Pemilihan
kepala daerah serentak tahun 2017 akan segera tiba, gegap gempita masyarakat
menyambutnya karena pesta demokrasi akan datang menyambangi masyarakat. Dengan
sorak sorai masyarakat menjadi pemanis dalam proses perebutan dan pertarungan
menuju kursi nomor satu yaitu kepala daerah. Inilah yang disebut demokrasi
menurut Abraham Lincoln, pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. (government of the
people, by the people, dan for the
people).
Kemeriahan
penyambutan pesta demokrasi ini tidaklah enak tanpa diskusi, perbincangan dan
perdebatan mengenai pasangan calon kepala daerah dan wakilnya dengan berbagai
jargon yang dijadikan yel-yel untuk dikenal dan disuarakan oleh rakyat.
Para
pasangan kandidatpun layaknya pasangan pengantin yang siap dinikahkan, dengan
pernak pernik/ atribut yang mereka pakai saat berduaan datang langsung mengunjungi
masyarakat (blusukan) menunjukan bahwa mereka dekat dengan masyarakat.
Makna
simbolisasi selalu melekat pada diri mereka, sikap yang terkesan santun dan
merakyat dijadi simbol kebaikan dan tauladan yang akan memberikan perubahan
kehidupan masyarakat. Simbol agama, adat, moral, etika selalu ditunjukan
dimanapun mereka berada. Dengan senyum yang terkesan ringan diekspresikan, gaya
yang sedikit merakyat tetapi hanya lakon, pakaian yang sederhana tetapi mahal,
orasi yang menggebu-gebu tetapi didalamnya penuh keraguan, kebaikan yang
dibungkus dengan riya, dan kedemawanan bermotif pencitraan.
Berpolitik
seperti ini layaknya bermain sandiwara, bukanlah cerita baru bagi masyarakat,
drama politik yang dibungkus dengan judul-judul merakyat terkesan bahwa para
pemainnya sedang memerankan sebuah cerita dongeng tentang rakyat yang mencoba
mengembalikan nilai-nilai yang mulai punah oleh perubahan zaman.
Para
pasangan calon bertindak sebagai aktor utama dalam perfilman politik ini,
merekalah yang dinilai oleh masyarakat pendukungnya seperti pahlawan yang akan
memberantas penyakit kemiskinan, kebodohan, kemelaratan dan berbagai penyakit
lainnya yang masih menghinggapi diri masyarakat agar terwujud masyarakat yang
sehat jasmani dan rohani (sejahtera lahir batinnya).
Padalah
ini hanyalah sinetron-sinetronan yang dimainkan untuk sekedar menyenangkan hati
rakyat tetapi kadang tidak sesuai dengan karakternya dalam dunia nyata. Rakyat
terbuai oleh peran mereka yang terkesan serba menghayati dan mendalami hingga
mengatasnamakan nilai kebaikan dan kebenaran yang berkembang lama dan selalu
dirindukan oleh rakyat.
Inilah
hingar bingar kehidupan politik, yang terlalu banyak masyarakat tertidur lelap
oleh permainan para pemain politik. Akhirnya hanya orang-orang tertentu sajalah
yang enak, dan senang menikmati jualan politik hingga mendapatkan dukungan dan
keuntungan dari rakyatnya.
Para
sutradara politik tak henti-hentinya membuat skenario dan naskah fiktif yang diperankan
oleh superhero pejuang kepentingan rakyat, para donator dengan semangatnya
menyumbangkan dana mereka agar drama politik yang diproduksi tetap berjalan
hingga para pemainnya dinobatkan oleh rakyat sebagai raja yang layak duduk
disinggahsana yaitu kepala daerah.
Proses
mendapatkan kedudukan nomor satu di daerah ternyata tidaklah mudah, butuh modal
kepura-puraan yang mengatasnamakan kebenaran dan perjuangan untuk rakyat agar
laku di pasaran.
Politik
calon kepala daerah sekarang hampir sama dengan politik iklan produk. Dalam
iklan produk selalu melebih-lebihkan efek memakai produk tersebut meski fakta
sebenarnya tidaklah seperti itu. Contoh iklan handbody pemutih, terlihat dalam
sekejap kulit coklat berubah menjadi kulit putih layaknya orang Korea sama
halnya dengan politik para calon kepala daerah yang selalu mempromosikan dirinya
dengan sejuta kehebatan dan kebaikan jikalau terpilih sebagai kepala daerah
misalnya janji mengentaskan kemiskinan, mensejahterahkan, meningkatkan
pembangunan dengan segala konsep dan ide yang sangat megah ternyata itu
hanyalah jualan politik saja. Alhasil, masyarakat terhipnotis oleh produk atau
jagoan yang dipromosikan tersebut, hingga tiba saatnya memakai produk atau
dipimpin oleh jagoan itu, maka penyesalanlah yang mereka dapatkan.
Setelah
mereka duduk di kursi kepala daerah, janji yang pernah dikampanyekan dulu bahwa
akan segera membangun ini dan itu, tak kunjung tiba karena dia masih sibuk
melakukan transaksi kepada rekan bisnisnya untuk mengembalikan modal yang sudah
sekian miliar keluar selama proses sosialisasi, membeli pintu partai, kampanye
sampai hari pencoblosan tidak lepas dari money
politic. Belum pula selesai transaksi dengan rekan bisnisnya, mulai lagi
transaksi jabatan kepada orang-orang yang telah mendukung mereka selama perjuangan
mendapatkan kursi kepala daerah, transaksi proyek kepada para kontraktor yang
telah menyokong perjalanannya mendapatkan tujuan yang diinginkan.
Selesai
itu barulah rakyat dipikirkan, akhirnya janji manis dulu telah banyak
terlupakan dalam ingatan kepala daerah tersebut karena tenaga dan pikirannya
telah banyak terkuras untuk mengurus kepentingan dirinya dan golongannya, catatan-catatan
aduan dan harapan masyarakat mulai berserakan, bahkan terbuang di tong sampah, yang
ada adalah harapan para elit-elit penguasa yang asyik duduk di singgasananya.
Rakyatlah yang menjadi korbannya.
Oleh
karena itu, marilah rakyat bangkit melawan segala permainan politik yang penuh
tipuan, money politic, manipulatif
dan janji fiktif. Kenalilah para calon kepala daerah tersebut, kenali calon
kepala daerah anda tentang kepribadiannya, rekam jejaknya, prestasinya, keluarganya,
cara pandangnya, gaya hidupnya, dan kenali moralnya. Bisa jadi orang-orang yang
ada pilih (jagokan) sedang mempermainkan engkau..! JANGANLAH SALAH PILIH.
Trims.
Komentar
Posting Komentar