Terbayang
judul di atas sangat menarik untuk dibahas karena ada unsur feminism dalam
pemilihan kepala daerah. Berbicara wanita pasti tidak lepas dari aspek kecantikan,
keindahan, kelembutan, elok, kulit putih, mulus, dan masih banyak lagi. Banyak
orang berasumsi bahwa membahas wanita lebih menarik ketimbang pria karena
wanita mempunyai keunikan tersendiri dan aura magnet yang dapat menarik simpati
hati bagi siapapun.
Dalam
agama, wanita diposisikan sangat spesial karena dialah yang mencetak generasi
penerus bangsa dan agama menjadi berkualitas, disisi lain wanita juga
diibaratkan “Pisau Bermata Dua”, ada wanita baik, mulia perangainya dan
menyejukan hati, tetapi ada juga wanita buruk perangainya yang membahayakan
bagi pria.
Banyak
pemimpin hebat berhasil dalam bidangnya karena dorongan wanita (istri),
sehingga ada ungkapan mengatakan “kesuksesan seorang pria dikarenakan memiliki
wanita hebat disisinya, contoh Nabi Muhammad SAW dengan istrinya Siti Khadijah,
Presiden Pertama RI Soekarno dan istrinya Inggit Garnasih, Presiden Kedua RI Soeharto
dengan istri Ibu Tien, Presiden ketiga RI Habibie dan istrinya Ainun, Barak
Obama dan istrinya Michelle Obama, dan masih banyak lagi.
Dalam
tulisan ini, penulis tidak sedang membahas wanita tangguh di belakang lelaki
sukses, tetapi WANITA-WANITA pada judul di atas hanyalah kata kiasan untuk
menggambarkan Barisan “PARTAI-PARTAI POLITIK” yang akan dipakai oleh bakal
calon kepala daerah yang siap bertarung dalam pesta Pilkada kedepan agar
memenuhi syarat ambang batas minimal jumlah kursi DPRD bagi yang menggunakan
jalur partai politik.
Oleh
karena itu, dalam situasi seperti ini Partai-Partai Politik menjadi mahluk paling
cantik yang mengantar sang kandidat menduduk kursi nomor 1 (satu) di daerah,
lantaran cantiknya banyak para bakal calon yang memperebutkan bahkan
mempertengkarkan partai-partai ini agar diakui sebagai calon yang paling
tangguh di daerahnya.
Hubungan
antara calon kepala daerah dan partai politik, bagaikan pria gagah yang
dikelilingi oleh wanita-wanita yang hanya memilih salah satunya, beberapa
partai atau mengambil semuanya (Poligami).
Penulis
mempunyai cerita singkat tentang pria yang berpoligami yang persis sama dengan
politik Pilkada, silahkan simak baik-baik.
Pada
suatu hari, ada seorang pria yang ingin mempersunting wanita idamannya, dalam
benak pria tersebut apapun dikorbankan demi mendapatkan wanita yang disukainya,
mulai mengeluarkan uang saat pacaran dengan memfasilitasinya di rumah makan dengan
segala makanan dan minuman kesukaannya, momen meminangpun tak luput dari
kebutuhan uang banyak agar ceremonialnya berjalan dengan baik, kemudian
memasuki masa resepsinya atau perjamuannya akan lebih banyak lagi mengeluarkan uang
untuk mengundang para tamu dan mempublikasikan di media massa/elektronik agar
menyaksikan pernikahan tersebut. Memang cukup melelahkan mulai dari mengenal
wanita, pacaran, akad nikah, sampai resepsi/perjamuan, banyak yang harus dikorbankan
demi memiliki “SI NYAI NAN CANTIK JELITA”.
Setelah
ditelusuri lebih jauh, sebelum wanita ini dinikahi oleh sang pria idamannya, ternyata
ada banyak pria-pria lain yang diajak kenalan dan pacaran agar menjadi tambatan
hatinya. Tipe wanita pada dasarnya mau-mau saja selama tidak diapa-apakan,
karena wanita juga pasti mencari pria yang baik dari beberapa pria yang ada
dalam kehidupannya.
Sayang
beribu sayang, wanita tidak bisa dan dilarang “Poliandri” (banyak suami) karena
aturan memang mengharuskan hal tersebut, terpaksa diantara pria-pria yang baik
tersebut harus diseleksi dan dipilih satu pria yang paling kena di hatinya,
maka dapatlah Pria Idamannya tersebut, dan pria lainnya sakit hati karena tidak
dipilih sebagai pendamping hidupnya.
Dalam
perjalanan cintanya ternyata Pria Idamannya ini, malah “Poligami” (banyak
istri) dengan wanita-wanita lain, memang dalam aturan diperbolehkan melakukan
Poligami, tetapi ingat ya..! Satu istri saja sudah kewalahan melayani kebutuhan
dan keinginannya setiap hari, lebih-lebih banyak istri, dan lebih parahnya lagi
para istri-istri itu banyak anak.
Akhirnya hidup Sang Pria itu tersandera oleh Hawa Nafsunya yang seharusnya
hanya mampu satu orang saja, tetapi memaksakan dirinya untuk meminang dan
mengawini Wanita-Wanita tersebut.
Menurut
penulis seharusnya pria menikah dengan wanita tanpa syarat “apa adanya”,
artinya menerima pria apa adanya begitupula wanita tersebut. Inilah pernikahan
yang disatukan oleh kekuatan cinta dan kasih sayang, sehingga kehidupan rumah
tangga yang dijalaninya tanpa ada beban yang terlalu menumpuk dan tidak disandera
oleh kepentingan dan kebutuhan wanita-wanita tersebut.
Yang
menjadi masalah apabila yang dinikahi itu adalah wanita-wanita mata duitan hanya
karena gengsi disebut pria gagah dan tampan, maka sebagai konsekuensinya dalam
perjalanan rumah tangganya harus menguras tenaga, uang, pikiran dan waktu
terbuang hanya untuk memenuhi hasrat para wanita yang dinikahinya. Pikiran
negatif selalu membayangi dia untuk korupsi dan merampok uang orang lain untuk
menutupi kekurangan materi dari semua istrinya.
Inilah
gambaran calon yang terlalu banyak mengambil partai dengan deal-deal,
perjanjian, komitmen, MOU dan segala kesepakatan yang dibangun saat
partai-partai politik berjejer ingin dipinang. Calon kepala daerah yang suka
dengan banyak partai maka akan menghadapi berbagai resiko diantaranya anggaran,
tenaga, pikiran, dan waktunya terlalu banyak terkuras hanya untuk kepentingan
dan kebutuhan partai-partai politik sebagai politik balas budi atas jasanya
telah mengantarkan dirinya menduduki jabatan KEPALA DAERAH. Hanya karena gengsi
ingin dikatakan bahwa dirinya bisa menguasai partai-partai tersebut sehingga
harus memiliki semua partai dengan segala konsekuensi yang akan ditanggung saat
menjabat nanti.
Saran
penulis jikalau terjadi Poligami “ciptakanlah hubungan tanpa syarat, agar saat menjadi kepala daerah tidak terkekang
oleh kepentingan partai politik”. Seperti yang dikatakan oleh Manual Luis
Quezon, Mantan Presiden Filipina “Kesetiaan kepada partai akan berakhir ketika
kesetiaan kepada tanah air dan bangsa berawal”.
Semoga
bermanfaat..! Wassalam.
Komentar
Posting Komentar