Sosok
Umar Samiun dan Daerah Kabupaten Buton Selatan (Busel) memiliki cerita
tersendiri yang berbeda dengan saudara kembarnya Kabupaten Buton Tengah ataupun
Muna Barat dan cerita itu pasti tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat
utamanya para aktivis, untuk lebih jelasnya penulis akan mengulas secara
singkat tentang peran permainan politik Umar Samiun dan upaya pemekaran daerah
Busel.
Mekarnya
Kabupaten Busel yang ingin melepaskan diri dari Kabupaten Buton tidak luput
dari perjuangan yang sangat melelahkan, perlu kekuatan massa, komitmen kuat,
demonstrasi besar-besaran sampai tindakan anarkis dilakukan oleh masyarakat
Busel.
Segala
tekanan dihadapi oleh masyarakat Busel utamanya kelompok aktivis yang yakin dan
bersikukuh bahwa daerah yang diperjuangkannya akan mekar bersama-sama dengan
Kabupaten Buton Tengah dan Kabupaten Muna Barat.
Strategi
yang dilancarkan oleh Umar Samiun untuk menghalau para aktivis pejuang
pemekaran Busel cukup banyak, mulai dari pergantian para Lurah, Camat, menekan
para pegawai di wilayah Busel agar tidak ikut campur dalam upaya pemekaran,
membangun kerjasama dengan pihak legislatif (khususnya kader PAN), pengerahan
Satpol PP bahkan muncul isu dugaan ada keterlibatan preman sehingga para
aktivis selalu mempertimbangkan melakukan demontrasi di Pasarwajo Ibukota
Kabupaten Buton, dan mereka lebih memilih fokus melakukan mobilisasi massa di
wilayah Busel serta mengajak masyarakat agar bersama-sama turun menyuarakan percepatan
pemekaran, melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian untuk meredahkan
tindakan anarkisme yang dilakukan oleh masyarakat pendemo hingga ada beberapa
pemuda yang ditangkap dengan dalil telah melakukan dugaan tindakan pengrusakan
fasilitas umum/kantor milik pemerintah sampai pengancaman yang dialami oleh
Camat Batauga.
Meski
sudah berkali-kali melakukan penekanan kepada Pemda Buton tetapi lagi-lagi para
pejuang/aktivis pemekaran harus berhadapkan dengan Bapak Bupati Buton (Umar
Samiun). Antara melepaskan dan mempertahankan, tarik menarik kepentingan,
desakan dan tuntutan untuk memekarkan daerahnya. Usaha para pejuang Buton
Selatan hingga berpuluh-puluh kali melakukan demontrasi mulai dari skala kecil
maupun skala besar, dari desa/kelurahan, kabupaten, provinsi sampai DKI
Jakarta, para aktivis pemekaran tak kenal kata menyerah, mereka menyuarakan
kepentingan masyarakatnya yang ingin melepaskan diri dari Kabupaten Buton,
tetapi tuntutan dan tekanan itu selalu harus diperhadapkan dengan Bupati Buton
yang saat itu beliau menginginkan jangan secepatnya dimekarkan, sementara
rakyat di daerah ingin secepatnya direalisasikan, maka akibatnya terjadilah benturan
kepentingan antara pemerintah dan rakyat.
Setelah
bertahun-tahun dari masa pemerintahan Syafie sebagai pondasi / inisiator
pemekaran sampai masa pemerintahan Umar, impian untuk mekar terealisasi pada bulan
Juli 2014 melalui UU No. 16 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kab. Busel di
Provinsi Sultra, semua ini semata-mata murni perjuangan masyarakat Busel, yang
berbeda dengan saudara kandungnya Buteng dengan rela dan ikhlas dimekarkan oleh
Pemda.
Penulis
mengibaratkan mekarnya dua daerah (Busel dan Buteng) ini, layaknya seorang ibu
yang ingin menghamilkan anak satu-satu agar ibunya tidak kesusahan saat
melahirkan anak tersebut, karena jikalau hamil dua anak sekaligus berakibat
akan banyak pengeluaran untuk mempersiapkan pakaian, popok, tempat tidurnya,
makanan, minuman dan segala keperluan untuk bayi, tetapi Yang Maha Kuasa
berkata lain bahwa ibu tersebut menghamilkan anak kembar dan konsekuensinya
pastinya akan melahirkan kedua-duanya. Perasaan ibu mulai deg-degan antara
normal atau caesar, tetapi karena terlanjur niatan hati sang ibu hanya ingin
melahirkan satu anak saja, maka dicarikanlah cara agar satu anak tidak lahir
atau mati dalam kandungan, (Betapa Tega)..! tetapi fakta berbicara lain bahwa
kedua anak tetap bertahan hidup hingga tiba waktunya harus dipaksa melahirkan
baik normal maupun caesar. Alhasil lahirlah dua anak kembar, keduanya menangis
karena telah 9 bulan bertahan di dalam perut ibunya. Inilah sosok bayi kembar
yang dilahirkan bersamaan oleh ibunya (Kab.Buton) “satu anak yang diemaskan dan
satu anak yang tidak rela dilihat”. (Sedihnya)..!
Setelah
kedua anak ini mulai tumbuh dan semakin berkembang, 2 (dua) tahun kemudian
ibunya menyusui dan menyapih kedua anaknya dengan susah payah, serta menyiapkan
keperluannya yang nantinya menjadi bekal kedua anaknya. Kini ibunya baru sadar
ternyata wajah kedua anak ini sangat cantik, dan dia kembali merenungkan inilah
Kuasa Tuhan Yang Tak Terbendung “Kun Fayakun” (Jadi maka Jadilah) !.
Serasa
kedua anak kembar ini tidak rela dilepaskan dari genggaman tangannya, karena
pastinya akan banyak manfaat mempunyai anak banyak, seperti pepatah bilang
“Banyak Anak, Banyak Rezeki”. Tetapi seiring pertumbuhan kedua anak seperti
terkena karma atau dalam bahasa Cia-Cia “Sina’a”, dan bahasa Butonnya “Balaa”,
satu anaknya yang nakal/ bandel, tidak suka ibunya dan satu anaknya penurut
kepada ibunya.
Inilah
ilustrasi cerita singkat, tentang sosok Umar Samiun (Sang Petarung Politik
Daerah) dan Buton Selatan, yang sekarang ini masih berusaha tetap menguasai
daerah tersebut. Hal ini terbukti dengan menjadikan dirinya sebagai Sutradara/ Ketua
“Pemenangan Pasangan Bakal Calon H.Sattar dan Yasin Welson” dalam persiapan
pemilihan kepala daerah di Buton Selatan.
Akankah
ini tanda “Kesuraman lama bersemi kembali atau Harapan Baru untuk masyarakat
Buton Selatan..? Wallahu a’lam..
Komentar
Posting Komentar