Anda
pasti pernah melihat dua mahluk hidup ini “Penyu dan Ayam”! Binatang-binatang
ini mempunyai habitat yang berbeda, Penyu lebih dominan hidup di laut sedangkan
ayam hidupnya di darat. Jikalau kita melihat perilaku/ tingkah laku kedua hewan
ini ternyata mempunyai kesamaan yaitu sama-sama melahirkan anaknya dengan
bertelur.
Karaktek
kedua hewan di atas tidaklah berbeda jauh dengan gaya bertarung para kandidat
dalam memperebutkan partai politik sebagai syarat memenuhi ambang batas
parlemen dan perebutan dukungan masyarakat di daerahnya. Jikalau kita melihat
fenomena perebutan partai politik oleh para bakal calon kepala daerah, maka
penulis dapat membagi dua sifat yang digunakan oleh para elit politik ini yaitu
sifat pamer dan gaya pendiam.
Sifat
pamer artinya setiap tindakannya selalu dipublikasikan di media massa, media
elektronik, media sosial ataupun melalui tatap muka langsung dengan masyarakat,
biasanya yang disampaikan adalah hasil pertemuannya dengan kader partai,
petinggi partai, pembentukan tim, pemasangan baleho, pamflet atau berbagai jenis
media sosialisasi lainnya agar diketahui khalayak ramai terhadap perkembangan
dan prestasi yang didapatkannya.
Sifat
pendiam merupakan antitesis dari sifat pamer, ialah sifat yang digunakan oleh para
bakal calon dengan memilih tidak mempublikasikan setiap tindakan, rencana aksi
dan capaiannya di media bahkan hanya orang-orang tertentu saja yang mengetahui
perkembangannya, sedangkan khalayak ramai (publik) tidak mengetahui sama sekali
apa yang telah dan akan dilakukannya.
Kedua
sifat di atas saling bertolak belakang satu sama lain, hal ini diduga terjadi
karena ada kesan perilaku superioritas dari salah satu bakal calon yang
menganggap dirinya lebih hebat daripada bakal calon lainnya, atau para
pesaingnya mempunyai kemampuan yang lebih dibanding dia sehingga lahirlah
istilah “sifat pamer dan sifat pendiam”. Bakal calon pendiam lebih memilih tidak
menyebarkan informasi atau isu-isu untuk mengurangi konflik horizontal antar
elit, dan mengurangi gesekan di tingkat akar rumput (grassroot) yang cenderung fanatik dengan kandidatnya masing-masing.
Dalam
tulisan ini, penulis mengibaratkan sifat pendiam sebagai gaya penyu, dan sifat
pamer sebagai gaya ayam. Untuk mengenal lebih jauh tentang kedua gaya ini akan
diuraikan sebagai berikut:
Gaya
Penyu lebih banyak diam bukan berarti dia lemah, tetapi diamnya adalah kekuatan
kesabaran dan ikhtiarnya. Penyu merupakan salah satu hewan yang paling lama
bertahan hidup dibandingkan dengan ayam, saat bertelur pun lebih suka diam (silent), tenang (calm down) dan suasana sunyi yang jauh dari kerumunan manusia
lainnya. Hewan yang hidup di dua alam ini menjadikan dirinya lebih fleksibel
mempertahankan diri, cangkang yang melekat dipunggungnya dijadikannya sebagai
tameng kuat untuk menghindarkan dirinya dari perlawanan musuh yang membahayakan
eksistensi dirinya, disisi lain mereka mempercayai bahwa gaya penyu yang suka
diam selalu menghasilkan banyak telur bahkan bisa sampai ratusan butir telur.
Gaya
Ayam yang suka berkotek-kotek baik saat melihat lawannya, maupun mengerami
telurnya, dia mempunyai naluri yang suka bertarung saat melihat lawan yang
sepadan dengan dirinya sehingga hewan ini sering disebut-sebut “ayam jago”.
Cara bertarungnya yang tidak kenal ampun sampai lawannya kewalahan dan lari
terbirit-birit menjadikan dirinya disegani oleh binatang lainnya, meskipun
tidak mempunyai cangkang seperti Penyu tetapi gaya yang suka melawan atau
menyerang musuh menjadikan dia juara dalam pertarungan. Hewan ini dapat
beradaptasi dengan keramaian manusia lainnya sehingga dia lebih mudah diterima
oleh masyarakat, dan mendapatkan makanan sesuai dengan tempat yang disukainya,
disisi lain menurut sebagian orang mempercayai pemakai gaya ayam yang suka
berkotek-kotek hanyalah sedikit melahirkan telur dibanding dengan Penyu.
