ada beberapa batu berbentuk unik seperti sedang menopang tebing tinggi, maka kami menyempatkan mengambil gambar karena selama berkeliling di Pulau Batuatas nan cantik tidak ada satupun batu yang mirip dengan bentuk batu ini (beautiful).

Bersambung…!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROFIL DARMIN HASIRUN

  CURRICULUM VITAE     CURRICULUM VITAE   Nama Lengkap   Darmin Hasirun, S.Sos., M.Si . Tempat Tanggal Lahir   Bone-Bone, 10 Juli 1985 Jenis Kelamin   Laki-Laki (L) Pekerjaan   Dosen Agama   Islam Alamat   Lorong Hatibi, Kelurahan Tanganapada, Kecamatan Murhum Kota Baubau , Provinsi Sulawesi Tenggara . Hobi   Membaca, Meneliti, Menulis, Mengajar, Traveling dan dan Diskusi Alamat Email (Pribadi)           darmin.hasirun@gmail.com Kontak Person   0852 1370 8268   Riwayat Pendidikan dan Karya Ilmiah Jenjang Pendidikan Nama Institusi / Program Studi Tahu...

HANYA HITUNGAN JAM KAWASAN ELIT LOS ANGELES RATA DENGAN TANAH

Berita mengejutkan datang dari negeri Paman Sam Amerika Serikat tepatnya di kawasan elit Los Angeles Distrik Pacific Palisades, Negara Bagian California dilanda kebakaran sangat besar dan sulit dipadamkan (Selasa pagi, 7 Januari 2025). Angin Santa Ana yang sangat kuat dengan kecepatan hingga 129 km/jam terus menggila mendorong api melahap setiap bangunan dan sarana yang dilewatinya, ditambah kekeringan yang berkepanjangan serta rumah-rumah elit yang sebagian besar terbuat dari bahan kayu yang mudah terbakar menjadikan kebakaran kian menyebar dengan sangat cepat, bahkan para petugas kebakaran tidak mampu mengatasinya. Kebakaran hebat ini mengakibatkan Los Angeles rata dengan tanah, lebih dari 10.000 bangunan perumahan, fasilitas bisnis dan sarana lainnya bah hilang ditelan bumi. Dilansir di website Kompas.com dengan judul berita “Kebakaran Los Angeles Jadi Bencana Termahal di AS, Kerugian Sudah Mencapai Rp.2.121 Triliun” (11/01/2025), bahkan pada situs berita Sindonews.com menulis tajuk...

FIPH MENYELENGGARAKAN TALKSHOW “PEMBATASAN DISTRIBUSI BBM BERSUBSIDI, SIAPA YANG DIUNTUNGKAN?”

  Maraknya aksi penimbunan BBM, monopoli pembeliannya, permainan harga BBM bersubsidi, antrian panjang hingga berdampak pada konsumsi BBM bersubsidi tidak tepat sasaran. Kondisi seperti ini menimbulkan banyak keluhan masyarakat terhadap manajemen pendistribusian BBM bersubsidi. Disisi lain BBM bersubsidi yang seharusnya dirasakan langsung masyarakat miskin dengan   harga yang terjangkau tetapi fakta di lapangan menunjukan sebaliknya yaitu BBM bersubsidi malah dimonopoli oleh para pengecer dengan menggunakan kendaraan yang telah dimodifikasi agar dapat menampung BBM dalam jumlah besar. Para pengecer ini yang notabene tidak mempunyai izin usaha resmi terkait penjualan BBM bersubsidi terkesan kurang diawasi oleh pihak Pertamina maupun Kepolisian. Hal ini diduga ada permainan antara pihak SPBU dan para pengecer yang ingin meraih keuntungan sebesar-besarnya tanpa memikirkan kebutuhan masyarakat lain. Alhasil banyak Pertalite dalam bentuk botolan dijual bebas sepanjang jalan den...