Fenomena
perebutan kursi nomor wahid di daerah sebut saja jabatan bupati/walikota, telah
menjadi magnet tersendiri bagi para petualangan kekuasaan, hingga mereka
menelusuri belantara banyaknya rakyat yang ada di daerah, blusukan untuk menarik
simpati masyarakat adalah cara yang unik, setelah runtuhnya otoritarisme
kekuasaan yang saat itu penguasa hanya duduk berlenggang lama tanpa meminta dukungan
dari masyarakat pun akan tetap duduk di singgasana kekuasaan.
Menjadi
walikota/bupati merupakan harapan orang-orang yang menginginkan jabatan yang
prestisius, dipandang masyarakat, memiliki fasilitas mewah, uang banyak, dan
rumah layaknya istana. Jikalau kita ibaratkan televisi dan remote yang dengan
mudahnya dapat mengganti channel kesukaan kita, hanya menekan tombol pada remote
akan secara otomatis mengubah chanel tersebut, sama halnya juga dengan penguasa
yang memerintahkan bawahannya melakukan sesuatu dengan mudahnya hanya
mengatakan selesaikan ini dan itu..(tanpa banyak protes dari bawahan), bahkan
dengan menggerakan jarinya pun (tanpa berkata-kata) dapat memberikan isyarat
komando untuk mengikuti apa yang dia mau.
Menjadi
Walikota/Bupati merupakan dambaan lelaki/perempuan yang ingin mengubah daerah
hingga sesuai dengan harapan yang diinginkan, prinsip ini menjadikan keinginan
mengabdikan dirinya secara total untuk kepentingan masyarakat dan daerah dalam
membentuk masyarakat yang madani. Masyarakat madani merupakan masyarakat yang
sudah dapat memenuhi kebutuhan pokoknya menjadikan mereka aman, dan sentosa.
Motivasi
menjadi kepala daerah tidaklah terbendung disaat banyak para pendukungnya
menginginkan dirinya masuk dalam arena pertandingan politik untuk mendapatkan
kekuasan, hingga saat mendapatkan kekuasaan itu hatinya mulai goyah, imannya
tak beraturan, dan tujuannya tak tentu arah. Yang ada hanyalah visi misi kosong
tanpa realisasi nyata, khayalan demi khayalan di dalam benaknya mulai bercokol
setan pengincar jabatan. Akhirnya dia tertidur lelap oleh indahnya kekuasaan.
Tidak
hanya sampai disitu saja, keinginan hasrat hatinya berlama-lama di kursi empuk
dan megah menjadikan dia melupakan jati dirinya yang sebenarnya. Terciptalah
korupsi yang awalnya ditolak ternyata imannya runtuh berkeping-keping oleh
kelezatan kekuasaan yang dimilikinya. Pencitraan diri yang dibalut rasa ingin
dipuji dan disanjung (riya) menjadikan dia semakin enak dengan pujian yang didapatkan
dari orang-orang yang haus akan percikan kekuasaan.
Apalah
artinya kedudukan yang hanya bertahan sebentar, sekedar untuk mengejar
kesenangan duniawi,
Apalah
artinya jabatan yang hanya merupakan amanah/titipan sebentar dari TUHAN,
setelah itu akan dicabut kapan saja, dimana saja, dan siapa saja. Akhirnya
penyesalanlah yang ada dalam benaknya.
Apalah
artinya kehormatan yang diberikan oleh rakyat dan negara, kemudian dinodai oleh
perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme, terjadilah penghianatan bangsa yang
merusak masa depan negeri.
Power tends to
corrupt, absolute power corrupts absolutely (Kekuasaan cenderung korup, kekuasaan mutlak merupakan korup secara mutlak) (Lord Action)
Allah
SWT telah lama mengingatkan umat manusia yang diabadikan dalam kitabnya yang
suci, berfirman:
“Katakanlah:
“Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang
Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki.
Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang
Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qur’an Surat Ali Imran Ayat 26 ).
“janganlah
engkau sibuk mengejar isi duniamu, karena engkau tidak akan sanggup
mendapatkannya”. (by Darmin)
Pesan
ini mengandung makna yang mendalam dan harus menjadi pelajaran buat diri
penulis serta semua pembaca yang budiman agar merenungkan hakikat dari nilai-nilai
perjuangan dan perjalanan di dunia, terutama bagi siapapun yang ingin menjadi
kepala daerah kedepan.
Komentar
Posting Komentar