Setelah
beberapa hari lalu kita menyaksikan kejutan yang dibuat oleh PDIP terkait
dukungan pasangan Ahok-Djarot di berbagai media, maka terang beneranglah
ketidakbenaran isu-isu yang sebelumnya tidak mendukung bahkan menjatuhkan Ahok.
Dukungan kekuatan partai PDIP (28 kursi),
Golkar (9 kursi), Nasdem (5 kursi) dan Hanura (10 kursi) menjadikan pasangan
Ahok-Djarot akan semakin susah ditumbangkan pada Pilkada tahun 2017 nanti.
Koalisi
partai-partai politik lawan Ahok-Djarot sebut saja Koalisi Kekeluargaan terdiri
atas partai Demokrat, PPP, PAN, dan PKB serta Koalisi Gerindra-PKS tidak
tinggal diam, meski dikabarkan sebelumnya bahwa pasangan yang bisa mengimbangi
kekuatan Ahok adalah Risma-Sandiaga Uno, ternyata fakta berbicara lain Risma
tetap bersikeras untuk sementara tidak melanjutkan karirnya di DKI Jakarta,
maka partai lawanpun mencari pasangan lain yang bisa mengganti kekuatan Risma.
Hal
yang berbeda nampak koalisi partai penantang Ahok-Djarot mulai kebingungan
mencari pasangan yang pas dan pantas karena banyaknya pertimbangan elit partai baik
internal maupun eksternal koalisi partai, maka terjadilah bongkar pasang
kekuatan dengan semakin mengintenskan komunikasi yang dibangun terus menerus, ternyata
koalisi yang dibangun atas dasar kepentingan politik kekuasaan berakibat pada
diskusi alot oleh para elit partai politik.
Waktu
terus berjalan, tiap jam, menit, dan detik sangatlah berharga menjawab
teka-teki siapa yang akan diusung koalisi partai politik penantang petahana.
Melihat waktu yang semakin sempit, mulailah terang benerang satu persatu
menjawab isu-isu yang selama ini dikabarkan mulai dari Koalisi Kekeluargaan
yang mengusung pasangan Agus Harimurti-Slyviana Murni sebagai pasangan bakal
calon kepala daerah yang siap mencalonkan diri pada Pilkada DKI Jakarta. Alhasil
pasangan yang diusung Koalisi Kekeluargaan ini ternyata diluar ekspektasi
publik yang selama ini digembar-gemborkan akan mengimbangi kekuatan Ahok.
“Tidak
ada rotan, akarpun jadi”, inilah pepatah yang cocok untuk pasangan koalisi
kekeluargaan, sebagai imbas tidak cocoknya kesepakatan yang dibangun oleh para
elit partai, hasil-hasil survey yang dilakukan selama ini untuk mencari lawan
Ahok terkesan kurang bermanfaat, setelah adanya perubahan konstalasi diluar
dari rencana sebelumnya.
Berbeda
dengan koalisi Gerindra-PKS sampai siang hari menjelang batas pendaftaran belum
jelas mengumumkan pasangan yang disepakati untuk didaftarkan di KPUD. Kerasnya
tekanan kepentingan para elit ternyata membuat mereka banyak menghitung untung
ruginya dari setiap pasangan bakal calon. Isu yang beredar sebelumnya bahwa
Sandiaga Uno-Mardani Ali akan maju dalam Pilkada ternyata harus kandas di
tengah jalan, setelah Mardani Ali menyatakan tidak akan maju, maka berhembus
kuatlah pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang akan melawan pasangan
Ahok-Djarot.
Prediksi
akan ada tiga pasangan calon yang bertarung di Pilkada DKI Jakarta yaitu
Pasangan Ahok-Djarot, Pasangan Agus Harimurti-Slyviana Murni, dan pasangan
Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Kedua pasangan bakal calon penantang di atas akan
terasa berat melawan pasangan Ahok-Djarot, bagaimana tidak. Pecahnya beberapa
partai menjadikan suara publik terpecah pula, maka pasangan Ahok-Djarot akan mendapatkan
untung besar dari perpecahan tersebut.
Menurut
saya, sosok-sosok penantang Ahok-Djarot harus bekerja ekstra keras untuk dapat
mengalahkannya. Khusus untuk pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno meskipun
hanya didukung partai Gerindra (15 kursi) dan PKS (11 kursi) dimungkinkan akan
menjadi lawan yang diperhitungkan dalam pertarungan politik karena kedua figur
ini telah lama dikenal dan diprediksi oleh publik akan masuk dalam bursa calon
kepala daerah, sedangkan pasangan Agus Harimurti-Slyviana Murni akan susah
mengimbangi kekuatan Ahok-Djarot meski banyak didukung oleh partai politik
diantaranya PPP (10 kursi), Demokrat (10 kursi), PKB (6 kursi) dan PAN (2
kursi), pasangan Agus Harimurti-Slyviana Murni layaknya “bayi premature” karena
pasangan ini bukanlah pemain politik dan terkesan dadakan ditunjuk untuk
bermain dalam Pilkada DKI Jakarta tentu tidaklah banyak menguntungkan untuk
berpeluang menang.
Melihat
kekuatan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan Agus Harimurti-Slyviana Murni
di atas, menjadikan pasangan Ahok-Djarot dimungkinkan seperti “berselancar asyik
di atas ombak” menuju kursi kekuasaan DKI Jakarta. Hambatan dan hantaman yang
akan dihadapi oleh pasangan Ahok-Djarot akan susah menjatuhkannya dari papan
seluncur yang sedang dimainkan. Apakah perkiraan ini benar atau salah? Saya
katakan bahwa “dalam politik tidak ada garansi menang, yang ada kemungkinan
menang”, artinya siapapun bisa menang, jikalau ada tanda tangan, campur tangan
dan garis tangan para pemain politik tersebut. Trim’s
Sabtu,
24 September 2016
Komentar
Posting Komentar