Agenda
mencari kepiting kenari (birgus latro) atau dalam Bahasa Masyarakat setempat
disebut “Tegasu”. Binatang ini hidupnya di goa-goa tidak jauh dengan pantai dan
ditumbuhi pohon-pohon kelapa, bentuknya seperti udang hanya bedanya binatang
ini mempunyai tubuh besar dan lebar, kulitnya agak keras dan warnanya ada yang
kemerah-merahan dan keunguan. Makanan favoritnya adalah kelapa yang rencana
kami jadikan sebagai umpan dengan cara membuatnya menjadi ampas kepala untuk
menangkap binatang yang unik ini. Hewan ini jarang diburuh terkecuali pada
saat-saat ada acara tertentu karena warga menyadari keberadaan binatang ini
mulai langka.
Kami
melakukan ini terkait dengan hari ketiga Ujian Nasional tingkat SD/sederajat di MIS Al Ikhlas Desa
Taduasa, yang akan disuguhkan untuk para tamu yang datang esok hari saat ujian
nasional telah selesai dilaksanakan. Kegiatan membuat hidangan berbagai macam
makanan telah menjadi budaya di sekolah-sekolah Pulau Batuatas dari dulu sampai
sekarang.
Saya
akan memulai dengan berawal dari rumah di Desa Batuatas Timur (ujung Timur
Pulau Batuatas) dengan menaiki kendaraan motor matic pada pukul 16.30 Wita
menuju Desa Taduasa (Ujung Barat Pulau Batuatas).
Sebelum
tiba ke Desa Taduasa, saya singgah dulu di rumah teman-teman guru Desa Wacuala,
saat tiba di desanya ternyata saya sudah terlambat (maklum belum ada jaringan
komunikasi di Pulau ini) dan mereka sudah duluan 10 menit lebih cepat. Saya pun
kerepotan untuk mengejar rombongan yang sudah duluan menuju lokasi penangkapan
Kepiting Kenari. Kebetulan lokasi ini harus menempuhnya dengan berjalan kaki dari
Desa Taduasa selama 30 menit tepatnya di bagian pinggir teluk, memang lokasinya
cukup ekstrem untuk dilalui.
Akhirnya
untuk mendapatkan rombongan di depan, maka harus melaju dan tancap gas. Setibanya
di Desa Taduasa ternyata mereka sudah beberapa menit duluan berjalan kaki
menuju lokasi.
Syukurlah
sempat bertemu dengan salah seorang anak warga Desa setempat namanya Andika. Dialah
yang ikhlas dan bersemangat menemani untuk bersama-sama mengejar mereka.
Kamipun berlari, melompat diantara bebatuan dan sesekali berjalan biasa sambil
memanggil mereka “pak Guru, Pak Guru, Pak Guru..! teriak kami berdua.
Semak
beluk, batu, dan tebingpun kami lalui satu persatu. Dalam hati selalu berharap
dapat bertemu mereka karena sudah lama tidak melakukan petualangan, kadang kami
harus berhenti sejenak untuk memanggil mereka dan mendengarkan suara balasan tetapi
cukup lama kami berteriak baru dapat mendengarkan suara balasan, yaa..! balas
mereka. Waktu yang kami butuhkan untuk mengejar mereka kurang lebih 20 menit.
Rasa
lelah, pegal, dan keringatpun mulai bercucuran membasahi baju sweter saya
karena sudah berlari cukup jauh. Oleh karena itu perlu penambahan energi untuk
mengimbangi dorongan agar tetap maju dan berlari ke depan.
Rasa
lega kurasakan ketika suara kami dijawab oleh mereka. Tidak berhenti disitu,
kami mencari tahu arah suara yang sempat kami dengar tadi. Beberapa kali kami memanggil
mereka untuk memastikan arah suara mereka. Berlari dan berlaripun tak
henti-hentinya dilakukan demi mengejar suara yang barusan didengarkan.
Inilah
pengalaman pertama saya berlari dan melompat diantara jejeran bebatuan hingga
terasa persendian kaki pegal-pegal, kondisi seperti ini yang membuatkan harus
bertahan demi mencapai harapan yang diinginkan. Setelah lama berputar-putar
mencari mereka, ternyata kami bertemu di tepi jurang yang tinggi. Disinilah
kami berhenti untuk mengeluarkan barang-barang perlengkapan, makanan dan
minuman untuk disantap. Saat pandanganku menatap ke bawah tebing dengan
seketika adrenalinku mulai tinggi.
Kami
saling menyapa, salaman dan tersenyum satu dengan lainnya, terlihat mereka
berjumlah 6 orang ditambah dengan kami berdua totalnya 8 orang yang berburu
Tegasu. Umpan yang mereka bawah sudah mulai menipis karena sebagian besar telah
dipasang pada lubang-lubang bagian tebing.
Waktu
sudah menunjukan pukul 17.30 Wita, sang fajarpun mulai meredup, kilauan
matahari yang banyak menerangi awam memberikan efek warna gelap
kemerah-merahan, pemandangan yang sangat indah dan menakjubkan. Memont inilah
yang kami abadikan dengan berfoto ria bersama ataupun perorangan. Masyah Allah
indah sekali. Cuaca yang teduh, awan yang kemerah-merahan, udara yang segar,
suasana yang sejuk menjadikan diri begitu senang dan tak bosan-bosan
melihatnya. Hal inilah yang saya tunggu-tunggu. Ternyata rasa capek karena
berlari diantara tumpukan bebatuan tadi telah terobati dengan pemandangan
langit dan alam yang sangat mengagumkan.
Tiba
waktu magrib, saya pun mulai berwudhu dengan air seadanya, setelah itu
melakukan sholat magrib di atas bebatuan. Posisi duduk dan sujudpun terkesan
kurang sempurna karena berada diantara batu-batu yang tidak rata. Alhamdulillah
saya bisa menyelesaikannya.
Pukul
19.45 Wita kami mulai membereskan alat kelengkapan, makanan, minuman dan
lain-lain untuk mempersiapkan diri pergi bertempur mencari kepiting kenari.
Gelap
dan rasa panas di badan karena berjalan cukup cepat, keringat kembali
bercucuran, memasuki rumput-rumput yang tinggi dan goa-goa diantara jurang.
Alhasil selama 1 jam berlalu kami berhasil mengumpulkan Kepiting Kenari
sebanyak 15 ekor.
Pembaca
yang budiman, pengalaman saya di atas merupakan salah satu cerita yang harus
tetap dikenang, tidak gampang melupakannya apalagi pengalaman pertama. HARUSNYA
PERJUANGAN TIDAK BOLEH TERPUTUS HANYA KARENA RINTANGAN ATAU HAMBATAN YANG
MENGHADANG, TETAP TEGAR, SABAR DAN BERSEMANGAT DALAM BERLARI MENGEJAR IMPIANMU.
INSYA ALLAH, ENGKAU AKAN MENDAPATKANNYA.
Komentar
Posting Komentar