Politik
uang (money politic) ialah pemberian uang, atau
barang, atau fasilitas tertentu, dan janji kepada para orang-orang tertentu
agar seseorang dapat dipilih menjadi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah (Afan Gaffar dalam bukunya Politik Indonesia; Transisi Menuju Demokrasi).
Menurut
pengamatan penulis, politik uang merupakan salah satu strategi yang cukup
efektif digunakan oleh para calon kepala daerah untuk memenangkan diri dalam
pemilihan kepala daerah saat masyarakat tidak lagi percaya dengan pemimpinnya,
isu ini masih sering menjadi perbincangan hangat di masyarakat, pro dan kontra
pun bermunculan, ada yang tidak suka dan ada pula yang masih menginginkannya.
Sosialisasi
dan kampanye “anti money politik” yang selama ini didengungkan oleh pemerintah
dan LSM menjadi bias dan terbantahkan oleh sikap sekelompok masyarakat yang
masih haus dengan lembaran-lembaran uang itu, “siapa sih yang tidak suka dengan
uang?” Itulah kalimat yang keluar dari mulut sebagian orang yang tidak merasa
berdosa menerima uang dari para calon kepala daerah baik secara langsung maupun
melalui tim suksesnya.
Money
politic bukan hanya dialami oleh masyarakat sebagai pemilih, tetapi juga oknum-oknum
dalam partai politik seperti yang diungkapkan oleh Direktur Advokasi Pukat UGM,
Oce Madril bahwa pemberian mahar politik di Partai Politik adalah praktik money
politic yang sulit terdeteksi dalam pemilihan kepala daerah. Artinya para calon
kepala daerah tidaklah murni dicalonkan oleh partai politik tersebut, harus
butuh uang untuk memuluskan ambisinya menjadi calon kepala daerah. Visi misi,
program kerja dan strategi pembangunan yang dipaparkan dalam seleksi bakal
calon KADA agar diusung oleh partai politik tersebut hanyalah sekedar formalitas
untuk mengisi laporan kegiatan partai, tetapi dibalik itu ada praktek-praktek
mafia berdasi dengan melihat siapa yang paling banyak kedekatan dan uangnya.
Masyarakat
yang masih suka dengan politik uang, seperti terhipnotis oleh uang-uang yang
mereka terima, sehingga hati nuraninya tidak lagi berfungsi hanya karena hitam
pekat perilaku mereka oleh godaan uang-uang tersebut.
Memang
susah menghapus budaya politik uang ketika masyarakat mulai meragukan kapasitas
dan kepemimpinan para kandidat dalam memecahkan masalah daerah, disatu sisi
para pemilih diwajibkan oleh negara untuk memilih pasangan calon kepala daerah sehingga
muncul kalimat “daripada tidak memilih lebih baik memilih kandidat yang
mempunyai banyak uang”.
Dalam
pandangan penulis, masyarakat yang masih suka dengan politik uang ibarat
“Kupu-Kupu Malam atau Ikan Kering yang Siap Dibeli”.
Kupu-kupu
malam merupakan gambaran orang-orang yang mempunyai modal hidup, masih muda,
ganteng/cantik, masih enerjik, dan mempunyai semangat yang baik, tetapi mereka menggadaikan
dirinya dan masa depannya hanya untuk mendapatkan uang.
Ikan
kering yang siap dibeli artinya orang-orang miskin yang kurang materi, hanya
karena faktor kemiskinan, badan kurus, tak berdaya dan kering akhlaknya, mereka
rela mengambil uang dari salah satu kandidat, pada akhirnya mau tidak mau, suka
tidak suka mereka harus memilih kandidat tersebut.
Kondisi
seperti di atas mengubah gaya “politik uang” dari para kandidat bertransformasi
menjadi gaya “politik gadai diri” dari rakyat, mereka kecanduan melihat figur
calon hanya pada uang tebalnya, akibatnya setelah mereka dibeli kehormatan
dirinya lalu dicampakan oleh mereka yang telah duduk enak di singgasananya.
Oleh
karena itu, politik uang menjadi bentuk pembodohan (jahiliah) zaman modern,
dimana manusia sudah diperbudak oleh uang-uang, yang nantinya mereka akan
menyesal oleh perilaku dirinya di kemudian hari, begitupula daerahnya
digadaikan selama lima tahun, jadi jangan salahkan sepenuhnya kepada
mafia-mafia pemerintahan yang menyalahgunakan uang daerah karena mereka ingin
mengembalikan modal yang sudah sekian miliar membayar suara rakyat.
Padahal
dalam aturan negara sudah melarang keras perilaku politik uang ini dengan
memberikan hukuman penjara paling singkat 36 bulan dan maksimal 72 bulan serta
denda Rp.200 juta hingga 1 miliar (Pasal 187A UU No 10 Thn 2016 Ttg Pemilihan Gubernur, Bupati,
dan Walikota), begitupula dengan hukum agama Nabi Muhammad bersabda “Rasululllah SAW
melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap”. (HR. Abu Daud).
Pemberian
sanksi kepada para pelaku politik uang dan penerima uang suap dalam Pilkada
agar menimbulkan efek jera kepada kandidat yang terbukti melakukan pelanggaran,
begitupula masyarakat yang berbukti secara hukum menerima uang suap dari salah
seorang kandidat.
Dalam
tulisan ini, penulis hanya memberi dua pilihan bagi pemilih dan pengurus partai
“Jikalau ingin menghancurkan dirimu dan menggadaikan daerahmu pilihlah POLITIK
UANG, tetapi jikalau ingin menyelamatkan dirimu dan membangun daerahmu pilihlah
kandidat dengan kepemimpinannya, akhlaknya, dan program kerja yang berguna bagi
daerah”.
Mari
LAWAN POLITIK UANG, POLITIK GADAI DAERAH, jangan korbankan anak cucu dan daerah
kita hanya untuk memuaskan hasrat diri sekejap saja, setelah itu penyesalanlah
yang didapatkan. Anda berani? Buktikan saat pemilihan nanti..!
Semoga
bermanfaat. Wassalam..!
Komentar
Posting Komentar