Jikalau
ada bakal calon yang mengubah caranya dari gaya ayam (suka mempublikasikan diri
dan aktivitasnya) menjadi gaya penyu maka diduga ada keminderan, hati-hati, dan
tidak percaya diri, sebaliknya ada bakal calon yang mengubah caranya dari gaya
penyu (tidak suka mempublikasikan diri dan aktivitasnya) menjadi gaya ayam maka
kemungkinan ada peningkatan kepercayaan diri dan optimisme akan kemenangannya.
Ada
beberapa kelemahan dan kelebihan dua gaya ini yaitu:
1.
Kelemahan
Gaya Penyu yaitu sifat yang lebih memilih diam dapat berakibat pada kelesuhan
tim sukses bahkan pendukungnya di tingkat akar rumput bisa mengalami kebosanan
(boring) dan harap-harap cemas
(khawatir). Gerakannya yang lambat berakibat mudah dikalahkan oleh lawan yang gerakannya
cepat. Prinsip “Biar Lambat Asal Selamat” kurang cocok dijadikan model
bertarung memperebutkan partai politik. Bahkan kadang partai-partai (telur)
yang sudah menjalin komunikasi dengannya sering terabaikan sehingga partainya (telurnya)
dimangsa oleh mahluk lain.
2.
Kelebihan
Gaya Penyu yaitu susah diketahui oleh lawan saat melahirkan telur dan dipercaya
banyak menghasilkan telur, tidak suka membuat keributan sehingga tidak
meresahkan orang lain, tidak mudah diterpa isu-isu negatif, dapat meredam
konflik yang berpotensi merusak rencana yang dibuatnya, lebih mudah menanggapi
isu-isu miring yang menimpahnya, dan tidak melakukan penyerangan secara
terbuka.
3.
Kelemahan
Gaya Ayam yaitu sifatnya yang blak-blakan mengakibatkan mudah terpancing oleh
suasana atau isu-isu yang datang padanya, suka menyerang sehingga lebih cepat
habis energinya hanya untuk memuaskan dirinya agar diakui sebagai jagoan di
wilayah tersebut, “mulutmu adalah harimaumu” yaitu ungkapan yang tepat bagi
gaya ini yang kerap kali bersuara ketika mengerami telur (partai)-Nya, setiap
ucapannya bisa menjadi kelemahannya sendiri karena tidak konsistennya antara kata-katanya
dan fakta yang ada.
4.
Kelebihan
Gaya Ayam yaitu suaranya yang menggelegar menjadikan lawan ciut nyalinya untuk
melanjutkan pertarungannya, gaya bertarung ini cukup cocok dalam konteks
pertandingan politik karena lebih menonjolkan pada kekuatan menyerang, meskipun
ada kepercayaan sebagian orang bahwa telur yang dilahirkan tidak lebih banyak
dari penyu akan tetapi dia lebih mudah menjaga telur-telurnya (partai-partai)
dari mara bahaya yang sewaktu-waktu dapat mengancam telur-telur tersebut,
gayanya yang lincah menjadikannya unggul dalam pertarungan, dan apabila bertemu
dengan lawan sepadannya bisa sampai lama melakukan perlawanan.
Berdasarkan
hasil perbandingan kedua gaya di atas, jikalau kedua gaya ini bertemu, maka akan
susah menentukan pemenangnya. Kenapa? Alasannya simpel karena penulis tidak
pernah melihat Penyu dan Ayam bertarung memperebutkan makanan atau tempat
tinggal bahkan mereka terlihat selalu hidup harmonis pada alamnya masing-masing
tanpa konflik, saling menjatuhkan dan melecahkan satu dengan yang lain. Inilah
naluri binatang yang mempunyai jalan berbeda mencari makan sendiri tanpa saling
mengganggu, berbeda dengan manusia..!
Penulis
menyarankan apapun gaya yang dipakai untuk memperebutkan partai politik sebagai
“perahu” mengarungi lautan Pilkada, tetapi kepentingan rakyatlah yang lebih
dikedepankan, siapapun yang kalah maupun menang dalam pertandingan
memperebutkan kursi nomor 1 (satu) di daerahnya haruslah menjadi pemenang dan
kalah yang berwibawa artinya pihak pemenang tidak perlu menyombongkan diri dan
merendahkan lawannya yang kalah, sebaliknya pihak yang kalah harus mengakui
secara kesatria kekalahan tersebut dan tetap menjalin komunikasi terhadap yang
menang demi kejayaan daerah, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Mari Ciptakan
Pilkada Damai, Damai itu Sangatlah Indah. Semoga Bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar