Pancasila
merupakan dasar Negara Republik Indonesia yang membedakan dengan ideologi negara
lain yang terlahir dari berbagai perbedaan di Nusantara untuk satu nation. Pancasila sebenarnya telah lama
melekat dalam kebudayaan masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke,
bahkan ribuan tahun sebelum Indonesia merdeka.
Keragaman
kebudayaan yang dimiliki bukanlah hal yang perlu dipertentangkan bahkan
menimbulkan konflik antar anak bangsa, perbedaan merupakan rahmat Tuhan Yang
Maha Esa yang diberikan kepada umat seluruh alam, entitas ideologi setiap
bangsa pastinya harus dapat melekat dan menjadi dasar untuk melaksanakan
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kita
harus mengakui secara sadar bahwa setiap daerah pasti dihuni oleh orang-orang
berbeda etnis, bahasa, kulit, bahkan kepercayaan yang membutuhkan kehidupan
damai dalam suatu kawasan penuh cinta dan kasih.
Pemilihan
kepala daerah di tingkat propinsi, kabupaten dan kota adalah salah satu upaya untuk
melahirkan pemimpin diantara berbagai ragam manusia yang ada di daerah
tersebut. Tentu kita tidak boleh terlalu menonjolkan setiap perbedaan tersebut
demi meraih kekuasaan. Kekuasaan tidak mesti harus diraih dengan menjatuhkan
lawan, kekuasaan tidak mesti diraih dengan mengucilkan kelompok lainnya,
kekuasaan tidak mesti diraih dengan cara-cara yang tidak menghargai perbedaan. Oleh
karena perbedaan adalah rahmat..! maka dengan rahmat (kasih sayang) itulah kita
bergerak membangun negeri ini, dengan perbedaan itulah kita saling mengisi satu
dengan lain.
Perbedaan
yang ada diantara kita, ibarat mesin mobil yang tersusun dengan berbagai macam bahan
besi, tembaga, kaca, bahkan plastik, bentuknya pun ada yang berukuran kecil,
menengah, sampai besar, segala bentuk yang ada didalamnya pasti berguna untuk
saling bekerja sama. Meskipun berbeda-beda ukuran komponen mesinnya tetapi pada
hakikatnya mempunyai tugas yang sama yaitu sama-sama menggerakan mobil agar
berjalan mulus tanpa ada hambatan. Begitupula dengan masyarakat di daerah,
dengan beragamnya perbedaan yang ada harusnya menjadi alat untuk menyatuhkan
kekuatan tersebut sehingga roda pemerintahan dan pembangunan daerah dapat
berjalan dengan baik.
Jikalau
kita kembali pada gambaran mobil di atas, maka sopir/pengendara yang baik
adalah pengendara yang pintar bukan hanya bisa menyetir/mengendalikan mobilnya,
tetapi paham dengan kondisi mesin mobilnya, didalamnya ada berbagai komponen yang
saling menunjang agar mobil bekerja dengan maksimal.
Begitupula
dengan kepala daerah, sebagai pemimpin masyarakat daerah yang baik bukan hanya
pintar menjalankan pemerintahan, tetapi harus memahami keberagaman masyarakatnya
dan kebutuhan masyarakat di daerahnya. Pemimpin yang dimaksud adalah pemimpin
berjiwa Pancasila.
Kepala
daerah (pemimpin) berjiwa Pancasila pertama kali dipelopori oleh Ki Hajar
Dewantara, dikenal sebagai tokoh pendidikan nasional. Kepala daerah berjiwa Pancasila
adalah pemimpin yang bertindak berdasarkan pada asas Pancasila yang berketuhanan
yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tipe
pemimpin berjiwa Pancasila ada tiga: ing ngarsa sung tulada (di depan memberi
contoh), ing madya mangun karsa (di tengah bersama-sama rakyatnya), tut wuri
handayani (dibelakang memberi motivasi kepada rakyatnya).
Tiga
tipe di atas sangatlah mudah diucapkan tetapi sangat susah diaplikasikan,
kebanyakan para kepala daerah lebih banyak mengajak masyarakat (tut wuri
handayani) untuk melaksanakan kebijakannya, begitupula dengan posisi kepala
daerah yang selalu berada di tengah-tengah masyarakat (ing madya mangun karsa) lebih
banyak dilakukan saat menjelang pemilihan kepala daerah agar dirinya terkesan
dekat dengan rakyat tetapi pada saat menduduki jabatan mulailah ada gap (jurang
pemisah) antara kepala daerah dan rakyatnya.
Yang
paling susah diterapkan di era modern ini adalah jiwa ing ngarsa sung tulada
(di depan memberi contoh), jiwa ini terkesan hampir punah ditelan oleh zaman,
padahal jiwa inilah yang paling utama dan pertama ditekankan untuk menjadi
pemimpin. Banyak orang-orang hebat di negara ini yang telah berhasil membangun
infrastruktur megah, menjadi sarjana bahkan professor di bidangnya, pintar
berpidato, tetapi kehebatan tersebut tidaklah dibarengi dengan sikap teladannya.
Sehingga
tidaklah heran jikalau ada kepala daerah yang telah berprestasi di bidangnya
dengan segala gelar yang didapatkannya, tetapi masih melakukan korupsi, kolusi
dan nepotisme. Masih sering berlangganan dengan penegak hukum bukan karena
prestasinya tetapi karena kejahatan yang dilakukannya.
Ada
pula kepala daerah yang hanya menonjolkan kaumnya saja, jikalau kepala daerah
yang lahir di suku A, maka komposisi kepala dinas, kepala bagian, bahkan Sekda cenderung
dikuasai oleh suku A pula, dia berusaha mendorong orang-orang yang ada di
sukunya menjadi kepala-kepala bagian di daerahnya.
Sungguh
miris negeri yang mempunyai pemimpin-pemimpin egois, hanya berpikiran bahwa “saudaranya
pada golongannya sendiri saja sedangkan golongan lainnya tidak”. Padahal
golongan lain seharusnya menjadi saudaranya. Rakyat Indonesia sejak kemerdekaan
telah terhimpun dalam satu nation
dengan ikrar satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa, bhineka tunggal ika, kita semua adalah saudara.
Pemimpin
Pancasila harus selalu memberi teladan, bersama rakyatnya dan menjadi inspirasi
buat rakyatnya. Pemimpin Pancasila memang sangat susah didapatkan di saat
negeri ini, karena masih dikuasai oleh orang-orang yang korup, tetapi SAYA
YAKIN..! Bahwa Tuhan telah menciptakan pemimpin setiap zamannya, hanya kita
belum memilihnya dengan hati nurani.
Pembaca
yang budiman, pilihlah pemimpin daerah dengan HATI NURANI ANDA, karena bisa
jadi orang yang anda pilih itulah yang berjiwa PANCASILA. Pemimpin yang amanah,
merakyat, dan inspiratif buat rakyat di negeri ini. Trims.
Komentar
Posting Komentar